Storyline:
Lewat sebuah peristiwa pengutilan di supermarket tempatnya bekerja, Sam berkenalan dengan hansip yang sedang berkeliling, Sugeng. Kebetulan perguruan silat yang membesarkan Sam sedang mencari pemuda bertampang culun yang tiada berkemampuan untuk dijadikan murid. Ki Geledek, Bu Topan Mas Petir sepakat mengajari Sugeng semua ilmu-ilmu dasar yang harus dikuasainya. Namun tantangan semakin berat saat Ki Wedan yang menuntut balas dendam akan sakit hatinya kembali mengincar Kitab Pusaka perguruan Sam. Akankah Sam dan Sugeng berhasil bersatu menghadapi gempuran Ki Wedan yang kian tangguh itu?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Diwangkara Pictures.
Cast:
Fahrani sebagai Sam
Ringgo Agus Rahman sebagai Sugeng
Barri Bintang sebagai Ki Wedan
Barry Prima
Joe Project
Weni Rosaline
Director:
Jacki
Comment:
Masih dengan mengandalkan nama Fahrani untuk mendongkrak film ini. Jika di film pertamanya ada Aming yang kemayu, disini ada Ringgo yang culun. Tidak jauh berbeda, bukan? Dalam artian sama-sama untuk ditertawakan. Dalam menampilkan mimik konyol, Ringgo memang jagonya, mulai dari nyengir, mesum, serius bisa dilakoninya dengan baik. Fahrani kali ini banyak mengumbar tatonya yang terpampang di berbagai bagian tubuhnya yang langsing dan jenjang itu, tentu saja hanya dari bagian belakang. Selain mereka masih ada Barry Prima yang sekali lagi mempertontonkan sedikit kemampuan berlaganya. Lalu ada juga Barri Bintang yang terlihat cukup meyakinkan dengan jaket kulit serba hitamnya.
Sutradara Jacki dapat dikatakan berhasil memaksimalkan efek-efek pertarungan dengan seheboh dan seseru mungkin. Coba lihat adegan menghindari helm di openingnya, sedikit meniru The Matrix dengan stop motionnya. Atau batu-batu yang beterbangan di closingnya, mengingatkan pada film-film Stephen Chow semacam Kungfu Hustle dsb.
Semua konklusi di atas seakan menguatkan alasan anda untuk menonton sekuel ini. Namun nanti dulu, saya belum selesai. Permasalahan utama film ini adalah eksekusi yang sangat tidak maksimal sehingga sinematografi yang dihadirkan tak lebih dari kualitas FTV. Plot ceritanya yang terlalu simpel sebetulnya tidak bisa disalahkan jika disiasati dengan baik, tetapi semuanya mengalir secara linier tanpa jeda dari awal sampai akhir tanpa mempedulikan penonton yang mungkin saja sudah merasa jenuh pada menit-menit awal. Entah mengapa saya merasa aktor-aktrisnya sangat tidak camera-face disini, mungkin karena permainan kamera yang kurang maksimal mengcover sisi-sisi yang seharusnya tidak ditampilkan. Dari sisi humor lebih parah lagi karena formula yang digunakan teramat sangat kadaluarsa, seakan penonton sudah melihat hal serupa ribuan tahun yang lalu. Pemakaian angka 2 di belakangnya samasekali tidak relevan karena tidak berkorelasi apapun dengan Perjaka Terakhir sebelumnya. Entah apa yang berusaha dijual dari film yang kelewat ringan seperti sehelai bulu kemoceng tertiup jauh setelah dilintasi truk bermuatan penuh sampah ini.
Durasi:
75 menit
Overall:
6.5 out of 10
Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar