Cerita:
Mahasiswa baru beretnis Tapanuli Tionghoa bernama Cina adalah pemuda yang cerdas dan selalu optimis menghadapi hidupnya walau sering terbentur terbatasnya dana dalam mengejar cita-citanya. Sedangkan mahasiswi "abadi" beretnis Jawa bernama Anissa adalah pemudi penyendiri dikarenakan masalah keluarganya dan bermimpi menjadi aktris terkenal walau terancam drop out dari kuliahnya. Berdua mereka mulai berbagi dan membuka diri mendiskusikan hal-hal mendasar tentang cinta dan agama di antara mereka yang bertolak belakang.
Gambar:
Pendekatan sinematografi yang dilakukan tergolong unik dengan banyak bermain close up terhadap mimik dua pemeran utamanya.
Act:
Dua pendatang baru yang mungkin tidak pernah terdengar namanya, Sunny Soon dan Saira Jihan yang sangat cameraface bermain cukup memuaskan dalam film ini sebagai Cina dan Anissa yang dipersatukan karena perbedaaan.
Sutradara:
Mengusung tema "God Is A Director", nama baru Sammaria Simanjuntak menghasilkan Cin(t)a yang bisa dibilang film indie dengan semangat baru yang tentunya menyegarkan bagi perfilman nasional.
Komentar:
Menyaksikan Cin(t)a tanpa ekspektasi apapun, saya akan mereview film ini dalam dua bagian. Bagian pertama, perkenalan Cina dan Anissa yang boleh dibilang tidak direncanakan ternyata sangatlah menarik. Mimik muka dan gestur mereka terasa hidup saat berbalas dialog yang lucu sekaligus menggigit. Seakan penonton bisa merasakan langsung ketertarikan dua insan tersebut. Bagian kedua, kedekatan Cina dan Anissa yang mulai menimbulkan konflik karena perbedaan etnis dan agama yang sangat mendasar. Berdua mereka mulai "melanglang" dengan pikiran-pikiran absurd yang sebetulnya tidak perlu ditambah kompleks. Hm, saya pribadi bisa menikmati paruh pertama dengan lepas dan mulai berkerut pada paruh kedua dikarenakan tema yang cukup berat. Namun realistisnya film ini dari segala sisi dan terasa "beda" dengan konsep "jari-jemari" yang personal apalagi didukung beberapa upbeat groovy song yang melatarbelakangi soundnya membuat saya merekomendasikan pada anda semua untuk menyaksikannya.
Durasi:
75 menit
Overall:
7.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
XL #PerempuanHebat for Kartini Day
THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day
Senin, 31 Agustus 2009
Minggu, 30 Agustus 2009
LOOK FOR A STAR : Pencarian Tiga Jenis Cinta Sejati
Storyline:
Dalam suatu perjalanan ke Macau, duda kaya bernama Sam Ching beserta sekretarisnya Jo dan supirnya Tim bertemu Milan, gadis bandar kasino sekaligus penari sebuah bar. Keduanya jatuh hati pada pandangan pertema tanpa Milan mengetahui siapa Sam sesungguhnya. Pada kesempatan lain, Jo yang dikecewakan sahabat lamanya Joseph yang memilih wanita lain untuk dinikahi malah berjumpa teknisi sederhana Lin Jiu. Sedangkan Tim terpikat pada Shannon yang sudah berputeri Queenie yang lucu menggemaskan. Jatuh bangun hubungan diantara mereka justru semakin membuat satu sama lain mengenal pasangannya masing-masing. Akankah acara "Ikuti Kata Hatimu" menjadi panggung pamungkas persetujuan cinta tersebut?
Nice-to-know:
Diproduksi dan didistribusikan oleh Media Asia Films.
Cast:
Andy Lau sebagai Sam Ching
Shu Qi sebagai Milan Sit
Zhang Hanyu sebagai Lin Jiu
Denise Ho sebagai Jo Kwok
Lam Ka Wah sebagai Tim Ma
Zhang Xinyi sebagai Shannon Fok
David Chiang sebagai Uncle
George Lam sebagai Mr Yamazaki
Rebecca Pan sebagai Sam's Mother
Director:
Sebelumnya sukses dengan trilogi Infernal Affairs yang sudah menjadi cult itu, Andrew Lau kini mencoba peruntungan drama romantis di usianya yang sudah menginjak 50 tahun.
Comment:
Kapan terakhir kali sebuah drama romantis buatan Hongkong menghibur anda dengan maksimal? Saya butuh waktu untuk mengingatnya dan yang terbersit di kepala hanyalah Needing You ataupun Love On A Diet yang kebetulan dibintangi mega aktor Andy Lau juga. Inilah film yang dibintangi banyak aktor-aktris ternama termasuk para kawakan seperti David Chiang, George Lam, Rebecca Pan, Maria Cordero. Pemasangan Andy Lau dengan Shu Qi terasa menarik disini terlepas dari jauhnya perbedaan usia di antara keduanya, berhasil berbaur dengan alami lewat karakter Sam yang dewasa dan penyabar dengan Milan yang simpatik dan mandiri. Tokoh yang dimainkan Denise Ho dan Lam Ka Wah juga semakin memperkuat premis bahwa kehidupan cinta yang sempurna memang sulit diraih. Masing-masing screen time dari trio tersebut memiliki kekuatan cerita sendiri-sendiri.
Sutradara handal Andrew Lau yang biasanya menangani genre action crime kini bekerjasama dengan penulis Cindy Tang dan James Yuen dalam menerjemahkan ansambel cerita cinta yang saling terpaut yang berfokus pada aspek jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Bukan hal yang baru sebenarnya tapi dikembangkan secara fresh dengan mengambil latarbelakang Macau yang diekspos indah.
Look For A Star akan mengajak anda menikmati kembali manisnya romansa mulai dari debaran jantung saat menghabiskan waktu dengan seseorang yang berarti bagi anda, rasa sungkan menemui kekasih, barang pemberian sang tambatan hati yang sangat berarti, kehangatan berpegangan tangan, pengungkapan cinta yang tulus hingga harap-harap cemas menanti jawabannya. Sesuatu yang sudah jarang diekspos belakangan ini terutama bagi drama romantis konsumsi orang dewasa dan semuanya tersampaikan dengan memuaskan. Jangan lupa membawa tissue jika ada momen tertentu dalam film ini yang akan menyentuh hati anda. Well done!
Durasi:
115 menit
Overall:
8 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Dalam suatu perjalanan ke Macau, duda kaya bernama Sam Ching beserta sekretarisnya Jo dan supirnya Tim bertemu Milan, gadis bandar kasino sekaligus penari sebuah bar. Keduanya jatuh hati pada pandangan pertema tanpa Milan mengetahui siapa Sam sesungguhnya. Pada kesempatan lain, Jo yang dikecewakan sahabat lamanya Joseph yang memilih wanita lain untuk dinikahi malah berjumpa teknisi sederhana Lin Jiu. Sedangkan Tim terpikat pada Shannon yang sudah berputeri Queenie yang lucu menggemaskan. Jatuh bangun hubungan diantara mereka justru semakin membuat satu sama lain mengenal pasangannya masing-masing. Akankah acara "Ikuti Kata Hatimu" menjadi panggung pamungkas persetujuan cinta tersebut?
Nice-to-know:
Diproduksi dan didistribusikan oleh Media Asia Films.
Cast:
Andy Lau sebagai Sam Ching
Shu Qi sebagai Milan Sit
Zhang Hanyu sebagai Lin Jiu
Denise Ho sebagai Jo Kwok
Lam Ka Wah sebagai Tim Ma
Zhang Xinyi sebagai Shannon Fok
David Chiang sebagai Uncle
George Lam sebagai Mr Yamazaki
Rebecca Pan sebagai Sam's Mother
Director:
Sebelumnya sukses dengan trilogi Infernal Affairs yang sudah menjadi cult itu, Andrew Lau kini mencoba peruntungan drama romantis di usianya yang sudah menginjak 50 tahun.
Comment:
Kapan terakhir kali sebuah drama romantis buatan Hongkong menghibur anda dengan maksimal? Saya butuh waktu untuk mengingatnya dan yang terbersit di kepala hanyalah Needing You ataupun Love On A Diet yang kebetulan dibintangi mega aktor Andy Lau juga. Inilah film yang dibintangi banyak aktor-aktris ternama termasuk para kawakan seperti David Chiang, George Lam, Rebecca Pan, Maria Cordero. Pemasangan Andy Lau dengan Shu Qi terasa menarik disini terlepas dari jauhnya perbedaan usia di antara keduanya, berhasil berbaur dengan alami lewat karakter Sam yang dewasa dan penyabar dengan Milan yang simpatik dan mandiri. Tokoh yang dimainkan Denise Ho dan Lam Ka Wah juga semakin memperkuat premis bahwa kehidupan cinta yang sempurna memang sulit diraih. Masing-masing screen time dari trio tersebut memiliki kekuatan cerita sendiri-sendiri.
Sutradara handal Andrew Lau yang biasanya menangani genre action crime kini bekerjasama dengan penulis Cindy Tang dan James Yuen dalam menerjemahkan ansambel cerita cinta yang saling terpaut yang berfokus pada aspek jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Bukan hal yang baru sebenarnya tapi dikembangkan secara fresh dengan mengambil latarbelakang Macau yang diekspos indah.
Look For A Star akan mengajak anda menikmati kembali manisnya romansa mulai dari debaran jantung saat menghabiskan waktu dengan seseorang yang berarti bagi anda, rasa sungkan menemui kekasih, barang pemberian sang tambatan hati yang sangat berarti, kehangatan berpegangan tangan, pengungkapan cinta yang tulus hingga harap-harap cemas menanti jawabannya. Sesuatu yang sudah jarang diekspos belakangan ini terutama bagi drama romantis konsumsi orang dewasa dan semuanya tersampaikan dengan memuaskan. Jangan lupa membawa tissue jika ada momen tertentu dalam film ini yang akan menyentuh hati anda. Well done!
Durasi:
115 menit
Overall:
8 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Sabtu, 29 Agustus 2009
THE PROPOSAL : Pernikahan Palsu Berbuntut Perasaan Cinta
Quotes:
Margaret Tate-What am I allergic to?
Andrew Paxton-Pine nuts, and the full spectrum of human emotion.
Cerita:
Kepala editor perfeksionis, Margaret Tate dihadapkan pada situasi sulit saat mengetahui dirinya akan dideportasi ke Kanada sekaligus kehilangan jabatan prestisiusnya. Tak kehilangan akal, Margaret langsung menggaet asisten pribadinya, Andew Paxton untuk merencanakan pernikahan palsu demi perjanjian mutualisme bersama. Namun hal tersebut tidaklah mudah karena mereka diawasi lembaga hukum Amerika dan juga harus melewati serangkaian tes kecocokan satu sama lain. Sebelumnya, Margaret harus berakhir pekan di kampung halaman Andrew demi merayakan ultah ke-95 Nenek Annie. Bagaimana kedua insan ini berinteraksi pada akhirnya untuk memuluskan rencana masing-masing?
Gambar:
Sebagian besar mengambil lokasi di Massachusetts termasuk tempat kerja Margaret dan Andrew. Sedangkan nuansa berbeda didapat pada Sitka, kampung halaman Andrew yang sebetulnya bertempat di Newport, Rhode Island.
Act:
Memulai karirnya dalam Hangmen (1987), Sandra Bullock adalah salah satu aktris kelas A Hollywood yang masih aktif dengan berbagai peran termasuk sebagai Margaret Tate, wanita karir mandiri yang perfeksionis sekaligus dibenci anak buahnya.
Nama Ryan Reynolds tengah membubung tinggi di kancah perfilman Hollywood saat ini apalagi jika dibandingkan dengan debutnya dalam Ordinary Magic (1993). Sebagai Andrew Paxton, Ryan bermain menarik dengan memperlihatkan ketulusan hati sekaligus keseriusannya dalam bekerja.
Margaret Tate-What am I allergic to?
Andrew Paxton-Pine nuts, and the full spectrum of human emotion.
Cerita:
Kepala editor perfeksionis, Margaret Tate dihadapkan pada situasi sulit saat mengetahui dirinya akan dideportasi ke Kanada sekaligus kehilangan jabatan prestisiusnya. Tak kehilangan akal, Margaret langsung menggaet asisten pribadinya, Andew Paxton untuk merencanakan pernikahan palsu demi perjanjian mutualisme bersama. Namun hal tersebut tidaklah mudah karena mereka diawasi lembaga hukum Amerika dan juga harus melewati serangkaian tes kecocokan satu sama lain. Sebelumnya, Margaret harus berakhir pekan di kampung halaman Andrew demi merayakan ultah ke-95 Nenek Annie. Bagaimana kedua insan ini berinteraksi pada akhirnya untuk memuluskan rencana masing-masing?
