Quotes:
Gordon Jennings: We're takers, gents. That's what we do for a living. We take.
Storyline:
Kawanan perampok kawakan yaitu Gordon Jennings, John Rahway, A.J. dan kakak beradik Jake dan Jesse Attica sukses melengkapi misi terakhir mereka dan menuju kehidupan mewah sambil memikirkan pekerjaan mereka masing-masing selanjutnya. Ketika Ghost, mantan anggota mereka yang dibebaskan dari penjara, meyakinkan kawanan tersebut untuk membajak kendaraan yang membawa 20 juta dollar. Kesemuanya setuju dan merancang strategi terbaik walaupun diintai kawanan polisi termasuk duet Jack dan Eddie yang semakin dekat untuk membekuk mereka. Akankah misi tersebut berhasil?
Nice-to-know:
Dialog pertama dan terakhir antara karakter Idris Elba dan karakter Paul Walker benar-benar sama, hanya terjadi pertukaran di antara mereka.
Cast:
Mengawali karir aktornya lewat Belle maman (1999), Idris Elba disini didapuk sebagai Gordon Jennings.
Film pertamanya setelah tampil dalam Fast & Furious (2009), Paul Walker bermain sebagai John Rahway.
Terakhir muncul dalam Armored (2009), Matt Dillon kini berperan sebagai Jack Welles.
Chris Brown sebagai Jesse Attica
Hayden Christensen sebagai A.J.
Michael Ealy sebagai Jake Attica
Steve Harris sebagai Lt. Carver
T.I. sebagai Ghost (as Tip 'T.I'. Harris)
Jay Hernandez sebagai Eddie Hatcher
Zoe Saldana sebagai Rachel
Johnathon Schaech sebagai Scott
Marianne Jean-Baptiste sebagai Naomi
Director:
Sejauh ini baru karya penyutradaraan kedua bagi John Luessenhop setelah Lockdown (2000).
Comment:
Jalinan ceritanya mengingatkan saya akan The Italian Job yang legendaris itu. Plus dengan berbagai subplot di dalamnya yang saling kait-mengait terbilang mengadopsi gaya Crash. Namun jangan harapkan hasil akhirnya outstanding apalagi sampai memenangkan penghargaan internasional.
Penyebabnya adalah terlalu banyak yang berusaha disampaikan disini dan pada akhirnya tidak tertangkap dengan baik. Coba bayangkan segala permasalahan mulai dari kakak beradik yang bertengkar karena narkoba, dua rekan polisi yang bermasalah dengan keluarganya, cinta segitiga antar rekan pencuri dimana semuanya dibalut dalam nuansa pengkhianatan, persekutuan, kecurigaan, ketidakpercayaan dsb. Terdengar berat bukan?
Sutradara Luessenhop tampaknya sudah melakukan yang terbaik yang ia bisa, terlepas dari minimnya jam terbang yang dimilikinya. Yang paling kentara adalah pemberian karakterisasi yang maksimal pada setiap tokoh-tokoh di dalamnya. Namun sinematografi yang dihadirkannya tidak maksimal, salahkan kinerja kamera yang bergoyang-goyang selayaknya dilanda gempa terutama untuk adegan pengejaran.
Satu hal yang sebetulnya bisa menjadi nilai plus film ini adalah jajaran cast yang sangat menarik. Berbagai nama dari berbagai ras hadir disini, kesemuanya merupakan talenta-talenta yang dimiliki Hollywood. Sayangnya tidak cukup imbang pembagian scene di antara mereka semua. Lihat saja Saldana yang baru melambung dari Avatar tapi tidak mendapatkan banyak kans untuk mengeksplorasi aktingnya. Beruntung beberapa dari mereka yang diberikan porsi dominan seperti Dillon, Tip T.I.” Harris, Elba bermain cemerlang. Walau tidak demikian dengan Christensen yang tampil kaku ataupun Walker yang sepintas aktingnya tidak berbeda dari apa yang sudah-sudah. Kredit khusus dilayangkan bagi Ealy dan Brown yang berbagi chemistry kakak beradik secara pas.
Takers sudah mencoba menjadi film bertemakan pencurian dengan kandungan emosi di dalamnya yang diharapkan mampu menarik minat para penonton dewasa muda, tetapi sayangnya tidak mampu memaksimalkan segala potensi dasar yang sebetulnya ada. Pada akhirnya hanya akan menjadi action berkelas standar yang berusaha memuaskan anda para pecinta action flick pada khususnya. Bagi anda yang tidak menyukainya? Film ini hanya akan "mengambil" uang anda tanpa menawarkan sesuatu yang luar biasa!
Durasi:
100 menit
U.S. Box Office:
$57,263,480 till end of October 2010
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
XL #PerempuanHebat for Kartini Day
THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day
Minggu, 31 Oktober 2010
Sabtu, 30 Oktober 2010
MEGAMIND : Menjadi Pahlawan Atau Penjahat Itu Pilihan
Quotes:
Roxanne Ritchi-What’s the plan?
Megamind-It mostly involves *not dying*!
Roxanne Ritchi-That’s a good plan, I like that plan…!
Storyline:
Metro Man merupakan pujaan hati Metro City karena selalu berhasil menanggulangi kejahatan yang terjadi termasuk dari penjahat super Megamind yang menjalani hukuman kurungan berpuluh-puluh tahun. Namun asisten Megamind, Minion tidak tinggal diam dan berhasil membebaskan tuannya dari penjara. Megamind segera menyiapkan rencana besarnya yaitu menculik penyiar televisi Roxanne untuk menghancurkan Metro Man. Di luar dugaan rencananya berhasil dan Mega Mind segera menguasai dunia. Namun ia merasa bosan dan tidak ada tantangan lagi. Menggunakan gen Metro Man, Megamind mengubah si kameraman biasa Hal menjadi superhero baru Titan. Malangnya semua tidak berjalan sesuai rencana karena Titan justru menjadi jahat karena obsesif akan kekuatan barunya. Sekarang Megamind mesti menyelesaikan semua kekacauan yang telah dimulainya itu.
Nice-to-know:
Awalnya direncanakan berjudul “Master Mind.” Namun ternyata sudah dipatenkan oleh pembuat serial televisi dan board game tahun 1970an.
Voice:
Will Ferrell sebagai Megamind
Brad Pitt sebagai Metro Man
Tina Fey sebagai Roxanne Ritchi
Jonah Hill sebagai Titan / Hal
David Cross sebagai Minion
Director:
Tom McGrath sebelumnya mengerjakan dua film Madagascar yang tergolong sukses itu.
Comment:
Melihat trailernya tidak banyak yang saya harapkan dari film ini. Mengapa?
Karakter utamanya Megamind adalah super villain yang penampilannya tidak menjual. Wajah yang tirus, kulit berwarna biru gelap dengan jubah panjang hitam yang dikenakannya lebih mengingatkan saya akan tokoh Count Dracula! Sepintas tidak ada yang spesial darinya. Namun Dreamworks mengetengahkan konflik pergulatan batin dengan cukup matang. Sesungguhnya Megamind bukanlah orang jahat tetapi ia dianggap demikian. Yang terjadi kemudian adalah transformasi karakter yang dilakukannya sehingga pribadi aslinya yang berbicara pada akhirnya. Jujur storyline ini terasa agak berat bagi anak-anak meskipun yang sudah agak besar sekalipun.
Sekali lagi saya katakan, saya sulit menyukai seorang Will Ferrell. Namun dalam animasi yang hanya memakai suaranya, hal tersebut tidak mengganggu. Ferrell mampu menghadirkan sosok Megamind yang sinis sekaligus eksentrik dengan imej yang tepat. Brad Pitt seperti biasa “loveable” selayaknya seorang Metro Man yang dipuja-puja, tetapi film ini tidak bercerita mengenai dirinya. Tina Fey sendiri merupakan pilihan tepat bagi karakter reporter Roxanne yang witty sekaligus cerdas. Lain lagi dengan Jonah Hill yang sedari awal tone suara dan bahasa tubuh seorang Hal sudah demikian menyebalkan.
Sutradara McGrath tergolong berhasil menghadirkan visualisasi yang kreatif dengan pengeksekusian elemen 3D yang brilian sepanjang film. Namun saya merasa terlalu banyak hal yang ingin disampaikan pada dua pertiga durasinya sehingga film ini terasa sedikit membosankan bagi para penonton yang seakan dipaksa untuk diseret-seret mengikutinya. Beruntung endingnya ditutup dengan cukup manis dimana sisi emosionalnya tertangkap secara maksimal.
Megamind tidaklah sesolid Despicable Me dalam berbagai aspek tetapi masih cukup menyenangkan sebagai sebuah tontonan terutama jika anda bisa mencoba untuk menyukai sosok Megamind sejak menit awal film. Ohya kemunculan beberapa soundtracknya juga sangat tepat untuk menyokong bangunan cerita yang ingin dihadirkan. Pesan moralnya adalah jadilah dirimu sendiri dan selalu ikuti kata hatimu karena itulah karakter asli pembentuk kepribadianmu!
Durasi:
95 menit
Overall:
7.5 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Roxanne Ritchi-What’s the plan?
Megamind-It mostly involves *not dying*!
Roxanne Ritchi-That’s a good plan, I like that plan…!
Storyline:
Metro Man merupakan pujaan hati Metro City karena selalu berhasil menanggulangi kejahatan yang terjadi termasuk dari penjahat super Megamind yang menjalani hukuman kurungan berpuluh-puluh tahun. Namun asisten Megamind, Minion tidak tinggal diam dan berhasil membebaskan tuannya dari penjara. Megamind segera menyiapkan rencana besarnya yaitu menculik penyiar televisi Roxanne untuk menghancurkan Metro Man. Di luar dugaan rencananya berhasil dan Mega Mind segera menguasai dunia. Namun ia merasa bosan dan tidak ada tantangan lagi. Menggunakan gen Metro Man, Megamind mengubah si kameraman biasa Hal menjadi superhero baru Titan. Malangnya semua tidak berjalan sesuai rencana karena Titan justru menjadi jahat karena obsesif akan kekuatan barunya. Sekarang Megamind mesti menyelesaikan semua kekacauan yang telah dimulainya itu.
Nice-to-know:
Awalnya direncanakan berjudul “Master Mind.” Namun ternyata sudah dipatenkan oleh pembuat serial televisi dan board game tahun 1970an.
Voice:
Will Ferrell sebagai Megamind
Brad Pitt sebagai Metro Man
Tina Fey sebagai Roxanne Ritchi
Jonah Hill sebagai Titan / Hal
David Cross sebagai Minion
Director:
Tom McGrath sebelumnya mengerjakan dua film Madagascar yang tergolong sukses itu.
Comment:
Melihat trailernya tidak banyak yang saya harapkan dari film ini. Mengapa?
Karakter utamanya Megamind adalah super villain yang penampilannya tidak menjual. Wajah yang tirus, kulit berwarna biru gelap dengan jubah panjang hitam yang dikenakannya lebih mengingatkan saya akan tokoh Count Dracula! Sepintas tidak ada yang spesial darinya. Namun Dreamworks mengetengahkan konflik pergulatan batin dengan cukup matang. Sesungguhnya Megamind bukanlah orang jahat tetapi ia dianggap demikian. Yang terjadi kemudian adalah transformasi karakter yang dilakukannya sehingga pribadi aslinya yang berbicara pada akhirnya. Jujur storyline ini terasa agak berat bagi anak-anak meskipun yang sudah agak besar sekalipun.
Sekali lagi saya katakan, saya sulit menyukai seorang Will Ferrell. Namun dalam animasi yang hanya memakai suaranya, hal tersebut tidak mengganggu. Ferrell mampu menghadirkan sosok Megamind yang sinis sekaligus eksentrik dengan imej yang tepat. Brad Pitt seperti biasa “loveable” selayaknya seorang Metro Man yang dipuja-puja, tetapi film ini tidak bercerita mengenai dirinya. Tina Fey sendiri merupakan pilihan tepat bagi karakter reporter Roxanne yang witty sekaligus cerdas. Lain lagi dengan Jonah Hill yang sedari awal tone suara dan bahasa tubuh seorang Hal sudah demikian menyebalkan.
Sutradara McGrath tergolong berhasil menghadirkan visualisasi yang kreatif dengan pengeksekusian elemen 3D yang brilian sepanjang film. Namun saya merasa terlalu banyak hal yang ingin disampaikan pada dua pertiga durasinya sehingga film ini terasa sedikit membosankan bagi para penonton yang seakan dipaksa untuk diseret-seret mengikutinya. Beruntung endingnya ditutup dengan cukup manis dimana sisi emosionalnya tertangkap secara maksimal.
Megamind tidaklah sesolid Despicable Me dalam berbagai aspek tetapi masih cukup menyenangkan sebagai sebuah tontonan terutama jika anda bisa mencoba untuk menyukai sosok Megamind sejak menit awal film. Ohya kemunculan beberapa soundtracknya juga sangat tepat untuk menyokong bangunan cerita yang ingin dihadirkan. Pesan moralnya adalah jadilah dirimu sendiri dan selalu ikuti kata hatimu karena itulah karakter asli pembentuk kepribadianmu!
Durasi:
95 menit
Overall:
7.5 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Jumat, 29 Oktober 2010
AKU ATAU DIA : Misi Kembali Ke Pelukan Mantan Pacar
Storyline:
Hubungan panjang Dafi dan Novi yang terjalin sejak kuliah menjadi kandas setelah Dafi memasuki dunia kerja. Tawaran partnership di law firm milik Amara tampaknya lebih menarik bagi Dafi apalagi Amara memberikan perhatian khusus padanya. Novi yang kecewa lantas menyewa jasa Heartbreak.Com yang dipimpin Mbak Eliza untuk memenangkan hati Dafi kembali. Tentunya Mbak Eliza tidak sendirian dan mengutus Rama untuk berpura-pura sebagai pacar Novi untuk mengusik perhatian Dafi. Semua berjalan lancar apalagi Novi juga dibantu saudara-saudaranya Pipit, Wawan dan Asep yang kompak. Namun akankah semua yang sudah rusak bisa dengan mudah diperbaiki?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh One Star Productions dan gala premierenya dilangsungkan di Djakarta Theatre tanggal 16 Oktober 2010 yang lalu.
Cast:
Fedi Nuril sebagai Rama
Julie Estelle sebagai Novi
Rizky Hanggono sebagai Dafi
Ringgo Agus Rahman sebagai Asep
Ananda Omesh sebagai Wawan
Aline Adita sebagai Amara
Sophie Navita sebagai Mbak Elza
Alex Abbad sebagai Felipe
Edo Borne
Lukman Sardi
Yama Carlos
Director:
Masih ditangani oleh Affandi Abdul Rachman yang juga menggarap prekuelnya Heartbreak.Com
Comment:
Akhir tahun lalu ada sebuah drama komedi romantis lokal yang nilainya di atas rata-rata meskipun plotnya tidak terlalu orisinil. Itulah Heart-break.com yang dibintangi Ramon dan Raihaanun pada waktu itu.
Nyaris setahun kemudian muncul sekuelnya yang ditulis Affandi bersama Nataya Bagya dengan background cerita yang kurang lebih sama. Bedanya kali ini pihak wanita yang merasa tersakiti dan membutuhkan jasa Heart-break.com tersebut. Dan Julie Estelle lah yang mendapat tugas tersebut dan sebagai leading lady ia berhasil membagi peran dipasangkan dengan siapapun di setiap scenenya. Lihat transformasi karakter Novi di awal cerita yang rapuh dan tak berdaya menjadi tegar dan rasional di akhir cerita. Demikian juga dengan Fedi yang sedikit memberikan aksen berbeda dari peran-peran biasanya, karakter Rama dibawakannya dengan spontanitas yang natural. Cukup lama absen dari layar lebar, Rizky juga menunjukkan kharisma tersendiri sebagai Davi yang labil dan bimbang menentukan pilihan antara cinta dan karirnya.
Apresiasi patut diberikan pada sutradara Affandi yang mampu menekankan karakterisasi tokoh-tokohnya dengan maksimal dan menegaskan porsi yang seimbang di antara mereka. Maka dari itu meski trio Julie-Rizky-Fedi yang menjadi sentral cerita, aktor-aktris lainnya berhasil mencuri perhatian di setiap scene yang dipercayakan. Lihat bagaimana kocaknya duet Omesh dan Ringgo yang bodoh tetapi setia saudara. Sebagai kru inti Heart-break.com trio Sophie-Edo-Lukman juga tergolong konsisten dengan gaya khas masing-masing.
Keseluruhan elemen yang bersinergi dengan pas itu menjadikan Aku Atau Dia sebuah sekuel yang tergarap baik dan mampu meneruskan rasa gemas dan haru yang sama dalam menyaksikannya. Kelemahan justru terasa pada unsur non teknis dimana sinematografi yang dihadirkan terasa kurang maksimal, lebih disebabkan pada pencahayaan dan pengadeganan yang tidak stabil. Belum lagi produk-produk sponsor yang hadir terlalu dominan sampai seakan menjadi warna utama film. Endingnya mungkin menyenangkan penonton tapi bagi saya masih menyimpan beberapa pertanyaan dasar yang seharusnya bisa dituntaskan dengan tepat. Bagaimana menurut pendapat anda?
Durasi:
95 menit
Overall:
7.5 out of 10
Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa
Hubungan panjang Dafi dan Novi yang terjalin sejak kuliah menjadi kandas setelah Dafi memasuki dunia kerja. Tawaran partnership di law firm milik Amara tampaknya lebih menarik bagi Dafi apalagi Amara memberikan perhatian khusus padanya. Novi yang kecewa lantas menyewa jasa Heartbreak.Com yang dipimpin Mbak Eliza untuk memenangkan hati Dafi kembali. Tentunya Mbak Eliza tidak sendirian dan mengutus Rama untuk berpura-pura sebagai pacar Novi untuk mengusik perhatian Dafi. Semua berjalan lancar apalagi Novi juga dibantu saudara-saudaranya Pipit, Wawan dan Asep yang kompak. Namun akankah semua yang sudah rusak bisa dengan mudah diperbaiki?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh One Star Productions dan gala premierenya dilangsungkan di Djakarta Theatre tanggal 16 Oktober 2010 yang lalu.
Cast:
Fedi Nuril sebagai Rama
Julie Estelle sebagai Novi
Rizky Hanggono sebag
Terbitkan Entri
Ringgo Agus Rahman sebagai Asep
Ananda Omesh sebagai Wawan
Aline Adita sebagai Amara
Sophie Navita sebagai Mbak Elza
Alex Abbad sebagai Felipe
Edo Borne
Lukman Sardi
Yama Carlos
Director:
Masih ditangani oleh Affandi Abdul Rachman yang juga menggarap prekuelnya Heartbreak.Com
Comment:
Akhir tahun lalu ada sebuah drama komedi romantis lokal yang nilainya di atas rata-rata meskipun plotnya tidak terlalu orisinil. Itulah Heart-break.com yang dibintangi Ramon dan Raihaanun pada waktu itu.
Nyaris setahun kemudian muncul sekuelnya yang ditulis Affandi bersama Nataya Bagya dengan background cerita yang kurang lebih sama. Bedanya kali ini pihak wanita yang merasa tersakiti dan membutuhkan jasa Heart-break.com tersebut. Dan Julie Estelle lah yang mendapat tugas tersebut dan sebagai leading lady ia berhasil membagi peran dipasangkan dengan siapapun di setiap scenenya. Lihat transformasi karakter Novi di awal cerita yang rapuh dan tak berdaya menjadi tegar dan rasional di akhir cerita. Demikian juga dengan Fedi yang sedikit memberikan aksen berbeda dari peran-peran biasanya, karakter Rama dibawakannya dengan spontanitas yang natural. Cukup lama absen dari layar lebar, Rizky juga menunjukkan kharisma tersendiri sebagai Davi yang labil dan bimbang menentukan pilihan antara cinta dan karirnya.
Apresiasi patut diberikan pada sutradara Affandi yang mampu menekankan karakterisasi tokoh-tokohnya dengan maksimal dan menegaskan porsi yang seimbang di antara mereka. Maka dari itu meski trio Julie-Rizky-Fedi yang menjadi sentral cerita, aktor-aktris lainnya berhasil mencuri perhatian di setiap scene yang dipercayakan. Lihat bagaimana kocaknya duet Omesh dan Ringgo yang bodoh tetapi setia saudara. Sebagai kru inti Heart-break.com trio Sophie-Edo-Lukman juga tergolong konsisten dengan gaya khas masing-masing.
Keseluruhan elemen yang bersinergi dengan pas itu menjadikan Aku Atau Dia sebuah sekuel yang tergarap baik dan mampu meneruskan rasa gemas dan haru yang sama dalam menyaksikannya. Kelemahan justru terasa pada unsur non teknis dimana sinematografi yang dihadirkan terasa kurang maksimal, lebih disebabkan pada pencahayaan dan pengadeganan yang tidak stabil. Belum lagi produk-produk sponsor yang hadir terlalu dominan sampai seakan menjadi warna utama film. Endingnya mungkin menyenangkan penonton tapi bagi saya masih menyimpan beberapa pertanyaan dasar yang seharusnya bisa dituntaskan dengan tepat. Bagaimana menurut pendapat anda?
Durasi:
95 menit
Overall:
7.5 out of 10
Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa
Kamis, 28 Oktober 2010
MAFIA INSYAF : Romansa Ketua Mafia dan Polisi Wanita Bentrok Gank
Storyline:
Gank mafia bernama Macan Polkadot sudah diwariskan secara turun temurun kepada Kendra yang bersaudara juga dengan Romi dan Jodi. Awalnya Kendra sah-sah saja menjalani tuntutan dari sang ibunda, Dewi. Namun semua berubah saat ia berjumpa dengan Selma, gadis cantik enerjik yang juga jatuh hati padanya. Kendra pun mencari segala cara untuk memenangkan hati Selma termasuk mendengarkan saran dari asistennya yang bodoh, Bejo. Saat Kendra mengetahui bahwa Selma ternyata seorang komisaris polisi, ia berniat pensiun dari dunia yang membesarkannya itu. Keputusan yang tidak mudah karena rival mereka, gank Kampak Ungu berencana lain. Berhasilkah Kendra menjalani hidup barunya tersebut?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Kanta Indah Film bersama BIC Production dan gala premierenya dilangsungkan di fX tanggal 25 Oktober 2010.
Cast:
Atiqah Hasiholan sebagai Selma
Tora Sudiro sebagai Kendra
Indah Kallalo sebagai Alexa
Kieran Sindhu sebagai Bobby
Zaky Zimah sebagai Bejo
Ferry Ardiansyah
Guntur
Anindhika
H. Djaja Miharja
Director:
Merupakan debut penyutradaraan bagi Otoy Witoyo.
Comment:
Rasanya baru pekan lalu kita disuguhkan film nasional bergenre komedi aksi dalam judul Perjaka Terakhir 2 yang mengecewakan itu. Dan seperti sudah bisa diduga, semua nilai minus dalam film yang saya sebutkan itu terulang lagi dalam film yang diproduseri oleh Budi Mulyono ini.
Plot ceritanya tumpang tindih mulai dari romansa dua insan dengan profesi bertolak belakang, lalu ada perseteruan antar dua gank mafia besar, juga ada pertikaian antar pembasmi kejahatan dengan pelaku kejahatan itu sendiri, belum lagi kakak beradik pintar-pintar bodoh yang saling berinteraksi dengan cara yang teramat aneh, ditambah dengan aksi sensualitas di antara beberapa karakternya. Bisa anda bayangkan kesemuanya itu campur aduk tanpa benang merah yang jelas? Terus terang saya sendiri tidak berani melakukannya jika belum menyaksikannya dengan mata kepala sendiri!
Minimnya pengalaman sutradara Otoy memperparah eksekusi dari skrip yang sedemikian ruwetnya. Nyaris tidak ada penekanan apapun pada karakternya yang seakan hanya lalu lalang silih berganti di setiap scene yang dihadirkan. Alhasil konstruksi cerita menjadi lemah dan fokusnya menjadi tidak penting lagi. Semua dipaksakan mengalir dari awal sampai akhir tanpa peduli minat penonton yang sudah sedemikian jatuh sejak menit-menit pertama.
Dari jajaran cast, saya sedikit menyayangkan keputusan Atiqah bermain disini. Ia yang biasanya mampu mengangkat sebuah film, tidak mampu berbuat apa-apa terhadap tokoh Selma yang dipercayakan padanya tanpa latar belakang yang jelas. Sedangkan Tora mengulangi apa yang sudah beribu-ribu kali dilakukan sebelumnya dengan tokoh Kendra yang beridentitas sepuluh itu. Lain lagi dengan Indah yang lagi-lagi melakukan beberapa adegan syur, beruntung masih ditambahkan sedikit porsi laga yang harus dilakukannya. Jika tidak? Hm.. Kelucuan Zaky disini menjadi tidak berguna karena karakter yang diperankannya juga nyaris tidak berpengaruh apa-apa.
Mafia Insyaf lebih merupakan sebuah film medioker dengan gaya kelas film televisi yang tidak menawarkan apapun yang patut dibanggakan selain ide yang hanya menjadi ide kosong belaka. Satu-satunya yang mungkin masih berusaha dijual adalah porsi adegan laganya yang kerapkali ditampilkan mengisi keterbelakangan cerita, itupun jatuhnya masih tanggung. Apa mau dikata?
Durasi:
85 menit
Overall:
6 out of 10
Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa
Gank mafia bernama Macan Polkadot sudah diwariskan secara turun temurun kepada Kendra yang bersaudara juga dengan Romi dan Jodi. Awalnya Kendra sah-sah saja menjalani tuntutan dari sang ibunda, Dewi. Namun semua berubah saat ia berjumpa dengan Selma, gadis cantik enerjik yang juga jatuh hati padanya. Kendra pun mencari segala cara untuk memenangkan hati Selma termasuk mendengarkan saran dari asistennya yang bodoh, Bejo. Saat Kendra mengetahui bahwa Selma ternyata seorang komisaris polisi, ia berniat pensiun dari dunia yang membesarkannya itu. Keputusan yang tidak mudah karena rival mereka, gank Kampak Ungu berencana lain. Berhasilkah Kendra menjalani hidup barunya tersebut?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Kanta Indah Film bersama BIC Production dan gala premierenya dilangsungkan di fX tanggal 25 Oktober 2010.
Cast:
Atiqah Hasiholan sebagai Selma
Tora Sudiro sebagai Kendra
Indah Kallalo sebagai Alexa
Kieran Sindhu sebagai Bobby
Zaky Zimah sebagai Bejo
Ferry Ardiansyah
Guntur
Anindhika
H. Djaja Miharja
Director:
Merupakan debut penyutradaraan bagi Otoy Witoyo.
Comment:
Rasanya baru pekan lalu kita disuguhkan film nasional bergenre komedi aksi dalam judul Perjaka Terakhir 2 yang mengecewakan itu. Dan seperti sudah bisa diduga, semua nilai minus dalam film yang saya sebutkan itu terulang lagi dalam film yang diproduseri oleh Budi Mulyono ini.
Plot ceritanya tumpang tindih mulai dari romansa dua insan dengan profesi bertolak belakang, lalu ada perseteruan antar dua gank mafia besar, juga ada pertikaian antar pembasmi kejahatan dengan pelaku kejahatan itu sendiri, belum lagi kakak beradik pintar-pintar bodoh yang saling berinteraksi dengan cara yang teramat aneh, ditambah dengan aksi sensualitas di antara beberapa karakternya. Bisa anda bayangkan kesemuanya itu campur aduk tanpa benang merah yang jelas? Terus terang saya sendiri tidak berani melakukannya jika belum menyaksikannya dengan mata kepala sendiri!
Minimnya pengalaman sutradara Otoy memperparah eksekusi dari skrip yang sedemikian ruwetnya. Nyaris tidak ada penekanan apapun pada karakternya yang seakan hanya lalu lalang silih berganti di setiap scene yang dihadirkan. Alhasil konstruksi cerita menjadi lemah dan fokusnya menjadi tidak penting lagi. Semua dipaksakan mengalir dari awal sampai akhir tanpa peduli minat penonton yang sudah sedemikian jatuh sejak menit-menit pertama.
Dari jajaran cast, saya sedikit menyayangkan keputusan Atiqah bermain disini. Ia yang biasanya mampu mengangkat sebuah film, tidak mampu berbuat apa-apa terhadap tokoh Selma yang dipercayakan padanya tanpa latar belakang yang jelas. Sedangkan Tora mengulangi apa yang sudah beribu-ribu kali dilakukan sebelumnya dengan tokoh Kendra yang beridentitas sepuluh itu. Lain lagi dengan Indah yang lagi-lagi melakukan beberapa adegan syur, beruntung masih ditambahkan sedikit porsi laga yang harus dilakukannya. Jika tidak? Hm.. Kelucuan Zaky disini menjadi tidak berguna karena karakter yang diperankannya juga nyaris tidak berpengaruh apa-apa.
Mafia Insyaf lebih merupakan sebuah film medioker dengan gaya kelas film televisi yang tidak menawarkan apapun yang patut dibanggakan selain ide yang hanya menjadi ide kosong belaka. Satu-satunya yang mungkin masih berusaha dijual adalah porsi adegan laganya yang kerapkali ditampilkan mengisi keterbelakangan cerita, itupun jatuhnya masih tanggung. Apa mau dikata?
Durasi:
85 menit
Overall:
6 out of 10
Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa
Senin, 25 Oktober 2010
BEAST STALKER : Kecelakaan Berbuntut Trauma Penyanderaan
Storyline:
Sebuah kecelakaan mengubah hidup mereka selamanya.. Sersan Tong Fei tanpa sengaja membunuh gadis kecil putri kembar Ann Gao. Untuk itu ia merasa benar-benar bertanggungjawab terhadap hidup Ling, putri kembar Ann yang tersisa. Sayangnya Ling justru diculik oleh penjahat Hung atas tuntutan Zhang Yidong untuk sejumlah tebusan dimana Ann harus menyerahkan sample darah kasus yang sedang ditanganinya. Berkejaran dengan waktu, Tong Fei harus mengerahkan segala usaha terbaiknya untuk meringkus Hung yang kejam yang juga harus mengobati istrinya yang terbaring lemah tanpa daya.
Nice-to-know:
Berjudul asli Ching yan untuk peredaran Hongkong nya.
Cast:
Nicholas Tse sebagai Sersan Tong
Zhang Jingchu sebagai pengacara Ann Gao
Nick Cheung sebagai buronan Hung
Liu Kai Chi sebagai Sun
Tung Cho 'Joe' Cheung sebagai Judge Lee
Sherman Chung sebagai Christy
Philip Keung sebagai Cheung Yat-Tung (as Ho-man Keung)
Director:
Dante Lam pertama kali mengawali debutnya lewat G4 te gong (1997).
Comment:
Cukup lama action flick buatan Hongkong tidak mencuat dari segi kreatifitas belakangan ini. Ide yang brilian biasanya dieksekusi dengan seadanya sehingga tidak ada yang baru. Berbeda dengan film ini. Meskipun elemen demi elemen yang dihadirkannya tidak unik tetapi untungnya disajikan dengan nuansa kekelaman yang tepat sehingga tercipta sebuah tontonan yang miris dalam arti yang positif.
Semua karakter disini terasa abu-abu. Mereka ditempatkan dalam situasi yang sulit sehingga jiwa aslinya muncul. Sebut saja Nic Tse yang lama tidak menunjukkan potensi terbaiknya dalam film. Disini ia mempotretkan karakter polisi dengan emosi kemarahan dan trauma kepedihan yang berbaur sempurna. Mewakili antagonis, Nick Cheung memang berbakat dalam memainkan kompleksitas pembunuh keji dengan mata kiri yang rusak mengerikan. Ada juga Zhang Jingchu yang semakin mengukuhkan premis aktris bertalenta sebagai wanita pengacara yang harus meindungi kasus dan keluarganya sendiri.
Itulah yang coba dijual sutradara Dante Lam disini. Eksplorasi karakter ketiga tokoh utama dilakukan dengan sangat baik sehingga mampu mempermainkan perasaan penonton dari awal sampai akhir seperti rollercoaster. Ditambah dengan ending yang cerdas, seakan meletakkan kepingan terakhir pada puzzle yang belum sempurna, The Beast Stalker yang memenangkan 28th Hongkong Film Award kategori Best Actor dan Best Supporting Actor ini akan membuat anda jatuh cinta kembali pada sinema Hongkong di tahun 2000an ini. Sedikit mengingatkan pada Babel ataupun Crash yang juga multi plot dan sanggup berbicara banyak di penghargaan festival film internasional.
Durasi:
110 menit
Overall:
8 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Sebuah kecelakaan mengubah hidup mereka selamanya.. Sersan Tong Fei tanpa sengaja membunuh gadis kecil putri kembar Ann Gao. Untuk itu ia merasa benar-benar bertanggungjawab terhadap hidup Ling, putri kembar Ann yang tersisa. Sayangnya Ling justru diculik oleh penjahat Hung atas tuntutan Zhang Yidong untuk sejumlah tebusan dimana Ann harus menyerahkan sample darah kasus yang sedang ditanganinya. Berkejaran dengan waktu, Tong Fei harus mengerahkan segala usaha terbaiknya untuk meringkus Hung yang kejam yang juga harus mengobati istrinya yang terbaring lemah tanpa daya.
Nice-to-know:
Berjudul asli Ching yan untuk peredaran Hongkong nya.
Cast:
Nicholas Tse sebagai Sersan Tong
Zhang Jingchu sebagai pengacara Ann Gao
Nick Cheung sebagai buronan Hung
Liu Kai Chi sebagai Sun
Tung Cho 'Joe' Cheung sebagai Judge Lee
Sherman Chung sebagai Christy
Philip Keung sebagai Cheung Yat-Tung (as Ho-man Keung)
Director:
Dante Lam pertama kali mengawali debutnya lewat G4 te gong (1997).
Comment:
Cukup lama action flick buatan Hongkong tidak mencuat dari segi kreatifitas belakangan ini. Ide yang brilian biasanya dieksekusi dengan seadanya sehingga tidak ada yang baru. Berbeda dengan film ini. Meskipun elemen demi elemen yang dihadirkannya tidak unik tetapi untungnya disajikan dengan nuansa kekelaman yang tepat sehingga tercipta sebuah tontonan yang miris dalam arti yang positif.
Semua karakter disini terasa abu-abu. Mereka ditempatkan dalam situasi yang sulit sehingga jiwa aslinya muncul. Sebut saja Nic Tse yang lama tidak menunjukkan potensi terbaiknya dalam film. Disini ia mempotretkan karakter polisi dengan emosi kemarahan dan trauma kepedihan yang berbaur sempurna. Mewakili antagonis, Nick Cheung memang berbakat dalam memainkan kompleksitas pembunuh keji dengan mata kiri yang rusak mengerikan. Ada juga Zhang Jingchu yang semakin mengukuhkan premis aktris bertalenta sebagai wanita pengacara yang harus meindungi kasus dan keluarganya sendiri.
Itulah yang coba dijual sutradara Dante Lam disini. Eksplorasi karakter ketiga tokoh utama dilakukan dengan sangat baik sehingga mampu mempermainkan perasaan penonton dari awal sampai akhir seperti rollercoaster. Ditambah dengan ending yang cerdas, seakan meletakkan kepingan terakhir pada puzzle yang belum sempurna, The Beast Stalker yang memenangkan 28th Hongkong Film Award kategori Best Actor dan Best Supporting Actor ini akan membuat anda jatuh cinta kembali pada sinema Hongkong di tahun 2000an ini. Sedikit mengingatkan pada Babel ataupun Crash yang juga multi plot dan sanggup berbicara banyak di penghargaan festival film internasional.
Durasi:
110 menit
Overall:
8 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Minggu, 24 Oktober 2010
GREENBERG : Pria “Istimewa” Hadapi Gadis “Sempurna
Quotes:
Florence Marr: You like old things.
Roger Greenberg: A shrink said to me once that I have trouble living in the present, so I linger on the past because I felt like I never really lived it in the first place, you know?
Storyline:
Florence adalah gadis cantik yang pandai mengurus anak-anak dan anjing. Itulah sebabnya Phillip dan Carol Greenberg sangat mempercayainya. Namun saat mereka berlibur, Florence harus menghadapi Roger, kakak kandung Phillip yang baru dibebaskan dari Rumah Sakit Jiwa. Roger tidak seperti kebanyakan orang, ia memiliki pola pikir khusus yang tidak bisa dipahami begitu saja. Namun bagaimanapun Roger tetap membutuhkan orang-orang di sekitarnya termasuk Florence, Ivan sahabatnya dan juga tetangga-tetangganya. Akankah Roger dan Florence dapat saling mengerti di saat kerjasama di antara keduanya seringkali dibutuhkan di saat yang tidak tepat?
Nice-to-know:
Awalnya karakter Roger Greenberg digambarkan berusia 30 tahun sebelum dirombak kembali, Mark Ruffalo sempat dipertimbangkan untuk mengisi peran ini.
Cast:
Penampilan Ben Stiller sebagai Roger Greenberg setelah Night at the Museum: Battle of the Smithsonian (2009).
Greta Gerwig sebagai Florence Marr
Rhys Ifans sebagai Ivan Schrank
Merritt Wever sebagai Gina
Chris Messina sebagai Phillip Greenberg
Susan Traylor sebagai Carol Greenberg
Director:
Noah Baumbach memulai debut penyutradaraannya lewat Kicking and Screaming (1995).
Comment:
Ben Stiller adalah satu dari sedikit komedian Hollywood yang tidak selalu berusaha melucu untuk membuat penonton tertawa. Nuansa jenaka yang ia pancarkan tergolong natural. Itulah sebabnya film-film yang dibintanginya mayoritas bergenre drama terlepas pada akhirnya diembel-embeli komedi romantis, komedi saja ataupun tidak sekalipun.|
Dalam film yang skripnya ditulis oleh Baumbach dan Jennifer Jason Leigh ini lebih patut dikategorikan ke dalam drama murni. Premisnya mengenai pria dewasa yang harus menjalani kehidupan paska keluar dari Rumah Sakit Jiwa. Bukan karena gangguan jiwa tapi lebih karena caranya menyikapi hidup yang jauh berbeda daripada orang lain. Itu sebabnya sulit mengharapkan insane umum bisa memahami dirinya secara utuh.
Ben menjiwai Roger dengan ciri khasnya sendiri. Jangan salah menilai, anda tidak akan menertawakannya dengan mudah kali ini seperti film-film terdahulunya. Lewat serangkaian tindak tanduk dan tutur katanya, secara tidak langsung ia berupaya mengundang simpati anda untuk melihat dunia dari sudut pandangnya. Sayang tidak diceritakan masa lalunya yang membuatnya begitu, belum lagi interaksi dengan satu-satunya keluarga yaitu adiknya sendiri hanya terjalin lewat telepon saja.
Sosok Gerwig akan mengingatkan anda pada Kate Winslet. Florence, gadis baik-baik berpemikiran sederhana ini memang seperti kebalikan Roger. Itu sebabnya chemistry keduanya terasa klop dan mampu saling mengisi. Bukan dari sudut pandang romantisme tapi dari naturalisme yang believeable. Kemunculan Ifans sebagai teman setia Roger juga turut memberikan warna tersendiri. Ivan yang bergaya Brit itu punya cara sendiri untuk memahami pemikiran Roger.
Yang mengasyikkan dari garapan sutradara Baumbach ini adalah alur cerita yang sulit ditebak arahnya. Layaknya pikiran Roger yang selalu bercabang, anda juga terus menerka-nerka adegan apa yang selanjutnya disodorkan. Bagi yang bisa bersabar mengingat tempo lambat yang diusung drama dewasa ini akan bisa memahami dunia hipokrit di sekitar anda. Bagamina tiap orang di sekitar anda mempunyai penilaian sendiri tentang anda terlepas dari baik buruknya sisi tersebut.
Durasi:
105 menit
U.S. Box Office:
$4,216,789 till May 2010 (limited showing)
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Florence Marr: You like old things.
Roger Greenberg: A shrink said to me once that I have trouble living in the present, so I linger on the past because I felt like I never really lived it in the first place, you know?
Storyline:
Florence adalah gadis cantik yang pandai mengurus anak-anak dan anjing. Itulah sebabnya Phillip dan Carol Greenberg sangat mempercayainya. Namun saat mereka berlibur, Florence harus menghadapi Roger, kakak kandung Phillip yang baru dibebaskan dari Rumah Sakit Jiwa. Roger tidak seperti kebanyakan orang, ia memiliki pola pikir khusus yang tidak bisa dipahami begitu saja. Namun bagaimanapun Roger tetap membutuhkan orang-orang di sekitarnya termasuk Florence, Ivan sahabatnya dan juga tetangga-tetangganya. Akankah Roger dan Florence dapat saling mengerti di saat kerjasama di antara keduanya seringkali dibutuhkan di saat yang tidak tepat?
Nice-to-know:
Awalnya karakter Roger Greenberg digambarkan berusia 30 tahun sebelum dirombak kembali, Mark Ruffalo sempat dipertimbangkan untuk mengisi peran ini.
Cast:
Penampilan Ben Stiller sebagai Roger Greenberg setelah Night at the Museum: Battle of the Smithsonian (2009).
Greta Gerwig sebagai Florence Marr
Rhys Ifans sebagai Ivan Schrank
Merritt Wever sebagai Gina
Chris Messina sebagai Phillip Greenberg
Susan Traylor sebagai Carol Greenberg
Director:
Noah Baumbach memulai debut penyutradaraannya lewat Kicking and Screaming (1995).
Comment:
Ben Stiller adalah satu dari sedikit komedian Hollywood yang tidak selalu berusaha melucu untuk membuat penonton tertawa. Nuansa jenaka yang ia pancarkan tergolong natural. Itulah sebabnya film-film yang dibintanginya mayoritas bergenre drama terlepas pada akhirnya diembel-embeli komedi romantis, komedi saja ataupun tidak sekalipun.|
Dalam film yang skripnya ditulis oleh Baumbach dan Jennifer Jason Leigh ini lebih patut dikategorikan ke dalam drama murni. Premisnya mengenai pria dewasa yang harus menjalani kehidupan paska keluar dari Rumah Sakit Jiwa. Bukan karena gangguan jiwa tapi lebih karena caranya menyikapi hidup yang jauh berbeda daripada orang lain. Itu sebabnya sulit mengharapkan insane umum bisa memahami dirinya secara utuh.
Ben menjiwai Roger dengan ciri khasnya sendiri. Jangan salah menilai, anda tidak akan menertawakannya dengan mudah kali ini seperti film-film terdahulunya. Lewat serangkaian tindak tanduk dan tutur katanya, secara tidak langsung ia berupaya mengundang simpati anda untuk melihat dunia dari sudut pandangnya. Sayang tidak diceritakan masa lalunya yang membuatnya begitu, belum lagi interaksi dengan satu-satunya keluarga yaitu adiknya sendiri hanya terjalin lewat telepon saja.
Sosok Gerwig akan mengingatkan anda pada Kate Winslet. Florence, gadis baik-baik berpemikiran sederhana ini memang seperti kebalikan Roger. Itu sebabnya chemistry keduanya terasa klop dan mampu saling mengisi. Bukan dari sudut pandang romantisme tapi dari naturalisme yang believeable. Kemunculan Ifans sebagai teman setia Roger juga turut memberikan warna tersendiri. Ivan yang bergaya Brit itu punya cara sendiri untuk memahami pemikiran Roger.
Yang mengasyikkan dari garapan sutradara Baumbach ini adalah alur cerita yang sulit ditebak arahnya. Layaknya pikiran Roger yang selalu bercabang, anda juga terus menerka-nerka adegan apa yang selanjutnya disodorkan. Bagi yang bisa bersabar mengingat tempo lambat yang diusung drama dewasa ini akan bisa memahami dunia hipokrit di sekitar anda. Bagamina tiap orang di sekitar anda mempunyai penilaian sendiri tentang anda terlepas dari baik buruknya sisi tersebut.
Durasi:
105 menit
U.S. Box Office:
$4,216,789 till May 2010 (limited showing)
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Sabtu, 23 Oktober 2010
RED : Jangan Kambing Hitamkan Pensiunan Berbahaya
Quotes:
Marvin Boggs-Why are you trying to kill me?
Frank Moses-Look, why would I be trying to kill you?
Marvin Boggs-Because last time we met, I tried to kill you.
Frank Moses-That was a long time ago.
Marvin Boggs: Some people hold on to things like that.
Storyline:
Frank Moses menjalani hari-hari pensiunnya sendirian sambil terkadang berbincang dengan customer service Sarah Ross yang juga tidak beruntung dalam hal asmara. Namun ketenangan Frank mendadak terganggu saat rumahnya disatroni sekelompok pasukan rahasia yang membunuhnya. Bukan Frank namanya jika ia tidak bisa lolos sebab ia adalah seorang pensiunan CIA. Frank pun melarikan diri ke Kansas City dan melibatkan Sarah yang baru ditemuinya. Disana ia bergabung dengan mantan agen top lainnya yaitu Marvin, Joe dan Victoria yang ternyata menjadi target juga dari pasukan khusus yang dipimpin William Cooper. Siapa yang sesungguhnya mendalangi operasi tersebut? Berhasilkah mereka memaksimalkan pengalaman dan sisa keahlian untuk bertahan hidup?
Nice-to-know:
Brian Cox dan Helen Mirren memerankan agen Rusia dan Inggris. Dalam kehidupan nyata, latar belakang keduanya adalah sebaliknya dimana Brian Cox asli Inggris sedangkan Mirren yang lahir di Inggris beraksen Rusia.
Cast:
Tidak terlalu sukses dalam film terakhirnya Cop Out (2010), Bruce Willis berperan sebagai Frank Moses, pensiunan CIA yang terusik ketenangan hidupnya.
Angkat nama selama 5 tahun terakhir dari serial televisi Weeds, Mary Louise Parker kini bermain kembali dalam film layar lebar sebagai Sarah Ross.
John Malkovich sebagai Marvin Boggs
Hellen Mirren sebagai Victoria
Brian Cox sebagai Ivan Simanov
Morgan Freeman sebagai Joe Matheson
Karl Urban sebagai William Cooper
Director:
Pria kelahiran Jerman bernama Robert Schwentke ini terakhir dipuji saat mengarahkan Eric Bana dan Rachel McAdams dalam The Time Traveller’s Wife (2009).
Comment:
Ide cerita ini diangkat dari novel grafis D.C. Comics karya Warren Ellis dan Cully Hamner dengan genre action komedi. Tidak banyak hal baru yang bisa ditawarkan disini tetapi penyampaian ke penonton lah yang membuatnya berbeda dimana berbagai twist mampu membuatnya terasa fresh!
Dari segi aksi, penggunaan berbagai jenis senjata api, bom asap, granat sampai pertarungan tangan kosong para agen uzur tersebut ditampilkan dalam kapasitas penuh. Keahlian mereka yang sudah terpahat bertahun-tahun benar-benar menjadi senjata mematikan disini.
Dari segi humor, hubungan kerja yang terbentuk diantara mereka selama berpuluh-puluh tahun lamanya terasa menyimpan banyak cerita tersendiri sehingga celetukan maupun sindiran tajam bernada sarkastis tak jarang mampu menghadirkan derai tawa lepas yang tak berkesudahan di setiap scenenya.
Sutradara Schwentke juga dengan cerdas memadukan kedua elemen tersebut lewat perpindahan dinamis chapter demi chapter yang ditandai dengan postcard bertuliskan nama lokasi kejadian secara simultan. Teka-teki mengapa Moses dkk diburu CIA yang harus dipecahkan juga tidak lantas dijawab begitu saja. Pada awalnya mereka terlihat sama bingungnya dengan penonton tetapi melihat kegigihan mereka rasanya cukup membuat kita percaya akan kebenaran sejati yang berusaha diperjuangkan mereka. Lambat laun petunjuk demi petunjuk pun terbuka dengan sendirinya yang mengarah pada satu konklusi yang cukup untuk menjelaskan semua.
Dari jajaran cast, nama-nama senior ini bisa jadi jaminan sendiri. Willis kembali dengan peran superhero yang rapuh sekaligus tangguh di luar franchise Die Hard yang membesarkan namanya itu. Malkovich seperti biasa jago bertingkah konyol dan menyebalkan dengan berbagai ekspresi wajahnya itu. Cox dan Mirren lain lagi dalam menjiwai peranan dua mantan agen yang pernah saling mencintai, lihat ketangguhan mereka berdua membombardir musuh dengan revolver otomatis!
Dari generasi yang sedikit lebih muda diwakili oleh Karl Urban yang memberikan gambaran menarik sebagai agen CIA handal masa kini yang harus berdiri di antara tugas nyata dan kata hatinya sendiri. Jangan lupakan juga Mary Louise Parker yang innocent tapi berbagi chemistry yang manis dengan Willis disini.
R.E.D adalah sebuah comedy action flick yang sangat menghibur bagi penonton dari semua kalangan usia. Berbagai pakem film aksi dijaga disini dimana pahlawan tidak pernah membunuh orang baik sekalipun dan kebaikan akan selalu menang melawan kejahatan pada akhirnya. Mungkin bukan film aksi kelas satu yang anda harapkan akan menjadi timeless masterpiece tetapi jelas akan cukup berharga mengisi waktu luang anda di kala akhir pekan yang santai.
Durasi:
110 menit
U.S. Box Office:
$21,761,408 till mid Oct 2010
Overall:
7.5 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Marvin Boggs-Why are you trying to kill me?
Frank Moses-Look, why would I be trying to kill you?
Marvin Boggs-Because last time we met, I tried to kill you.
Frank Moses-That was a long time ago.
Marvin Boggs: Some people hold on to things like that.
Storyline:
Frank Moses menjalani hari-hari pensiunnya sendirian sambil terkadang berbincang dengan customer service Sarah Ross yang juga tidak beruntung dalam hal asmara. Namun ketenangan Frank mendadak terganggu saat rumahnya disatroni sekelompok pasukan rahasia yang membunuhnya. Bukan Frank namanya jika ia tidak bisa lolos sebab ia adalah seorang pensiunan CIA. Frank pun melarikan diri ke Kansas City dan melibatkan Sarah yang baru ditemuinya. Disana ia bergabung dengan mantan agen top lainnya yaitu Marvin, Joe dan Victoria yang ternyata menjadi target juga dari pasukan khusus yang dipimpin William Cooper. Siapa yang sesungguhnya mendalangi operasi tersebut? Berhasilkah mereka memaksimalkan pengalaman dan sisa keahlian untuk bertahan hidup?
Nice-to-know:
Brian Cox dan Helen Mirren memerankan agen Rusia dan Inggris. Dalam kehidupan nyata, latar belakang keduanya adalah sebaliknya dimana Brian Cox asli Inggris sedangkan Mirren yang lahir di Inggris beraksen Rusia.
Cast:
Tidak terlalu sukses dalam film terakhirnya Cop Out (2010), Bruce Willis berperan sebagai Frank Moses, pensiunan CIA yang terusik ketenangan hidupnya.
Angkat nama selama 5 tahun terakhir dari serial televisi Weeds, Mary Louise Parker kini bermain kembali dalam film layar lebar sebagai Sarah Ross.
John Malkovich sebagai Marvin Boggs
Hellen Mirren sebagai Victoria
Brian Cox sebagai Ivan Simanov
Morgan Freeman sebagai Joe Matheson
Karl Urban sebagai William Cooper
Director:
Pria kelahiran Jerman bernama Robert Schwentke ini terakhir dipuji saat mengarahkan Eric Bana dan Rachel McAdams dalam The Time Traveller’s Wife (2009).
Comment:
Ide cerita ini diangkat dari novel grafis D.C. Comics karya Warren Ellis dan Cully Hamner dengan genre action komedi. Tidak banyak hal baru yang bisa ditawarkan disini tetapi penyampaian ke penonton lah yang membuatnya berbeda dimana berbagai twist mampu membuatnya terasa fresh!
Dari segi aksi, penggunaan berbagai jenis senjata api, bom asap, granat sampai pertarungan tangan kosong para agen uzur tersebut ditampilkan dalam kapasitas penuh. Keahlian mereka yang sudah terpahat bertahun-tahun benar-benar menjadi senjata mematikan disini.
Dari segi humor, hubungan kerja yang terbentuk diantara mereka selama berpuluh-puluh tahun lamanya terasa menyimpan banyak cerita tersendiri sehingga celetukan maupun sindiran tajam bernada sarkastis tak jarang mampu menghadirkan derai tawa lepas yang tak berkesudahan di setiap scenenya.
Sutradara Schwentke juga dengan cerdas memadukan kedua elemen tersebut lewat perpindahan dinamis chapter demi chapter yang ditandai dengan postcard bertuliskan nama lokasi kejadian secara simultan. Teka-teki mengapa Moses dkk diburu CIA yang harus dipecahkan juga tidak lantas dijawab begitu saja. Pada awalnya mereka terlihat sama bingungnya dengan penonton tetapi melihat kegigihan mereka rasanya cukup membuat kita percaya akan kebenaran sejati yang berusaha diperjuangkan mereka. Lambat laun petunjuk demi petunjuk pun terbuka dengan sendirinya yang mengarah pada satu konklusi yang cukup untuk menjelaskan semua.
Dari jajaran cast, nama-nama senior ini bisa jadi jaminan sendiri. Willis kembali dengan peran superhero yang rapuh sekaligus tangguh di luar franchise Die Hard yang membesarkan namanya itu. Malkovich seperti biasa jago bertingkah konyol dan menyebalkan dengan berbagai ekspresi wajahnya itu. Cox dan Mirren lain lagi dalam menjiwai peranan dua mantan agen yang pernah saling mencintai, lihat ketangguhan mereka berdua membombardir musuh dengan revolver otomatis!
Dari generasi yang sedikit lebih muda diwakili oleh Karl Urban yang memberikan gambaran menarik sebagai agen CIA handal masa kini yang harus berdiri di antara tugas nyata dan kata hatinya sendiri. Jangan lupakan juga Mary Louise Parker yang innocent tapi berbagi chemistry yang manis dengan Willis disini.
R.E.D adalah sebuah comedy action flick yang sangat menghibur bagi penonton dari semua kalangan usia. Berbagai pakem film aksi dijaga disini dimana pahlawan tidak pernah membunuh orang baik sekalipun dan kebaikan akan selalu menang melawan kejahatan pada akhirnya. Mungkin bukan film aksi kelas satu yang anda harapkan akan menjadi timeless masterpiece tetapi jelas akan cukup berharga mengisi waktu luang anda di kala akhir pekan yang santai.
Durasi:
110 menit
U.S. Box Office:
$21,761,408 till mid Oct 2010
Overall:
7.5 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Jumat, 22 Oktober 2010
SETAN FACEBOOOK : Arwah Penasaran Hantui Jaringan Online
Quotes:
Ronny-Siapa yang tau setan gak bakal gentayangan lagi?
Storyline:
Kecanduan Facebook memang lumrah terjadi di kalangan anak muda jaman sekarang. Remaja belasan tahun Farah termasuk salah satunya. Ia gemar sekali mengupdate status Facebooknya dimana saja dan kapan saja. Hal ini tak jarang merugikan dirinya sendiri karena diusir dari kelas pada saat mata kuliah dosennya ataupun dikomplain kekasihnya, Nauvam dan sahabat karibnya, Cici. Ketakutan mulai melanda Farah saat tahu satu persatu temannya yang mendapat konfirmasi pertemanan dengan sosok misterius bernama Mira Anindhita tewas mengenaskan. Farah meminta bantuan Rony yang jago hack yang mengarahkannya pada Oma Pujo, keluarga dekat Mira. Apa yang sesungguhnya terjadi dengan Mira?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh D’Color Entertainment dan diproduseri oleh Harris Nizam.
Cast:
Cindy Anggrina sebagai Farah
Boy Hamzah sebagai Nauvam
Jehaan Sienna sebagai Cici
Maeeva Amin sebagai Mira Anindhita
Waqid
Ricky Ertan
Director:
Helfi Ch Kardit mengawali karirnya dengan sebuah horor yang masih berkualitas lumayan yaitu Bangku Kosong (2006).
Comment:
Sejak awal cerita yang ditulis oleh M. Ilhamka Nizam dan Anggoro ini memang terkesan mengada-ngada. Namun dalam dunia perfilman tidak pernah ada standar baku yang tidak dapat digunakan. Ide senyeleneh apapun sebenarnya tetap bisa dikerjakan asal dibekali dengan kelengkapan-kelengkapan yang memadai. Bagaimana dengan film ini?
Sutradara Helfi tampaknya sekuat tenaga berusaha serasional mungkin menerjemahkan skrip tersebut dengan waras. Hal ini terlihat dari 30 menit pertamanya yang mencoba menampilkan latar belakang kehidupan remaja yang perlahan-lahan mulai menyikapi misteri yang dihadapinya. Namun semakin lama jatuhnya justru semakin tidak meyakinkan.
Pertama, kemunculan setan yang teramat janggal. Kadang ia muncul setelah lampu padam atau listrik mati yang anehnya masih bisa terkoneksi dengan internet? Provider apakah itu yang anti disconnect? Ataukah ia menggunakan portal khusus untuk memindahkan dirinya seperti pintu kemana saja? Sampai sini, itulah yang menarik untuk dicari tahu!
Kedua, motif setan yang semula misterius menjadi tidak penting lagi. Penonton sudah keburu jengah untuk digiring menuju ending yang sebetulnya dipersiapkan menjadi kejutan tersendiri. Balas dendamkah karena setan kebetulan lupa log out setelah sign in sehingga Facebooknya dihack orang? Hm, coba anda cari tahu sendiri.
Dua hal yang tidak meyakinkan itu semakin diperburuk dengan irrasionalnya tokoh-tokoh yang kebetulan “hidup” dalam film ini. Farah yang sok gaul bin oon, Cici yang makan teman, Nauvam yang peselingkuh, Ronny yang penjahat kelamin, Pak Dosen yang mesum dsb. Tidak ada satupun rasanya yang membuat kita bersimpati apalagi peduli pada nasibnya.
Segala uneg-uneg yang saya sebutkan di atas rasanya sudah cukup bagi anda untuk menilai kualitas Setan Facebook ini secara garis besar. Apalagi dengan penampakan yang ala kadarnya, rambut panjang dan muka rusak dalam gaun putih, mudah-mudahan setan ini bisa bertransformasi secara lebih sempurna dalam “sekuel”nya kelak. Twitter, anyone?
Durasi:
80 menit
Overall:
6 out of 10
Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa
Ronny-Siapa yang tau setan gak bakal gentayangan lagi?
Storyline:
Kecanduan Facebook memang lumrah terjadi di kalangan anak muda jaman sekarang. Remaja belasan tahun Farah termasuk salah satunya. Ia gemar sekali mengupdate status Facebooknya dimana saja dan kapan saja. Hal ini tak jarang merugikan dirinya sendiri karena diusir dari kelas pada saat mata kuliah dosennya ataupun dikomplain kekasihnya, Nauvam dan sahabat karibnya, Cici. Ketakutan mulai melanda Farah saat tahu satu persatu temannya yang mendapat konfirmasi pertemanan dengan sosok misterius bernama Mira Anindhita tewas mengenaskan. Farah meminta bantuan Rony yang jago hack yang mengarahkannya pada Oma Pujo, keluarga dekat Mira. Apa yang sesungguhnya terjadi dengan Mira?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh D’Color Entertainment dan diproduseri oleh Harris Nizam.
Cast:
Cindy Anggrina sebagai Farah
Boy Hamzah sebagai Nauvam
Jehaan Sienna sebagai Cici
Maeeva Amin sebagai Mira Anindhita
Waqid
Ricky Ertan
Director:
Helfi Ch Kardit mengawali karirnya dengan sebuah horor yang masih berkualitas lumayan yaitu Bangku Kosong (2006).
Comment:
Sejak awal cerita yang ditulis oleh M. Ilhamka Nizam dan Anggoro ini memang terkesan mengada-ngada. Namun dalam dunia perfilman tidak pernah ada standar baku yang tidak dapat digunakan. Ide senyeleneh apapun sebenarnya tetap bisa dikerjakan asal dibekali dengan kelengkapan-kelengkapan yang memadai. Bagaimana dengan film ini?
Sutradara Helfi tampaknya sekuat tenaga berusaha serasional mungkin menerjemahkan skrip tersebut dengan waras. Hal ini terlihat dari 30 menit pertamanya yang mencoba menampilkan latar belakang kehidupan remaja yang perlahan-lahan mulai menyikapi misteri yang dihadapinya. Namun semakin lama jatuhnya justru semakin tidak meyakinkan.
Pertama, kemunculan setan yang teramat janggal. Kadang ia muncul setelah lampu padam atau listrik mati yang anehnya masih bisa terkoneksi dengan internet? Provider apakah itu yang anti disconnect? Ataukah ia menggunakan portal khusus untuk memindahkan dirinya seperti pintu kemana saja? Sampai sini, itulah yang menarik untuk dicari tahu!
Kedua, motif setan yang semula misterius menjadi tidak penting lagi. Penonton sudah keburu jengah untuk digiring menuju ending yang sebetulnya dipersiapkan menjadi kejutan tersendiri. Balas dendamkah karena setan kebetulan lupa log out setelah sign in sehingga Facebooknya dihack orang? Hm, coba anda cari tahu sendiri.
Dua hal yang tidak meyakinkan itu semakin diperburuk dengan irrasionalnya tokoh-tokoh yang kebetulan “hidup” dalam film ini. Farah yang sok gaul bin oon, Cici yang makan teman, Nauvam yang peselingkuh, Ronny yang penjahat kelamin, Pak Dosen yang mesum dsb. Tidak ada satupun rasanya yang membuat kita bersimpati apalagi peduli pada nasibnya.