Gambar:
Sebagian besar mengambil lokasi di Massachusetts termasuk tempat kerja Margaret dan Andrew. Sedangkan nuansa berbeda didapat pada Sitka, kampung halaman Andrew yang sebetulnya bertempat di Newport, Rhode Island.
Act:
Memulai karirnya dalam Hangmen (1987), Sandra Bullock adalah salah satu aktris kelas A Hollywood yang masih aktif dengan berbagai peran termasuk sebagai Margaret Tate, wanita karir mandiri yang perfeksionis sekaligus dibenci anak buahnya.
Nama Ryan Reynolds tengah membubung tinggi di kancah perfilman Hollywood saat ini apalagi jika dibandingkan dengan debutnya dalam Ordinary Magic (1993). Sebagai Andrew Paxton, Ryan bermain menarik dengan memperlihatkan ketulusan hati sekaligus keseriusannya dalam bekerja.
Didukung pula oleh Craig T. Nelson dan Mary Steenburgen sebagai orangtua Andrew serta Betty White dan Malin Akerman sebagai Nenek Annie dan Gertrude yang juga mantan kekasih Andrew.
Sutradara:
Angkat nama saat menyutradarai debutnya Step Up (2006) yang mendapat sambutan baik, Anne Fletcher kembali dengan film ketiganya, The Proposal dengan menggaet ratu komedi romantis Hollywood dan aktor muda yang sedang naik daun dalam satu frame.
Komentar:
Secara keseluruhan jalan cerita The Proposal bisa ditebak, selayaknya komedi romantis. Tetapi yang menarik untuk disaksikan adalah proses menuju ke sana yang untungnya terasa manis di segala unsur. Pertama, kita punya Bullock yang menguasai genre ini sejak dulu yang dipadukan secara pas dengan Reynolds yang tengah laris walau baru saja melepas masa lajangnya. Kedua, cerita dunia karir antar bos wanita dengan bawahan prianya boleh jadi banyak terjadi di dunia nyata sehingga banyak memunculkan dialog tajam antar mereka. Ketiga, situasi yang semula tidak menguntungkan menjadi saling bersinergi untuk sebuah akhir yang menyenangkan di tempat yang terkesan indah dan sangat realistis. Sebagai produser, Bullock tahu betul apa yang harus dijualnya dan sebagai sutradara, Fletcher mampu mengeksekusi tugasnya dengan baik. Dengan demikian, saya tidak ragu menobatkan film ini sebagai komedi romantis terbaik tahun ini yang akan dengan mudah disukai publik!
Durasi:
105 menit
U.S. Box Office:
$159,166,329 till end of Aug 2009
Overall:
8.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Sutradara:
Angkat nama saat menyutradarai debutnya Step Up (2006) yang mendapat sambutan baik, Anne Fletcher kembali dengan film ketiganya, The Proposal dengan menggaet ratu komedi romantis Hollywood dan aktor muda yang sedang naik daun dalam satu frame.
Komentar:
Secara keseluruhan jalan cerita The Proposal bisa ditebak, selayaknya komedi romantis. Tetapi yang menarik untuk disaksikan adalah proses menuju ke sana yang untungnya terasa manis di segala unsur. Pertama, kita punya Bullock yang menguasai genre ini sejak dulu yang dipadukan secara pas dengan Reynolds yang tengah laris walau baru saja melepas masa lajangnya. Kedua, cerita dunia karir antar bos wanita dengan bawahan prianya boleh jadi banyak terjadi di dunia nyata sehingga banyak memunculkan dialog tajam antar mereka. Ketiga, situasi yang semula tidak menguntungkan menjadi saling bersinergi untuk sebuah akhir yang menyenangkan di tempat yang terkesan indah dan sangat realistis. Sebagai produser, Bullock tahu betul apa yang harus dijualnya dan sebagai sutradara, Fletcher mampu mengeksekusi tugasnya dengan baik. Dengan demikian, saya tidak ragu menobatkan film ini sebagai komedi romantis terbaik tahun ini yang akan dengan mudah disukai publik!
Durasi:
105 menit
U.S. Box Office:
$159,166,329 till end of Aug 2009
Overall:
8.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Jumat, 28 Agustus 2009
KATA MAAF TERAKHIR : Permintaan Khusus Menjelang Ajal
Cerita:
Mengetahui hidupnya akan berakhir dalam waktu singkat, Darma berusaha mencapai beberapa "target" yang telah ditetapkannya yaitu shalat lima waktu, puasa sebulan penuh, berhenti merokok serta meminta maaf pada mantan istrinya, Dania dan kedua anak mereka yaitu Reza dan Lara. Keinginan terakhir itulah yang ternyata teramat sulit dilakukan karena kesalahan besar yang dilakukan Darma di masa lalu dengan menghamili Alina, sahabat Dania sendiri. Akankah Darma dimaafkan sebelum menghembuskan nafas terakhirnya?
Gambar:
Sinematografi yang dijual tidak jauh beda dengan kualitas sinetron atau film televisi.
Act:
Setelah sekian lama berkiprah, Tio Pakusadewo kembali memegang peran utama sebagai Darma, lelaki setengah baya yang berusaha bertobat setelah melakukan kesalahan fatal terhadap keluarganya.
Pernah tampil sekilas dalam Lantai 13, perannya sebagai Dania merupakan salah satu terobosan berarti bagi Maia Estianty yang dituntut harus bisa menangis disini.
Amanda dan Ade Surya Akbar tampil cukup natural sebagai kedua anak Dania, Reza dan Lara.
Didukung pula oleh dua senior, Dwi Sasono dan Kinaryosih sebagai Dokter Rey dan Alina.
Sutradara:
Film layar lebar pertama bagi Maruli Ara dimana momentumnya cukup bagus karena disajikan sebagai tontonan bulan Ramadhan.
Komentar:
Jika ditilik secara keseluruhan sebetulnya tidak ada yang spesial pada Kata Maaf Terakhir. Namun plot cerita drama keluarga yang sederhana tersebut dikemas secara wajar dan didukung dengan kemampuan aktualisasi akting yang lumayan baik dari seluruh aktor-aktris pendukungnya terutama Tio dan Amanda yang berhasil menciptakan chemistry kuat saat mereka berbagi layar. Kesan melankolis cukup berhasil dibangun sehingga beberapa adegan niscaya mampu membuat anda terharu. Akhir kata, film ini sangat pas menjadi teman berbuka anda di bulan puasa ini sembari merenungkan makna dari sebuah keluarga.
Durasi:
100 menit
Overall:
7 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Mengetahui hidupnya akan berakhir dalam waktu singkat, Darma berusaha mencapai beberapa "target" yang telah ditetapkannya yaitu shalat lima waktu, puasa sebulan penuh, berhenti merokok serta meminta maaf pada mantan istrinya, Dania dan kedua anak mereka yaitu Reza dan Lara. Keinginan terakhir itulah yang ternyata teramat sulit dilakukan karena kesalahan besar yang dilakukan Darma di masa lalu dengan menghamili Alina, sahabat Dania sendiri. Akankah Darma dimaafkan sebelum menghembuskan nafas terakhirnya?
Gambar:
Sinematografi yang dijual tidak jauh beda dengan kualitas sinetron atau film televisi.
Act:
Setelah sekian lama berkiprah, Tio Pakusadewo kembali memegang peran utama sebagai Darma, lelaki setengah baya yang berusaha bertobat setelah melakukan kesalahan fatal terhadap keluarganya.
Pernah tampil sekilas dalam Lantai 13, perannya sebagai Dania merupakan salah satu terobosan berarti bagi Maia Estianty yang dituntut harus bisa menangis disini.
Amanda dan Ade Surya Akbar tampil cukup natural sebagai kedua anak Dania, Reza dan Lara.
Didukung pula oleh dua senior, Dwi Sasono dan Kinaryosih sebagai Dokter Rey dan Alina.
Sutradara:
Film layar lebar pertama bagi Maruli Ara dimana momentumnya cukup bagus karena disajikan sebagai tontonan bulan Ramadhan.
Komentar:
Jika ditilik secara keseluruhan sebetulnya tidak ada yang spesial pada Kata Maaf Terakhir. Namun plot cerita drama keluarga yang sederhana tersebut dikemas secara wajar dan didukung dengan kemampuan aktualisasi akting yang lumayan baik dari seluruh aktor-aktris pendukungnya terutama Tio dan Amanda yang berhasil menciptakan chemistry kuat saat mereka berbagi layar. Kesan melankolis cukup berhasil dibangun sehingga beberapa adegan niscaya mampu membuat anda terharu. Akhir kata, film ini sangat pas menjadi teman berbuka anda di bulan puasa ini sembari merenungkan makna dari sebuah keluarga.