Segala uneg-uneg yang saya sebutkan di atas rasanya sudah cukup bagi anda untuk menilai kualitas Setan Facebook ini secara garis besar. Apalagi dengan penampakan yang ala kadarnya, rambut panjang dan muka rusak dalam gaun putih, mudah-mudahan setan ini bisa bertransformasi secara lebih sempurna dalam “sekuel”nya kelak. Twitter, anyone?
Durasi:
80 menit
Overall:
6 out of 10
Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa
Kamis, 21 Oktober 2010
ROKKAP : Asmara Gadis Batak Pelukis Tuna Netra
Quotes:
Ivy-Semoga aja loe dapet jodoh orang Batak kayak gue.
Bow-Asal berambut!
Storyline:
Dikarenakan kecelakaan di masa kecil, Lingga yang kini berusia 31 tahun harus menjalani hidup sebagai tuna netra. Namun Tuhan yang maha adil memberikan kelebihan lain pada gadis Batak itu yakni memiliki kemampuan melukis yang mumpuni. Hasil karyanya itu dijual untuk menghidupi keluarga yang menyisakan ayah dan kakak perempuan yang sangat menyayanginya itu. Di belahan bumi lain, Bow terpaksa menyanggupi permintaan kedua sahabatnya, Gun dan Ivy untuk melakukan sesi foto pre wedding di Danau Toba. Disanalah Bow yang awalnya tertarik pada lukisan Lingga akhirnya bertemu dengan pelukisnya. Keduanya saling jatuh cinta satu sama lain meski ayah Lingga tidak menyetujui hubungan itu begitu saja dan juga Bow belum sepenuhnya putus dari kekasihnya, Vienna yang tinggal di Bali. Mampukah keduanya bersatu di antara segala perbedaan yang mendasar tersebut?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Promise Land Pictures dan gala premierenya dilangsungkan di Senayan City XXI tanggal 20 Oktober 2010.
Cast:
Alex Abbad sebagai Bonaventura Christoper
Kinaryosih sebagai Lingga
Agastya Kandou sebagai Gun
Sarah Jane sebagai Ivy
Tongam Sirait sebagai Ayah Lingga
Iyuth Pakpahan sebagai Vienna
Yondik Tanto
Director:
Kolaborasi pertama BM Joe, Ginanti Rona Tembang Asri dan Hendra "Pay" Arifin Hutapea.
Comment:
Entah karena terlalu bersemangatkan indie atau tidak memiliki dana cukup untuk "berkampanye", film ini tiba-tiba melenggang mulus mengisi slot film nasional di minggu ketiga bulan Oktober 2010 ini. Hanya satu hari notifikasi! Namun melihat jajaran pemain dan sekilas posternya, rasanya masih ada sesuatu nilai tersembunyi yang coba dijual disini. Sekadar catatan tambahan, saya menontonnya bersama sekitar lima puluhan siswa-siswi pesantren yang juga didampingi bapak ibu guru mereka, bisa jadi sebagai wacana pembelajaran di sekolah.
Kinaryosih yang mengaku belajar aksen Batak selama sebulan penuh cukup berhasil menjiwai karakter gadis tunanetra Lingga yang berprofesi sebagai pelukis. Ketegarannya tergambar dari komunikasi yang dilakukannya kepada Yang Maha Kuasa serta kelembutan hatinya dalam bersikap terhadap sesamanya. Sedangkan Alex Abbad tampil di luar kebiasaannya yang urakan dan begundal, melainkan jiwa fotografer yang resah dalam mencari arti hidup sesungguhnya. Chemistry keduanya di dalam layar cukup menyatu meskipun alasan yang membuat keduanya cepat saling jatuh cinta tidak cukup kuat. Mungkin inilah yang dimaksud istilah "Rokkap" alias jodoh itu sendiri!
Sutradara Joe, Ginanti dan Pay berhasil menghadirkan lanskap Sumatera Utara dengan sedemikian indahnya. Pesisir Danau Toba yang menjadi latar belakang juga memberikan kontribusi sendiri dalam memanjakan mata. Plot ceritanya sangat kental dengan budaya Batak terbukti dari penggunaan bahasa, musik latar, setting hingga adat istiadatnya. Semua dihadirkan secara minimalis dan lembut, menyatu dengan kekuatan cerita sederhana yang coba dibangun dari awal.
Rokkap merupakan satu dari sangat sedikitnya film nasional off-mainstream yang berani mengusung idealisme tersendiri ini mungkin akan sangat membosankan bagi para penonton awam. Meskipun terkesan terburu-buru menutup layar, endingnya yang agak miris tak terduga sedikit banyak menjadikan drama ini cukup menggigit dan "bernilai" pada akhirnya.
Durasi:
75 menit
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa
Ivy-Semoga aja loe dapet jodoh orang Batak kayak gue.
Bow-Asal berambut!
Storyline:
Dikarenakan kecelakaan di masa kecil, Lingga yang kini berusia 31 tahun harus menjalani hidup sebagai tuna netra. Namun Tuhan yang maha adil memberikan kelebihan lain pada gadis Batak itu yakni memiliki kemampuan melukis yang mumpuni. Hasil karyanya itu dijual untuk menghidupi keluarga yang menyisakan ayah dan kakak perempuan yang sangat menyayanginya itu. Di belahan bumi lain, Bow terpaksa menyanggupi permintaan kedua sahabatnya, Gun dan Ivy untuk melakukan sesi foto pre wedding di Danau Toba. Disanalah Bow yang awalnya tertarik pada lukisan Lingga akhirnya bertemu dengan pelukisnya. Keduanya saling jatuh cinta satu sama lain meski ayah Lingga tidak menyetujui hubungan itu begitu saja dan juga Bow belum sepenuhnya putus dari kekasihnya, Vienna yang tinggal di Bali. Mampukah keduanya bersatu di antara segala perbedaan yang mendasar tersebut?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Promise Land Pictures dan gala premierenya dilangsungkan di Senayan City XXI tanggal 20 Oktober 2010.
Cast:
Alex Abbad sebagai Bonaventura Christoper
Kinaryosih sebagai Lingga
Agastya Kandou sebagai Gun
Sarah Jane sebagai Ivy
Tongam Sirait sebagai Ayah Lingga
Iyuth Pakpahan sebagai Vienna
Yondik Tanto
Director:
Kolaborasi pertama BM Joe, Ginanti Rona Tembang Asri dan Hendra "Pay" Arifin Hutapea.
Comment:
Entah karena terlalu bersemangatkan indie atau tidak memiliki dana cukup untuk "berkampanye", film ini tiba-tiba melenggang mulus mengisi slot film nasional di minggu ketiga bulan Oktober 2010 ini. Hanya satu hari notifikasi! Namun melihat jajaran pemain dan sekilas posternya, rasanya masih ada sesuatu nilai tersembunyi yang coba dijual disini. Sekadar catatan tambahan, saya menontonnya bersama sekitar lima puluhan siswa-siswi pesantren yang juga didampingi bapak ibu guru mereka, bisa jadi sebagai wacana pembelajaran di sekolah.
Kinaryosih yang mengaku belajar aksen Batak selama sebulan penuh cukup berhasil menjiwai karakter gadis tunanetra Lingga yang berprofesi sebagai pelukis. Ketegarannya tergambar dari komunikasi yang dilakukannya kepada Yang Maha Kuasa serta kelembutan hatinya dalam bersikap terhadap sesamanya. Sedangkan Alex Abbad tampil di luar kebiasaannya yang urakan dan begundal, melainkan jiwa fotografer yang resah dalam mencari arti hidup sesungguhnya. Chemistry keduanya di dalam layar cukup menyatu meskipun alasan yang membuat keduanya cepat saling jatuh cinta tidak cukup kuat. Mungkin inilah yang dimaksud istilah "Rokkap" alias jodoh itu sendiri!
Sutradara Joe, Ginanti dan Pay berhasil menghadirkan lanskap Sumatera Utara dengan sedemikian indahnya. Pesisir Danau Toba yang menjadi latar belakang juga memberikan kontribusi sendiri dalam memanjakan mata. Plot ceritanya sangat kental dengan budaya Batak terbukti dari penggunaan bahasa, musik latar, setting hingga adat istiadatnya. Semua dihadirkan secara minimalis dan lembut, menyatu dengan kekuatan cerita sederhana yang coba dibangun dari awal.
Rokkap merupakan satu dari sangat sedikitnya film nasional off-mainstream yang berani mengusung idealisme tersendiri ini mungkin akan sangat membosankan bagi para penonton awam. Meskipun terkesan terburu-buru menutup layar, endingnya yang agak miris tak terduga sedikit banyak menjadikan drama ini cukup menggigit dan "bernilai" pada akhirnya.
Durasi:
75 menit
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa
Rabu, 20 Oktober 2010
THE FOUR-FACED LIAR : Menentukan Pilihan Persahabatan Cinta Sejenis
Quotes:
Molly: Never have I been thrown up against a wall and kissed hard.
Bridget: Never have I ever been turned down.
Storyline:
Bridget, Trip, Molly, Chloe, Greg adalah lima orang berusia 20 tahunan yang berusaha mencari jati diri masing-masing di tengah hiruk-pikuk kota New York. Sepasang sahabat karib dan sepasang kekasih bertemu di sebuah bar Irlandia yang terletak di jalan West Village. Melalui berbagai perjumpaan, keempatnya menjadi terikat satu sama lain dan terlibat cinta, pengkhianatan dan patah hati sekaligus. Begitu sulitkah menentukan identitas di tengah kehidupan yang serba abu-abu tersebut?
Nice-to-know:
Diproduksi oeh Brillhart / Gonzales Productions, Cinescape Productions, OneZero Productions.
Cast:
Marja Lewis Ryan sebagai Bridget
Emily Peck sebagai Molly
Todd Kubrak sebagai Trip
Daniel Carlisle sebagai Greg
Liz Osborn sebagai Chloe
Director:
Feature film pertama bagi Jacob Chase setelah 6 film pendek sebelumnya.
Comment:
Sejujurnya saya tidak terlalu memperhatikan poster ataupun premis film ini sehingga memasuki pertengahan baru menyadari kalau ceritanya menyangkut lesbian dan pasangan straight yang berjuang mmepertahankan hubungan mereka. Okay, I’m an open-minded person. So, I treat every movies the same. Lagipula berapa banyak film yang bertemakan gay/lesbian yang bisa dirilis di bioskop Indonesia? Blitzmegaplex terbukti mampu memberikan ragam pilihan yang berbeda.
Judul film ini berasal dari nama sebuah bar di New York City. Ya lagi-lagi New York City yang dipilih oleh penulis skrip Marja Lewis Ryan sebagai setting lokasi kehidupannya. Bisa jadi terinspirasi oleh serial tenar Friends apalagi tokoh-tokoh utamanya memang beberapa pria wanita dewasa yang saling berinteraksi satu sama lain dengan segala problematikanya. Oleh karena itu sentralisasi karakter tidak terjadi karena frame selalu bergulir secara bergantian.
Dari segi akting, tidak ada masalah samasekali dari semua jajaran cast disini meskipun belum ada yang memiliki nama besar. Semuanya menghidupkan karakter masing-masing dengan pas dan natural. Terlebih Carlisle, Lewis Ryan dan Kubrak yang terlihat sangat menjiwai dengan ekspresi dan intonasi yang atraktif. Sayangnya kesemuanya itu pernah ditampilkan sebelumnya oleh puluhan judul Hollywood meski endingnya masih bersemangatkan indie movie yang kental.
Permasalahannya adalah saya tidak mampu berempati pada tokoh manapun juga dalam film ini. Bukan karena saya tidak mau peduli terhadap jalan cerita yang disodorkan melainkan kurangnya latar belakang dan visi masing-masing tokoh dalam menyikapi hidupnya. Seakan semuanya samar-samar dan sutradara Chase terus saja mengalir dengan supervisi dari Lewis Ryan yang tampaknya menyimpan ambisi pribadi tersendiri dengan proyeknya ini.
Kesalahan lain The Four-Faced Liar adalah kurang menyelipkan unsur komedi di dalamnya. Hal ini teramat penting untuk menyeimbangkan film yang sudah sarat dengan muatan sarkasme mengenai cinta, pengkhianatan dan patah hati itu sendiri. Namun jika anda menginginkan tontonan off-mainstream yang menjurus homoseksualitas (gay/lesbian), mungkin film ini bisa menjadi alternatif yang bijaksana. Belum tentu anda sependapat dengan saya, bukan?
Durasi:
85 menit
Overall:
6.5 out of 10
Movie-meter:
Molly: Never have I been thrown up against a wall and kissed hard.
Bridget: Never have I ever been turned down.
Storyline:
Bridget, Trip, Molly, Chloe, Greg adalah lima orang berusia 20 tahunan yang berusaha mencari jati diri masing-masing di tengah hiruk-pikuk kota New York. Sepasang sahabat karib dan sepasang kekasih bertemu di sebuah bar Irlandia yang terletak di jalan West Village. Melalui berbagai perjumpaan, keempatnya menjadi terikat satu sama lain dan terlibat cinta, pengkhianatan dan patah hati sekaligus. Begitu sulitkah menentukan identitas di tengah kehidupan yang serba abu-abu tersebut?
Nice-to-know:
Diproduksi oeh Brillhart / Gonzales Productions, Cinescape Productions, OneZero Productions.
Cast:
Marja Lewis Ryan sebagai Bridget
Emily Peck sebagai Molly
Todd Kubrak sebagai Trip
Daniel Carlisle sebagai Greg
Liz Osborn sebagai Chloe
Director:
Feature film pertama bagi Jacob Chase setelah 6 film pendek sebelumnya.
Comment:
Sejujurnya saya tidak terlalu memperhatikan poster ataupun premis film ini sehingga memasuki pertengahan baru menyadari kalau ceritanya menyangkut lesbian dan pasangan straight yang berjuang mmepertahankan hubungan mereka. Okay, I’m an open-minded person. So, I treat every movies the same. Lagipula berapa banyak film yang bertemakan gay/lesbian yang bisa dirilis di bioskop Indonesia? Blitzmegaplex terbukti mampu memberikan ragam pilihan yang berbeda.
Judul film ini berasal dari nama sebuah bar di New York City. Ya lagi-lagi New York City yang dipilih oleh penulis skrip Marja Lewis Ryan sebagai setting lokasi kehidupannya. Bisa jadi terinspirasi oleh serial tenar Friends apalagi tokoh-tokoh utamanya memang beberapa pria wanita dewasa yang saling berinteraksi satu sama lain dengan segala problematikanya. Oleh karena itu sentralisasi karakter tidak terjadi karena frame selalu bergulir secara bergantian.
Dari segi akting, tidak ada masalah samasekali dari semua jajaran cast disini meskipun belum ada yang memiliki nama besar. Semuanya menghidupkan karakter masing-masing dengan pas dan natural. Terlebih Carlisle, Lewis Ryan dan Kubrak yang terlihat sangat menjiwai dengan ekspresi dan intonasi yang atraktif. Sayangnya kesemuanya itu pernah ditampilkan sebelumnya oleh puluhan judul Hollywood meski endingnya masih bersemangatkan indie movie yang kental.
Permasalahannya adalah saya tidak mampu berempati pada tokoh manapun juga dalam film ini. Bukan karena saya tidak mau peduli terhadap jalan cerita yang disodorkan melainkan kurangnya latar belakang dan visi masing-masing tokoh dalam menyikapi hidupnya. Seakan semuanya samar-samar dan sutradara Chase terus saja mengalir dengan supervisi dari Lewis Ryan yang tampaknya menyimpan ambisi pribadi tersendiri dengan proyeknya ini.