Durasi:
100 menit
Overall:
7 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Kamis, 27 Agustus 2009
POCONG JALAN BLORA : Hantu Baru Format Lama
Cerita:
Empat sekawan Josh, Mei, Joe dan Sandra sepakat menjawab keingintahuan mereka akan penampakan pocong tanpa kepala di jalan Blora. Selepas malam itu, keempatnya diganggu teror supernatural yang sulit dijelaskan yang berujung pada hilangnya Mei secara misterius setelah bertengkar dengan pacarnya Freddy. Sandra berusaha mencari petunjuk dengan mengunjungi apartemen Mei dan menemukan sudah berganti penyewa yaitu Hilda. Beruntung Hilda yang memiliki indera keenam mau membantu memecahkan semua keganjilan tersebut. Kemana sebenarnya Mei? Siapa sesungguhnya identitas pocong tanpa kepala tersebut?
Gambar:
Gambar-gambar retro minimalis yang menjadi ciri khas Nayato kembali muncul disini. Sayangnya "penampakan" tidak cukup konsisten dan tidak terlalu menyeramkan.
Act:
Sebagian muka-muka lama seperti Monique Henry, Abdurahman Arif turut mendampangi muka-muka baru Arumi Bachsin, Garneta Haruni, Fikri Baladraf, Zidni Adam Jawas dan Ridwan Ghany sebagai tokoh-tokoh sentral film ini.
Sutradara:
Terakhir bereksperimen dengan genre drama remaja Virgin 2 : Bukan Film Porno, Ian Jacobs kembali ke habitatnya yaitu horor. Formula sama masih digunakannya disini yakni bintang-bintang baru dengan cerita tambal sulam dari film-film sebelumnya.
Komentar:
Tidak ada hal baru yang ditawarkan teammaker film ini selain hantu urban berwujud pocong tanpa kepala? What? Itulah yang terjadi, dipadukan dengan tempelan "inspirasi dari kejadian nyata" dengan mengusung tagline "The Scariest Horor Movie In Years". Double WHAT? Pengulangan saja dari tema yang diusung terdahulu ditambah plot campur aduk tanpa inovasi kreatif sama sekali! Menghantui lewat mimpi yang kerapkali muncul bukan lagi suatu kejutan apalagi penampakannya tidak cukup mengerikan. Hm, Nayato atau Ian Jacobs atau siapapun namanya, tolong berhentilah membodohi penonton. You have talent, please take it to the next level. Otherwise you will only be a specialist director for trash movies.
Durasi:
75 menit
Overall:
6 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Empat sekawan Josh, Mei, Joe dan Sandra sepakat menjawab keingintahuan mereka akan penampakan pocong tanpa kepala di jalan Blora. Selepas malam itu, keempatnya diganggu teror supernatural yang sulit dijelaskan yang berujung pada hilangnya Mei secara misterius setelah bertengkar dengan pacarnya Freddy. Sandra berusaha mencari petunjuk dengan mengunjungi apartemen Mei dan menemukan sudah berganti penyewa yaitu Hilda. Beruntung Hilda yang memiliki indera keenam mau membantu memecahkan semua keganjilan tersebut. Kemana sebenarnya Mei? Siapa sesungguhnya identitas pocong tanpa kepala tersebut?
Gambar:
Gambar-gambar retro minimalis yang menjadi ciri khas Nayato kembali muncul disini. Sayangnya "penampakan" tidak cukup konsisten dan tidak terlalu menyeramkan.
Act:
Sebagian muka-muka lama seperti Monique Henry, Abdurahman Arif turut mendampangi muka-muka baru Arumi Bachsin, Garneta Haruni, Fikri Baladraf, Zidni Adam Jawas dan Ridwan Ghany sebagai tokoh-tokoh sentral film ini.
Sutradara:
Terakhir bereksperimen dengan genre drama remaja Virgin 2 : Bukan Film Porno, Ian Jacobs kembali ke habitatnya yaitu horor. Formula sama masih digunakannya disini yakni bintang-bintang baru dengan cerita tambal sulam dari film-film sebelumnya.
Komentar:
Tidak ada hal baru yang ditawarkan teammaker film ini selain hantu urban berwujud pocong tanpa kepala? What? Itulah yang terjadi, dipadukan dengan tempelan "inspirasi dari kejadian nyata" dengan mengusung tagline "The Scariest Horor Movie In Years". Double WHAT? Pengulangan saja dari tema yang diusung terdahulu ditambah plot campur aduk tanpa inovasi kreatif sama sekali! Menghantui lewat mimpi yang kerapkali muncul bukan lagi suatu kejutan apalagi penampakannya tidak cukup mengerikan. Hm, Nayato atau Ian Jacobs atau siapapun namanya, tolong berhentilah membodohi penonton. You have talent, please take it to the next level. Otherwise you will only be a specialist director for trash movies.
Durasi:
75 menit
Overall:
6 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Rabu, 26 Agustus 2009
REVOLUTIONARY ROAD : Krisis Perkawinan Antara Mimpi dan Realita
Quotes:
Frank Wheeler-Well I support you, don't I? I work ten hours a day at a job I can't stand!
April Wheeler-You don't have to!
Frank Wheeler-But I have the backbone not to run away from my responsibilities!
Cerita:
1955, tahun ketujuh dalam perkawinannya, sepintas Frank dan April Wheeler terlihat berbahagia. Namun sesungguhnya tidak! Kehidupan di Connecticut dengan dua anak, April menjadi ibu rumah tangga sedangkan Frank disibukkan dengan pekerjaannya sebagai administrasi kantor. Sampai pada suatu ketika, April mempunyai ide untuk pindah ke Paris dan menjadi sekretaris sementara Frank bisa melanjutkan hobinya. Rencana yang semula matang menjadi mentah kembali saat Frank dipromosikan naik jabatan. Dilema antar kedua orangtua muda tersebut semakin memuncak. Apakah semua bisa terselesaikan tanpa perceraian menjadi jalan keluarnya?
Gambar:
Bersetting asli di Connecticut, kehidupan keluarga urban di tepi kota besar disorot dengan sangat baik, konstan dengan gaya tahun 1950an yang kental di segala sisi.
Act:
Terakhir tampil dalam Body Of Lies, Leonardo DiCaprio kembali pada genre drama yang pernah membesarkan namanya. Dalam peran Frank Wheeler, Leo terlihat matang dan dewasa sebagai karyawan administrasi yang sebetulnya tidak ia sukai.
Sama seperti Leo dimana terlibat juga dalam satu proyek yang akhirnya mengantarkan Piala Oscar baginya dalam The Reader, Kate Winslet sekali lagi membuktikan talentanya. Dalam karakter April Wheeler, Kate tampil emosional dan pemimpi sehingga masuk nominasi Aktris Terbaik BAFTA Film Award 2009.
Sutradara:
Meraih Piala Oscar pada debut penyutradaraan layar lebarnya dalam American Beauty (1999), Sam Mendes yang juga suami dari Kate Winslet di kehidupan nyata memang belum banyak berkarya tetapi sudah diakui kualitasnya di dunia perfilman internasional.
Komentar:
Dibuat berdasarkan novel karangan Richard Yates, Sam Mendes mentranskripsikan hampir 100% sama dalam bentuk layar lebarnya termasuk lokasi, scene dan karakter. Bicara tentang karakter, Leo dan Kate bermain nyaris sempurna sebagai pasangan yang tengah mengalami krisis perkawinan sehingga kita bisa mengerti kebencian dan ketidaksukaan satu sama lain akan situasi yang tengah berjalan. Sinematografinya terasa kuat di berbagai elemen. Satu-satunya yang patut diperhatikan adalah Revolutionary Road menonjolkan kedepresian secara dominan, maka dari itu bukan tipe film dimana penonton bisa duduk nyaman begitu saja. Film yang bagus dari berbagai sisi tetapi bukan dari unsur hiburan.
Durasi:
120 menit
U.S. Box Office:
$22,877,808 till Apr 2009
Overall:
7.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Frank Wheeler-Well I support you, don't I? I work ten hours a day at a job I can't stand!
April Wheeler-You don't have to!
Frank Wheeler-But I have the backbone not to run away from my responsibilities!
Cerita:
1955, tahun ketujuh dalam perkawinannya, sepintas Frank dan April Wheeler terlihat berbahagia. Namun sesungguhnya tidak! Kehidupan di Connecticut dengan dua anak, April menjadi ibu rumah tangga sedangkan Frank disibukkan dengan pekerjaannya sebagai administrasi kantor. Sampai pada suatu ketika, April mempunyai ide untuk pindah ke Paris dan menjadi sekretaris sementara Frank bisa melanjutkan hobinya. Rencana yang semula matang menjadi mentah kembali saat Frank dipromosikan naik jabatan. Dilema antar kedua orangtua muda tersebut semakin memuncak. Apakah semua bisa terselesaikan tanpa perceraian menjadi jalan keluarnya?