Kesalahan lain The Four-Faced Liar adalah kurang menyelipkan unsur komedi di dalamnya. Hal ini teramat penting untuk menyeimbangkan film yang sudah sarat dengan muatan sarkasme mengenai cinta, pengkhianatan dan patah hati itu sendiri. Namun jika anda menginginkan tontonan off-mainstream yang menjurus homoseksualitas (gay/lesbian), mungkin film ini bisa menjadi alternatif yang bijaksana. Belum tentu anda sependapat dengan saya, bukan?
Durasi:
85 menit
Overall:
6.5 out of 10
Movie-meter:
Senin, 18 Oktober 2010
GOOD LUCK CHUCK : Kutukan Kencani Wanita-Wanita Cantik
Quotes:
Cam Wexler-Why teeth?
Charlie-Same reason as every other dentist. Couldn’t get into med school.
Cam Wexler-That’s funny!
Charlie-My parents didn’t think so.
Storyline:
Bermalam dengan wanita cantik setiap malam? Itu adalah kutukan paling beruntung! Setidaknya bagi Charlie Logan mempunyai banyak wanita single yang mengantri di depan pintu kamarnya. Selepas berkencan dengannya dijamin mereka akan menemukan belahan jiwanya. Ketika pada akhirnya Charlie jatuh cinta sungguhan kepada gadis cantik bernasib naas Cam, kutukan itu membawa malapetaka. Akankah Cam seperti wanita lainnya hanya singgah sementara di hidup Charlie?
Nice-to-know:
Ide poster film ini diambil dari cover majalah “Rolling Stone” yang menampilkan Yoko Ono dan John Lennon dimana Lennon tampil telanjang.
Cast:
Sebelumnya muncul dalam thriller yang tidak terlalu sukses yaitu Mr. Brooks, Dane Cook kali ini menjadi dokter gigi Charlie alias Chuck yang dikutuk teman wanita semasa kecil agar tidak pernah merasakan cinta yang sesungguhnya.
Baru saja tampil dalam Fantastic Four : The Rise Of Silver Surfer, Jessica Alba kini menjadi gadis pengurus habitat pinguin di kebun binatang bernama Cam yang selalu tertimpa musibah dimanapun.
Dan Fogler sebagai Stu
Lonny Ross sebagai Joe
Director:
Merupakan debut penyutradaraan pertama bagi Mark Helfrich yang lebih sering menjadi editor film sebelumnya termasuk dalam Rush Hour 3 (2007).
Comment:
Ciri khas film-film yang dibintangi Dane Cook adalah karakternya tampan dan disukai banyak wanita. Tentu saja karena selama ini ia juga bertindak sebagai produsernya sehingga bebas melakukan apapun pada peran yang akan dimainkannya. Hal itu juga yang terjadi disini. Jika anda bukan penggemar Cook, bisa jadi muak akan stereotype tersebut. Namun cobalah mengesampingkan fakta tersebut terlebih dahulu untuk menikmati film ini.
Plot ceritanya sederhana dan premisnya nyaris tidak dapat diterima akal sehat. Namun selayaknya komedi romantis, premis macam apapun dapat dihalalkan untuk membangun suasana lucu dan manis. “Kutukan” yang menimpa Charlie memang terasa mengada-ngada tetapi seiring berjalannya cerita, hal tersebut rasanya dapat termaafkan. Semua elemen yang dihadirkan disini terasa klise dan mudah ditebak. Jika saja anda pernah menyaksikan film bergenre serupa setidaknya sekali sebelumnya maka sejak menit-menit awal, anda akan tahu film ini mengarah kemana.
Sutradara Helfrich memang lebih banyak bermain di humor slapstick yang penuh dengan kata-kata jorok dan tonjolan buah dada disana-sini. Beberapa adegan memang berhasil membuat saya yang tergolong kategori penonton moderat ini terpingkal-pingkal dibuatnya.
Cook bisa dibilang melakukan apapun disini mulai dari striptease nyaris telanjang hingga bercinta dengan boneka penguin di akhir credit title. Segala polah tingkahnya mungkin lucu tapi terkadang over-the-top. Beruntung masih ada karakter yang dimainkan Fogler untuk menetralisir “pesona” Cook yang dominan itu. Sebaliknya Alba banyak melakukan kecerobohan disana-sini mulai dari terantuk hingga terpeleset. Ajaib rasanya jika ia masih hidup sampai detik ini. Sedikit fakta yang mengganggu, mulai pertengahan hingga akhir film, kesialan Alba seakan menghilang begitu saja tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Jujur saja skill romantic comedy Alba masih di bawah rata-rata, mengingat ia bukan Katherine Heigl atau Amy Adams.
Good Luck Chuck bisa dikatakan sudah memiliki blueprint love story sehingga duet Cook-Alba tinggal mengikuti jalur yang ada. Sebagai sebuah komedi romantis harus diakui cukup memuaskan walaupun nyaris tidak ada kreatifitas yang baru disini. Namun yang perlu anda lakukan adalah membuang jauh-jauh pikiran serius saat menyaksikannya untuk bisa menikmatinya.
Durasi:
100 menit
U.S. Box Office:
$34,925,283 till Nov 2007
Overall:
7.5 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Cam Wexler-Why teeth?
Charlie-Same reason as every other dentist. Couldn’t get into med school.
Cam Wexler-That’s funny!
Charlie-My parents didn’t think so.
Storyline:
Bermalam dengan wanita cantik setiap malam? Itu adalah kutukan paling beruntung! Setidaknya bagi Charlie Logan mempunyai banyak wanita single yang mengantri di depan pintu kamarnya. Selepas berkencan dengannya dijamin mereka akan menemukan belahan jiwanya. Ketika pada akhirnya Charlie jatuh cinta sungguhan kepada gadis cantik bernasib naas Cam, kutukan itu membawa malapetaka. Akankah Cam seperti wanita lainnya hanya singgah sementara di hidup Charlie?
Nice-to-know:
Ide poster film ini diambil dari cover majalah “Rolling Stone” yang menampilkan Yoko Ono dan John Lennon dimana Lennon tampil telanjang.
Cast:
Sebelumnya muncul dalam thriller yang tidak terlalu sukses yaitu Mr. Brooks, Dane Cook kali ini menjadi dokter gigi Charlie alias Chuck yang dikutuk teman wanita semasa kecil agar tidak pernah merasakan cinta yang sesungguhnya.
Baru saja tampil dalam Fantastic Four : The Rise Of Silver Surfer, Jessica Alba kini menjadi gadis pengurus habitat pinguin di kebun binatang bernama Cam yang selalu tertimpa musibah dimanapun.
Dan Fogler sebagai Stu
Lonny Ross sebagai Joe
Director:
Merupakan debut penyutradaraan pertama bagi Mark Helfrich yang lebih sering menjadi editor film sebelumnya termasuk dalam Rush Hour 3 (2007).
Comment:
Ciri khas film-film yang dibintangi Dane Cook adalah karakternya tampan dan disukai banyak wanita. Tentu saja karena selama ini ia juga bertindak sebagai produsernya sehingga bebas melakukan apapun pada peran yang akan dimainkannya. Hal itu juga yang terjadi disini. Jika anda bukan penggemar Cook, bisa jadi muak akan stereotype tersebut. Namun cobalah mengesampingkan fakta tersebut terlebih dahulu untuk menikmati film ini.
Plot ceritanya sederhana dan premisnya nyaris tidak dapat diterima akal sehat. Namun selayaknya komedi romantis, premis macam apapun dapat dihalalkan untuk membangun suasana lucu dan manis. “Kutukan” yang menimpa Charlie memang terasa mengada-ngada tetapi seiring berjalannya cerita, hal tersebut rasanya dapat termaafkan. Semua elemen yang dihadirkan disini terasa klise dan mudah ditebak. Jika saja anda pernah menyaksikan film bergenre serupa setidaknya sekali sebelumnya maka sejak menit-menit awal, anda akan tahu film ini mengarah kemana.
Sutradara Helfrich memang lebih banyak bermain di humor slapstick yang penuh dengan kata-kata jorok dan tonjolan buah dada disana-sini. Beberapa adegan memang berhasil membuat saya yang tergolong kategori penonton moderat ini terpingkal-pingkal dibuatnya.
Cook bisa dibilang melakukan apapun disini mulai dari striptease nyaris telanjang hingga bercinta dengan boneka penguin di akhir credit title. Segala polah tingkahnya mungkin lucu tapi terkadang over-the-top. Beruntung masih ada karakter yang dimainkan Fogler untuk menetralisir “pesona” Cook yang dominan itu. Sebaliknya Alba banyak melakukan kecerobohan disana-sini mulai dari terantuk hingga terpeleset. Ajaib rasanya jika ia masih hidup sampai detik ini. Sedikit fakta yang mengganggu, mulai pertengahan hingga akhir film, kesialan Alba seakan menghilang begitu saja tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Jujur saja skill romantic comedy Alba masih di bawah rata-rata, mengingat ia bukan Katherine Heigl atau Amy Adams.
Good Luck Chuck bisa dikatakan sudah memiliki blueprint love story sehingga duet Cook-Alba tinggal mengikuti jalur yang ada. Sebagai sebuah komedi romantis harus diakui cukup memuaskan walaupun nyaris tidak ada kreatifitas yang baru disini. Namun yang perlu anda lakukan adalah membuang jauh-jauh pikiran serius saat menyaksikannya untuk bisa menikmatinya.
Durasi:
100 menit
U.S. Box Office:
$34,925,283 till Nov 2007
Overall:
7.5 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Minggu, 17 Oktober 2010
STEP UP 3D : Perebutan Uang dan Gengsi Kompetisi Tarian Dunia
Quotes:
Luke-What is it that you love about dance?
Natalie-Everything you need to know is in my dancing.
Luke-Everything?
Storyline:
Masuk ke universitas baru tidak membuat persahabatan Moose dan Camille putus. Mereka tetap akrab satu sama lain hingga Moose tidak bisa menyembunyikan ketertarikannya untuk tetap menari. Di sebuah taman umum, ia berkenalan dengan Luke yang membawanya ke gedung tua basis perkumpulan para penari hip-hop yang dinamakan The Vault. Luke bukannya tanpa niat karena tunggakan sewa gedung tersebut sudah 5 bulan tidak dibayar. Dan satu-satunya cara melunasinya adalah dengan memenangkan kompetisi dansa hip-hop dunia yang akan segera berlangsung. Di sisi lain, Luke juga harus berurusan dengan mantan partner dansanya, Julian yang sudah bergabung dengan Samurai, rival berat Pirates. Siapa yang akan keluar sebagai juara pada final World Jam tersebut?
Nice-to-know:
Adam G. Sevani dan Alyson Stoner sudah pernah bekerjasama sebelumnya dalam beberapa iklan 'JC Penney', video klip Missy Elliott dan rekaman Youtube mereka yang berjudul "Thriller" Remix.
Cast:
Sebelumnya mendapat peran kecil dalam Surrogates (2009) nya Bruce Willis, Rick Malambri bermain sebagai Luke, pentolan grup penari hip-hop Pirates.
Adam G. Sevani sebagai Moose
Sharni Vinson sebagai Natalie
Alyson Stoner sebagai Camille
Joe Slaughter sebagai Julien
Director:
Pria kelahiran Palo Alto pada 2 November 1979 bernama Jon M Chu ini masih melanjutkan Step Up 2 : The Streets (2008) yang juga ditanganinya.
Comment:
Sudah terbukti sebelumnya bahwa dalam film-film yang menonjolkan tarian, cerita bukanlah yang utama. Dan hal tersebut diulangi lagi disini. Plot ceritanya seperti ditulis dalam waktu 15 menit saja oleh duet penulis Amy Andelson dan Emily Meyer sehingga menghasilkan storyline yang klise.
Belum ditambah kinerja Duane Adler dalam menyusun dialog para karakternya yang benar-benar terasa easy dan cheesy. Kedua hal itu tidak dipungkiri sangat mempengaruhi akting para pemainnya. Di luar fakta bahwa nyaris semua aktor-aktrisnya adalah dancer, keempat tokoh utama mendapatkan porsi yang cukup dominan. Sevani sebagai Moose harus diakui lebih berkarakter dibandingkan Malambri sebagai Luke. Sevani seakan dihadapkan pada dua pilihan, studi atau tari dan chemistrynya dengan Stoner terkesan lebih jujur. Sayangnya fokus cerita lebih terarah pada pasangan Malambri dan Vinson yang tidak jauh beda dengan apa yang disuguhkan film-film sejenis sebelumnya.
Di samping empat nama di atas, para dancer asli itu menjalankan tugasnya dengan baik. Termasuk si kembar Santiago yaitu Martin dan Facundo Lombard serta Chadd Smith sebagai Robot Dance Vlad yang cukup mencuri perhatian.
Beruntung sutradara Chu tidak berlama-lama dalam bercerita, melainkan tetap berpusat pada konsep utama dalam melahirkan suatu tontonan tari hiphop yang koreografinya fresh dengan track-track R&B andalan dari nama-nama seperti Flo Rida, T-Pain, Mims, Busta Rhymes dll yang ear-catchy itu. Dalam hal ini Chu menyiasatinya dengan mempercepat tempo dan memaksimalkan unsur 3D yang sejak semula dibebatkannya. Nice work! Lihat openingnya saat Sevani menyuguhkan tarian pembuka di taman hiburan. Atau gelembung-gelembung sabun yang berwarna-warni saat Malambri dan Vinson bermain bersama. Atau warna-warni kostum The Pirates di tarian pamungkas. Semua itu menjadikan Step Up 3D tersaji dalam tarian berenergi tinggi yang dikombinasikan dengan permainan kamera yang inovatif. Layak tonton terutama anda yang sudah mengikuti dua prekuelnya. Nilai 7.5 untuk 2D dan 8 untuk 3D nya!
Durasi:
105 menit
U.S. Box Office:
$42,240,870 till mid Oct 2010
Overall:
8 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Luke-What is it that you love about dance?
Natalie-Everything you need to know is in my dancing.
Luke-Everything?
Storyline:
Masuk ke universitas baru tidak membuat persahabatan Moose dan Camille putus. Mereka tetap akrab satu sama lain hingga Moose tidak bisa menyembunyikan ketertarikannya untuk tetap menari. Di sebuah taman umum, ia berkenalan dengan Luke yang membawanya ke gedung tua basis perkumpulan para penari hip-hop yang dinamakan The Vault. Luke bukannya tanpa niat karena tunggakan sewa gedung tersebut sudah 5 bulan tidak dibayar. Dan satu-satunya cara melunasinya adalah dengan memenangkan kompetisi dansa hip-hop dunia yang akan segera berlangsung. Di sisi lain, Luke juga harus berurusan dengan mantan partner dansanya, Julian yang sudah bergabung dengan Samurai, rival berat Pirates. Siapa yang akan keluar sebagai juara pada final World Jam tersebut?
Nice-to-know:
Adam G. Sevani dan Alyson Stoner sudah pernah bekerjasama sebelumnya dalam beberapa iklan 'JC Penney', video klip Missy Elliott dan rekaman Youtube mereka yang berjudul "Thriller" Remix.
Cast:
Sebelumnya mendapat peran kecil dalam Surrogates (2009) nya Bruce Willis, Rick Malambri bermain sebagai Luke, pentolan grup penari hip-hop Pirates.
Adam G. Sevani sebagai Moose
Sharni Vinson sebagai Natalie
Alyson Stoner sebagai Camille
Joe Slaughter sebagai Julien
Director:
Pria kelahiran Palo Alto pada 2 November 1979 bernama Jon M Chu ini masih melanjutkan Step Up 2 : The Streets (2008) yang juga ditanganinya.
Comment:
Sudah terbukti sebelumnya bahwa dalam film-film yang menonjolkan tarian, cerita bukanlah yang utama. Dan hal tersebut diulangi lagi disini. Plot ceritanya seperti ditulis dalam waktu 15 menit saja oleh duet penulis Amy Andelson dan Emily Meyer sehingga menghasilkan storyline yang klise.
Belum ditambah kinerja Duane Adler dalam menyusun dialog para karakternya yang benar-benar terasa easy dan cheesy. Kedua hal itu tidak dipungkiri sangat mempengaruhi akting para pemainnya. Di luar fakta bahwa nyaris semua aktor-aktrisnya adalah dancer, keempat tokoh utama mendapatkan porsi yang cukup dominan. Sevani sebagai Moose harus diakui lebih berkarakter dibandingkan Malambri sebagai Luke. Sevani seakan dihadapkan pada dua pilihan, studi atau tari dan chemistrynya dengan Stoner terkesan lebih jujur. Sayangnya fokus cerita lebih terarah pada pasangan Malambri dan Vinson yang tidak jauh beda dengan apa yang disuguhkan film-film sejenis sebelumnya.
Di samping empat nama di atas, para dancer asli itu menjalankan tugasnya dengan baik. Termasuk si kembar Santiago yaitu Martin dan Facundo Lombard serta Chadd Smith sebagai Robot Dance Vlad yang cukup mencuri perhatian.
Beruntung sutradara Chu tidak berlama-lama dalam bercerita, melainkan tetap berpusat pada konsep utama dalam melahirkan suatu tontonan tari hiphop yang koreografinya fresh dengan track-track R&B andalan dari nama-nama seperti Flo Rida, T-Pain, Mims, Busta Rhymes dll yang ear-catchy itu. Dalam hal ini Chu menyiasatinya dengan mempercepat tempo dan memaksimalkan unsur 3D yang sejak semula dibebatkannya. Nice work! Lihat openingnya saat Sevani menyuguhkan tarian pembuka di taman hiburan. Atau gelembung-gelembung sabun yang berwarna-warni saat Malambri dan Vinson bermain bersama. Atau warna-warni kostum The Pirates di tarian pamungkas. Semua itu menjadikan Step Up 3D tersaji dalam tarian berenergi tinggi yang dikombinasikan dengan permainan kamera yang inovatif. Layak tonton terutama anda yang sudah mengikuti dua prekuelnya. Nilai 7.5 untuk 2D dan 8 untuk 3D nya!
Durasi:
105 menit
U.S. Box Office:
$42,240,870 till mid Oct 2010
Overall:
8 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Sabtu, 16 Oktober 2010
BOO : Terjebak Malam Halloween di Rumah Sakit Terbengkalai
Quotes:
Allan-I don't believe in ghosts.
Meg-Don't worry, you will.
Storyline:
Lima sekawan Emmett, Freddy, Marie, Kevin dan Jessie sepakat untuk merayakan malam Halloween di sebuah RS yang terbengkalai bernama Linda Vista. Sementara itu Allan bertemu dengan kawan ayahnya, Arlo Ray Baines dan meminta bantuannya untuk menemukan saudarinya, Meg yang lenyap di RS tersebut. Kedua kelompok ini bertemu di lantai 3 bekas institusi gangguan jiwa. Gangguan supernatural mulai menghantui mereka satu persatu. Jessie yang peka menelusuri masa lalu bahwa salah satu pasien Jacob yang selalu mencoba kabur adalah permasalahan utamanya. Akankah mereka berhasil keluar hidup-hidup dari sana?
Nice-to-know:
Dalam sebuah interview, sutradara Ferrante menyampaikan bahwa Dig Wayne yang memerankan Arlo Ray Baines alias Dynamite Jones memiliki lima episode sendiri antara lain Meet Dynamite Jones, Dynamite Ignited, Dynamite Jones vs The Dope Pope, Dynamite Jones vs Count Pimpula dan Dynamite Jones vs Frankenfro yang sempat muncul dalam pesawat televisi di film Boo ini.
Cast:
Jilon Ghai sebagai Kevin
Happy Mahaney sebagai Emmett
Nicole Rayburn sebagai Marie
Josh Holt sebagai Freddy
Trish Coren sebagai Jessie Holden
Director:
Anthony C. Ferrante ini seringkali menjabat sebagai penulis, produser, aktor, spesial dan visual efek dalam film-film kecil yang pernah ditanganinya.
Comment:
Rasanya baru kemarin kita menyaksikan Asylum yang rilis 2008 tapi baru tayang di Indonesia tahun ini. Sama halnya dengan Boo produksi Graveyard Filmworks yang rilis 2005 bahkan sudah beredar di Singapura tahun 2006 yang lalu! Walaupun telat tidak ada salahnya menyaksikan ini terutama bagi saya pecinta berat film horor/thriller dari berbagai kelas dan kualitas sekalipun.
Jika plotnya sudah sedemikian mirip dengan yang sudah-sudah tentunya yang bisa dijual dari sebuah film horor adalah akting dan ketakutan. Untuk aspek pertama, film ini flat. Bagi para aktor muda seperti Ghai, Mahaney, Holt tidak mengesankan samasekali. Sedangkan Coren yang harusnya memimpin sebagai Jessie juga tidak terlalu meyakinkan. Penglihatan-penglihatannya akan masa lalu cukup mengganggu alur yang berusaha dikembangkan. Tidak bisa disalahkan juga karena mereka semua belum memiliki jam terbang yang mencukupi. Beruntung masih ada karakter jagoan kulit hitam Dynamite Jones yang meskipun terasa out of place tetapi cukup memberikan warna tersendiri disini.
Sutradara Ferrante tergolong mampu menonjolkan aspek yang kedua yaitu ketakutan. Semua itu lebih dikarenakan setting rumah sakit yang memang sedemikian gelap, megah, usang dan ditinggalkan yang bahkan lebih seram dari kemunculan hantu itu sendiri yang lebih banyak memakai grafis visual efek. Permainan kamera dalam menangkap setiap sudut ruangan mulai dari dalam lift hingga tangga darurat juga terbilang sukses menakuti penonton. Tentunya tak lepas dari beberapa elemen kejutan tiba-tiba yang walaupun klise nyatanya masih bisa bekerja dengan baik.
Sebagai horor berbujet rendah, Boo cukup maksimal dan bahkan sedikit lebih baik daripada horor buatan Hollywood belakangan ini. Unsur gory nya cukup terjaga dan tidak sampai berlebihan. Secara keseluruhan dapat dikatakan film yang tidak terlalu baik kualitasnya tetapi saya tetap terjaga menyaksikannya selama 90 menit. That's why i gave it 7 out of 10!
Durasi:
90 menit
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Allan-I don't believe in ghosts.
Meg-Don't worry, you will.
Storyline:
Lima sekawan Emmett, Freddy, Marie, Kevin dan Jessie sepakat untuk merayakan malam Halloween di sebuah RS yang terbengkalai bernama Linda Vista. Sementara itu Allan bertemu dengan kawan ayahnya, Arlo Ray Baines dan meminta bantuannya untuk menemukan saudarinya, Meg yang lenyap di RS tersebut. Kedua kelompok ini bertemu di lantai 3 bekas institusi gangguan jiwa. Gangguan supernatural mulai menghantui mereka satu persatu. Jessie yang peka menelusuri masa lalu bahwa salah satu pasien Jacob yang selalu mencoba kabur adalah permasalahan utamanya. Akankah mereka berhasil keluar hidup-hidup dari sana?
Nice-to-know:
Dalam sebuah interview, sutradara Ferrante menyampaikan bahwa Dig Wayne yang memerankan Arlo Ray Baines alias Dynamite Jones memiliki lima episode sendiri antara lain Meet Dynamite Jones, Dynamite Ignited, Dynamite Jones vs The Dope Pope, Dynamite Jones vs Count Pimpula dan Dynamite Jones vs Frankenfro yang sempat muncul dalam pesawat televisi di film Boo ini.
Cast:
Jilon Ghai sebagai Kevin
Happy Mahaney sebagai Emmett
Nicole Rayburn sebagai Marie
Josh Holt sebagai Freddy
Trish Coren sebagai Jessie Holden
Director:
Anthony C. Ferrante ini seringkali menjabat sebagai penulis, produser, aktor, spesial dan visual efek dalam film-film kecil yang pernah ditanganinya.
Comment:
Rasanya baru kemarin kita menyaksikan Asylum yang rilis 2008 tapi baru tayang di Indonesia tahun ini. Sama halnya dengan Boo produksi Graveyard Filmworks yang rilis 2005 bahkan sudah beredar di Singapura tahun 2006 yang lalu! Walaupun telat tidak ada salahnya menyaksikan ini terutama bagi saya pecinta berat film horor/thriller dari berbagai kelas dan kualitas sekalipun.
Jika plotnya sudah sedemikian mirip dengan yang sudah-sudah tentunya yang bisa dijual dari sebuah film horor adalah akting dan ketakutan. Untuk aspek pertama, film ini flat. Bagi para aktor muda seperti Ghai, Mahaney, Holt tidak mengesankan samasekali. Sedangkan Coren yang harusnya memimpin sebagai Jessie juga tidak terlalu meyakinkan. Penglihatan-penglihatannya akan masa lalu cukup mengganggu alur yang berusaha dikembangkan. Tidak bisa disalahkan juga karena mereka semua belum memiliki jam terbang yang mencukupi. Beruntung masih ada karakter jagoan kulit hitam Dynamite Jones yang meskipun terasa out of place tetapi cukup memberikan warna tersendiri disini.
Sutradara Ferrante tergolong mampu menonjolkan aspek yang kedua yaitu ketakutan. Semua itu lebih dikarenakan setting rumah sakit yang memang sedemikian gelap, megah, usang dan ditinggalkan yang bahkan lebih seram dari kemunculan hantu itu sendiri yang lebih banyak memakai grafis visual efek. Permainan kamera dalam menangkap setiap sudut ruangan mulai dari dalam lift hingga tangga darurat juga terbilang sukses menakuti penonton. Tentunya tak lepas dari beberapa elemen kejutan tiba-tiba yang walaupun klise nyatanya masih bisa bekerja dengan baik.
Sebagai horor berbujet rendah, Boo cukup maksimal dan bahkan sedikit lebih baik daripada horor buatan Hollywood belakangan ini. Unsur gory nya cukup terjaga dan tidak sampai berlebihan. Secara keseluruhan dapat dikatakan film yang tidak terlalu baik kualitasnya tetapi saya tetap terjaga menyaksikannya selama 90 menit. That's why i gave it 7 out of 10!
Durasi:
90 menit
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Label:
7,
anthony c ferrante,
boo,
horor,
jilon ghai,
josh holt,
trish coren
Jumat, 15 Oktober 2010
PERJAKA TERAKHIR 2 : Mewarisi Kitab Pusaka Perguruan Silat
Storyline:
Lewat sebuah peristiwa pengutilan di supermarket tempatnya bekerja, Sam berkenalan dengan hansip yang sedang berkeliling, Sugeng. Kebetulan perguruan silat yang membesarkan Sam sedang mencari pemuda bertampang culun yang tiada berkemampuan untuk dijadikan murid. Ki Geledek, Bu Topan Mas Petir sepakat mengajari Sugeng semua ilmu-ilmu dasar yang harus dikuasainya. Namun tantangan semakin berat saat Ki Wedan yang menuntut balas dendam akan sakit hatinya kembali mengincar Kitab Pusaka perguruan Sam. Akankah Sam dan Sugeng berhasil bersatu menghadapi gempuran Ki Wedan yang kian tangguh itu?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Diwangkara Pictures.
Cast:
Fahrani sebagai Sam
Ringgo Agus Rahman sebagai Sugeng
Barri Bintang sebagai Ki Wedan
Barry Prima
Joe Project
Weni Rosaline
Director:
Jacki
Comment:
Masih dengan mengandalkan nama Fahrani untuk mendongkrak film ini. Jika di film pertamanya ada Aming yang kemayu, disini ada Ringgo yang culun. Tidak jauh berbeda, bukan? Dalam artian sama-sama untuk ditertawakan. Dalam menampilkan mimik konyol, Ringgo memang jagonya, mulai dari nyengir, mesum, serius bisa dilakoninya dengan baik. Fahrani kali ini banyak mengumbar tatonya yang terpampang di berbagai bagian tubuhnya yang langsing dan jenjang itu, tentu saja hanya dari bagian belakang. Selain mereka masih ada Barry Prima yang sekali lagi mempertontonkan sedikit kemampuan berlaganya. Lalu ada juga Barri Bintang yang terlihat cukup meyakinkan dengan jaket kulit serba hitamnya.
Sutradara Jacki dapat dikatakan berhasil memaksimalkan efek-efek pertarungan dengan seheboh dan seseru mungkin. Coba lihat adegan menghindari helm di openingnya, sedikit meniru The Matrix dengan stop motionnya. Atau batu-batu yang beterbangan di closingnya, mengingatkan pada film-film Stephen Chow semacam Kungfu Hustle dsb.
Semua konklusi di atas seakan menguatkan alasan anda untuk menonton sekuel ini. Namun nanti dulu, saya belum selesai. Permasalahan utama film ini adalah eksekusi yang sangat tidak maksimal sehingga sinematografi yang dihadirkan tak lebih dari kualitas FTV. Plot ceritanya yang terlalu simpel sebetulnya tidak bisa disalahkan jika disiasati dengan baik, tetapi semuanya mengalir secara linier tanpa jeda dari awal sampai akhir tanpa mempedulikan penonton yang mungkin saja sudah merasa jenuh pada menit-menit awal. Entah mengapa saya merasa aktor-aktrisnya sangat tidak camera-face disini, mungkin karena permainan kamera yang kurang maksimal mengcover sisi-sisi yang seharusnya tidak ditampilkan. Dari sisi humor lebih parah lagi karena formula yang digunakan teramat sangat kadaluarsa, seakan penonton sudah melihat hal serupa ribuan tahun yang lalu. Pemakaian angka 2 di belakangnya samasekali tidak relevan karena tidak berkorelasi apapun dengan Perjaka Terakhir sebelumnya. Entah apa yang berusaha dijual dari film yang kelewat ringan seperti sehelai bulu kemoceng tertiup jauh setelah dilintasi truk bermuatan penuh sampah ini.
Durasi:
75 menit
Overall:
6.5 out of 10
Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa
Lewat sebuah peristiwa pengutilan di supermarket tempatnya bekerja, Sam berkenalan dengan hansip yang sedang berkeliling, Sugeng. Kebetulan perguruan silat yang membesarkan Sam sedang mencari pemuda bertampang culun yang tiada berkemampuan untuk dijadikan murid. Ki Geledek, Bu Topan Mas Petir sepakat mengajari Sugeng semua ilmu-ilmu dasar yang harus dikuasainya. Namun tantangan semakin berat saat Ki Wedan yang menuntut balas dendam akan sakit hatinya kembali mengincar Kitab Pusaka perguruan Sam. Akankah Sam dan Sugeng berhasil bersatu menghadapi gempuran Ki Wedan yang kian tangguh itu?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Diwangkara Pictures.
Cast:
Fahrani sebagai Sam
Ringgo Agus Rahman sebagai Sugeng
Barri Bintang sebagai Ki Wedan
Barry Prima
Joe Project
Weni Rosaline
Director:
Jacki
Comment:
Masih dengan mengandalkan nama Fahrani untuk mendongkrak film ini. Jika di film pertamanya ada Aming yang kemayu, disini ada Ringgo yang culun. Tidak jauh berbeda, bukan? Dalam artian sama-sama untuk ditertawakan. Dalam menampilkan mimik konyol, Ringgo memang jagonya, mulai dari nyengir, mesum, serius bisa dilakoninya dengan baik. Fahrani kali ini banyak mengumbar tatonya yang terpampang di berbagai bagian tubuhnya yang langsing dan jenjang itu, tentu saja hanya dari bagian belakang. Selain mereka masih ada Barry Prima yang sekali lagi mempertontonkan sedikit kemampuan berlaganya. Lalu ada juga Barri Bintang yang terlihat cukup meyakinkan dengan jaket kulit serba hitamnya.
Sutradara Jacki dapat dikatakan berhasil memaksimalkan efek-efek pertarungan dengan seheboh dan seseru mungkin. Coba lihat adegan menghindari helm di openingnya, sedikit meniru The Matrix dengan stop motionnya. Atau batu-batu yang beterbangan di closingnya, mengingatkan pada film-film Stephen Chow semacam Kungfu Hustle dsb.
Semua konklusi di atas seakan menguatkan alasan anda untuk menonton sekuel ini. Namun nanti dulu, saya belum selesai. Permasalahan utama film ini adalah eksekusi yang sangat tidak maksimal sehingga sinematografi yang dihadirkan tak lebih dari kualitas FTV. Plot ceritanya yang terlalu simpel sebetulnya tidak bisa disalahkan jika disiasati dengan baik, tetapi semuanya mengalir secara linier tanpa jeda dari awal sampai akhir tanpa mempedulikan penonton yang mungkin saja sudah merasa jenuh pada menit-menit awal. Entah mengapa saya merasa aktor-aktrisnya sangat tidak camera-face disini, mungkin karena permainan kamera yang kurang maksimal mengcover sisi-sisi yang seharusnya tidak ditampilkan. Dari sisi humor lebih parah lagi karena formula yang digunakan teramat sangat kadaluarsa, seakan penonton sudah melihat hal serupa ribuan tahun yang lalu. Pemakaian angka 2 di belakangnya samasekali tidak relevan karena tidak berkorelasi apapun dengan Perjaka Terakhir sebelumnya. Entah apa yang berusaha dijual dari film yang kelewat ringan seperti sehelai bulu kemoceng tertiup jauh setelah dilintasi truk bermuatan penuh sampah ini.
Durasi:
75 menit
Overall:
6.5 out of 10
Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa
Kamis, 14 Oktober 2010
RINTIHAN KUNTILANAK PERAWAN : Menjual "Keahlian" Bintang Porno Impor
Quotes:
Alice: I'm beautiful, sexy and gorgeous. Everybody would love me.
Storyline:
Lily dan Alice adalah dua saudari yang tumbuh bersama. Bedanya Lily selalu didampingi orang-orang terdekat dalam hidupnya seperti ibu yang menyayanginya dan kekasihnya Mike yang mencintainya. Sedangkan Alice terbiasa hidup menyendiri. Saat band Keren's manggung di sebuah bar, Alice berkenalan dengan Rifky sang vokalis. Mereka membawa Alice pada malam itu dan meninggalkan Lily dalam kecemasan. Paginya Lily mendapat mimpi buruk dan Alice mulai bertingkah aneh. Sejak saat itu korban demi korban berjatuhan. Apa yang sesungguhnya menimpa Alice? Siapa pembunuh misterius yang berkeliaran itu?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh K2K Production dan pressconnya dilakukan di Setiabudi 21 pada tanggal 11 Oktober yang lalu.
Cast:
Tera Patrick sebagai Alice
Angel Lelga sebagai Lily
Andreano Phillips sebagai Mike
Catherine Wilson sebagaiTania
Director:
Yoyok Dumprink
Comment:
Rasanya saya sudah bisa menulis esai panjang setelah 5-10 menit pertama film ini. Bukan esai yang baik tentunya karena berisi 1001 hal negatif di dalamnya. Sebut saja beberapa di antaranya; Band Keren's yang manggung di club yang bernuansa musik disko? Makhluk gaib yang sudah mengintai bahkan sebelum kejadian Alice malam itu? Alice dan Lily yang diceritakan bersaudara justru terasa berjarak ratusan meter di antara mereka? Lantas, apa lagi yang bisa diharapkan dari sisa durasinya?
Hm, tentunya KK Dheeraj punya senjata pamungkas tersendiri untuk menyiasati segala kekurangan itu yakni dengan mengimpor bintang porno Amerika, Tera Patrick! Ia tidak peduli samasekali jika sepanjang film Tera berbahasa tubuh sama anehnya dengan bahasa Inggris-Indonesia yang terucap dari bibirnya itu. Semua tokoh dalam film ini terasa miscasting dengan karakterisasi yang non-existing itu. Kemunculan Angel, Andreano dan Catherine hanyalah sebagai pelengkap derita yang tiada terselamatkan. Plot yang tidak jelas itu saat bercerita seperti menggali lubang keterpurukan yang semakin dalam lagi dan lagi.
Kontroversial tentunya akan mewarnai Rintihan Kuntilanak Perawan. Mulai dari pemakaian judul yang tidak senonoh hingga penampilan serba minim Tera yang tidak pada tempatnya. Dada "ekstra"nya terasa diumbar disana-sini dan jika berdampingan dengannya, Angel dan Catherine benar-benar terasa "kecil" secara fisik. No surprise! Ini adalah sebuah drama horor yang seakan tidak memiliki unsur "benar" samasekali di dalamnya sehingga penonton akan meninggalkan bioskop dengan bersungut-sungut kecewa.
Durasi:
80 menit
Overall:
6 out of 10
Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa
Alice: I'm beautiful, sexy and gorgeous. Everybody would love me.
Storyline:
Lily dan Alice adalah dua saudari yang tumbuh bersama. Bedanya Lily selalu didampingi orang-orang terdekat dalam hidupnya seperti ibu yang menyayanginya dan kekasihnya Mike yang mencintainya. Sedangkan Alice terbiasa hidup menyendiri. Saat band Keren's manggung di sebuah bar, Alice berkenalan dengan Rifky sang vokalis. Mereka membawa Alice pada malam itu dan meninggalkan Lily dalam kecemasan. Paginya Lily mendapat mimpi buruk dan Alice mulai bertingkah aneh. Sejak saat itu korban demi korban berjatuhan. Apa yang sesungguhnya menimpa Alice? Siapa pembunuh misterius yang berkeliaran itu?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh K2K Production dan pressconnya dilakukan di Setiabudi 21 pada tanggal 11 Oktober yang lalu.
Cast:
Tera Patrick sebagai Alice
Angel Lelga sebagai Lily
Andreano Phillips sebagai Mike
Catherine Wilson sebagaiTania
Director:
Yoyok Dumprink
Comment:
Rasanya saya sudah bisa menulis esai panjang setelah 5-10 menit pertama film ini. Bukan esai yang baik tentunya karena berisi 1001 hal negatif di dalamnya. Sebut saja beberapa di antaranya; Band Keren's yang manggung di club yang bernuansa musik disko? Makhluk gaib yang sudah mengintai bahkan sebelum kejadian Alice malam itu? Alice dan Lily yang diceritakan bersaudara justru terasa berjarak ratusan meter di antara mereka? Lantas, apa lagi yang bisa diharapkan dari sisa durasinya?
Hm, tentunya KK Dheeraj punya senjata pamungkas tersendiri untuk menyiasati segala kekurangan itu yakni dengan mengimpor bintang porno Amerika, Tera Patrick! Ia tidak peduli samasekali jika sepanjang film Tera berbahasa tubuh sama anehnya dengan bahasa Inggris-Indonesia yang terucap dari bibirnya itu. Semua tokoh dalam film ini terasa miscasting dengan karakterisasi yang non-existing itu. Kemunculan Angel, Andreano dan Catherine hanyalah sebagai pelengkap derita yang tiada terselamatkan. Plot yang tidak jelas itu saat bercerita seperti menggali lubang keterpurukan yang semakin dalam lagi dan lagi.
Kontroversial tentunya akan mewarnai Rintihan Kuntilanak Perawan. Mulai dari pemakaian judul yang tidak senonoh hingga penampilan serba minim Tera yang tidak pada tempatnya. Dada "ekstra"nya terasa diumbar disana-sini dan jika berdampingan dengannya, Angel dan Catherine benar-benar terasa "kecil" secara fisik. No surprise! Ini adalah sebuah drama horor yang seakan tidak memiliki unsur "benar" samasekali di dalamnya sehingga penonton akan meninggalkan bioskop dengan bersungut-sungut kecewa.
Durasi:
80 menit
Overall:
6 out of 10
Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa
Rabu, 13 Oktober 2010
BEFORE SUNSET : Pertemuan Kedua Fase Kehidupan Berbeda
Quotes:
Celine-Memory is a wonderful thing if you don’t have to deal with the past
Storyline:
Jesse terbang dari Amerika ke Perancis untuk mempromosikan buku terbarunya. Tanpa diduga ia bertemu kembali dengan Celine, gadis Perancis yang pernah terlibat “hubungan unik” dengannya 9 tahun yang lalu. Tentu saja banyak yang telah berubah dalam kehidupan mereka dimana Celine sudah bekerja di organisasi perlindungan lingkungan sedangkan Jesse sudah menikah dengan satu anak. Sambil menunggu penerbangan Jesse yang tersisa 7 jam, keduanya sekali lagi menghabiskan waktu bersama dengan kisah-kisah kehidupan masing-masing yang penuh makna dan kenangan.
Nice-to-know:
Jesse yang diperankan Hawke diceritakan mengalami pernikahan yang gagal setelah istrinya mengandung. Pada kehidupan nyata setelah rilis film ini, Hawke juga menceraikan istrinya, Uma Thurman yang tengah hamil anak pertama mereka.
Cast:
Ethan Hawke terakhir mendukung Denzel Washington dalam Training Day (2001) dan disini kembali berperan sebagai Jesse.
Julie Delpy sebelumnya tampil dalam Looking for Jimmy (2002) dan kali ini melanjutkan karakter Celine.
Director:
Salah satu karya Richard Linklater yang paling berkesan bagi saya adalah The School of Rock (2003).
Comment:
Di akhir Before Sunrise, Jesse dan Celine berjanji untuk bertemu enam bulan lagi tetapi nyatanya tidak kesampaian dan malah berjumpa sembilan tahun kemudian! Sebuah plot sekuel yang sangat tidak biasa, bukan? Toh film ini tetap melanjutkan apa yang tertinggal sejak perjumpaan di Vienna itu. Jesse dan Celine sudah beranjak dewasa. Dan hal itu mampu diperlihatkan Hawke dan Delpy dengan maksimal. Hawke menyuguhkan karakter pria dewasa yang terjebak dalam perkawinan yang tidak membahagiakannya sedangkan Delpy membawakan karakter wanita mandiri yang tidak terlalu mementingkan cinta. Keduanya juga masih menampilkan chemistry yang kuat dimana perasaan-perasaan terpendam di antara keduanya masih tersimpan.
Sutradara Linklater berhasil menerjemahkan cinta remaja yang penuh mimpi menjadi asmara dewasa yang serba rumit. Sayang durasinya seperti terlalu singkat apalagi open ending yang mungkin bagi sebagian orang cukup mengganggu tapi sebetulnya bermakna dalam, membuat penonton menginterpretasikan sendiri dengan pendalaman masing-masing.
Before Sunset meskipun menyajikan plot cerita yang terlihat biasa akan membawa anda mengarungi makna kehidupan. Dialog-dialog yang jujur dan menyentuh layaknya membaca novel percintaan yang mengasyikkan. Bagaimana tahun demi tahun akan merefleksikan pandangan hidup anda tentang cita, cinta dan bahkan pernikahan. Dengan sisi artistik dan penambahan elemen musik yang semakin baik, film independen ini akhirnya diakui dunia lewat berbagai nominasi Oscar yang diterimanya. Two thumbs up!
Durasi:
80 menit
U.S. Box Office:
$5,792,822 till end of Oct 2004
Overall:
8 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Celine-Memory is a wonderful thing if you don’t have to deal with the past
Storyline:
Jesse terbang dari Amerika ke Perancis untuk mempromosikan buku terbarunya. Tanpa diduga ia bertemu kembali dengan Celine, gadis Perancis yang pernah terlibat “hubungan unik” dengannya 9 tahun yang lalu. Tentu saja banyak yang telah berubah dalam kehidupan mereka dimana Celine sudah bekerja di organisasi perlindungan lingkungan sedangkan Jesse sudah menikah dengan satu anak. Sambil menunggu penerbangan Jesse yang tersisa 7 jam, keduanya sekali lagi menghabiskan waktu bersama dengan kisah-kisah kehidupan masing-masing yang penuh makna dan kenangan.
Nice-to-know:
Jesse yang diperankan Hawke diceritakan mengalami pernikahan yang gagal setelah istrinya mengandung. Pada kehidupan nyata setelah rilis film ini, Hawke juga menceraikan istrinya, Uma Thurman yang tengah hamil anak pertama mereka.
Cast:
Ethan Hawke terakhir mendukung Denzel Washington dalam Training Day (2001) dan disini kembali berperan sebagai Jesse.
Julie Delpy sebelumnya tampil dalam Looking for Jimmy (2002) dan kali ini melanjutkan karakter Celine.
Director:
Salah satu karya Richard Linklater yang paling berkesan bagi saya adalah The School of Rock (2003).
Comment:
Di akhir Before Sunrise, Jesse dan Celine berjanji untuk bertemu enam bulan lagi tetapi nyatanya tidak kesampaian dan malah berjumpa sembilan tahun kemudian! Sebuah plot sekuel yang sangat tidak biasa, bukan? Toh film ini tetap melanjutkan apa yang tertinggal sejak perjumpaan di Vienna itu. Jesse dan Celine sudah beranjak dewasa. Dan hal itu mampu diperlihatkan Hawke dan Delpy dengan maksimal. Hawke menyuguhkan karakter pria dewasa yang terjebak dalam perkawinan yang tidak membahagiakannya sedangkan Delpy membawakan karakter wanita mandiri yang tidak terlalu mementingkan cinta. Keduanya juga masih menampilkan chemistry yang kuat dimana perasaan-perasaan terpendam di antara keduanya masih tersimpan.
Sutradara Linklater berhasil menerjemahkan cinta remaja yang penuh mimpi menjadi asmara dewasa yang serba rumit. Sayang durasinya seperti terlalu singkat apalagi open ending yang mungkin bagi sebagian orang cukup mengganggu tapi sebetulnya bermakna dalam, membuat penonton menginterpretasikan sendiri dengan pendalaman masing-masing.
Before Sunset meskipun menyajikan plot cerita yang terlihat biasa akan membawa anda mengarungi makna kehidupan. Dialog-dialog yang jujur dan menyentuh layaknya membaca novel percintaan yang mengasyikkan. Bagaimana tahun demi tahun akan merefleksikan pandangan hidup anda tentang cita, cinta dan bahkan pernikahan. Dengan sisi artistik dan penambahan elemen musik yang semakin baik, film independen ini akhirnya diakui dunia lewat berbagai nominasi Oscar yang diterimanya. Two thumbs up!
Durasi:
80 menit
U.S. Box Office:
$5,792,822 till end of Oct 2004
Overall:
8 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Langganan:
Postingan (Atom)