Gambar:
Bersetting asli di Connecticut, kehidupan keluarga urban di tepi kota besar disorot dengan sangat baik, konstan dengan gaya tahun 1950an yang kental di segala sisi.
Act:
Terakhir tampil dalam Body Of Lies, Leonardo DiCaprio kembali pada genre drama yang pernah membesarkan namanya. Dalam peran Frank Wheeler, Leo terlihat matang dan dewasa sebagai karyawan administrasi yang sebetulnya tidak ia sukai.
Sama seperti Leo dimana terlibat juga dalam satu proyek yang akhirnya mengantarkan Piala Oscar baginya dalam The Reader, Kate Winslet sekali lagi membuktikan talentanya. Dalam karakter April Wheeler, Kate tampil emosional dan pemimpi sehingga masuk nominasi Aktris Terbaik BAFTA Film Award 2009.
Sutradara:
Meraih Piala Oscar pada debut penyutradaraan layar lebarnya dalam American Beauty (1999), Sam Mendes yang juga suami dari Kate Winslet di kehidupan nyata memang belum banyak berkarya tetapi sudah diakui kualitasnya di dunia perfilman internasional.
Komentar:
Dibuat berdasarkan novel karangan Richard Yates, Sam Mendes mentranskripsikan hampir 100% sama dalam bentuk layar lebarnya termasuk lokasi, scene dan karakter. Bicara tentang karakter, Leo dan Kate bermain nyaris sempurna sebagai pasangan yang tengah mengalami krisis perkawinan sehingga kita bisa mengerti kebencian dan ketidaksukaan satu sama lain akan situasi yang tengah berjalan. Sinematografinya terasa kuat di berbagai elemen. Satu-satunya yang patut diperhatikan adalah Revolutionary Road menonjolkan kedepresian secara dominan, maka dari itu bukan tipe film dimana penonton bisa duduk nyaman begitu saja. Film yang bagus dari berbagai sisi tetapi bukan dari unsur hiburan.
Durasi:
120 menit
U.S. Box Office:
$22,877,808 till Apr 2009
Overall:
7.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Selasa, 25 Agustus 2009
MEMORY : Halusinasi Supernatural Kontra Trauma Masa Lalu
Cerita:
Suatu malam, departemen kepolisian menerima telepon yang menyatakan suara teriakan di sebuah rumah yang baru saja ditempati perempuan berusia 30an Ingorn dan anaknya, Pear. Gadis kecil tersebut terlihat shock dengan beberapa memar di tubuhnya. Sesuai peraturan orangtua-anak, Pear diijinkan bertemu psikiater Krid untuk memeriksanya. Krid yang juga berangkat dari trauma masa lalu melihat ketakutan pada sorot mata Pear yang menurut Ingorn disebabkan penampakan arwah penasaran. Apa yang sesungguhnya terjadi pada Pear? Dapatkah Krid menjawabnya?
Gambar:
Beberapa adegan lambat dengan suasana minimalis di sebuah rumah bercahayakan temaram konon akan membuat anda bergidik. Sinematografinya bisa dibilang cukup konsisten.
Act:
Bersamaan dengan perannya dalam The Coffin, Ananda Everingham disini bermain sebagai Krid, psikiater muda yang berpisah dengan istrinya setelah kecelakaan mobil yang menewaskan putri semata wayang mereka.
Mai Charoenpura sebagai Ingorn, wanita misterius yang sangat protektif terhadap putrinya.
Parujee Khemsawad sebagai Pear, gadis kecil yang mengalami delusi paranoid tanpa sebab yang jelas.
Sutradara:
Torpong Tunkamhang
Komentar:
Dengan mood lambat, film ini bergulir hampir tanpa riak jika tidak diselingi dengan subplot cerita yang berpindah-pindah antara Krid dan Ingorn terutama di awal cerita. Tapi hal tersebut tidak menjadikan Memory menjemukan karena diterjemahkan dengan menarik dan mampu menjaga rasa penasaran penonton untuk terus mengikuti. Perlahan-lahan anda akan dibimbing pada suatu konklusi di akhir yang sulit diduga dengan petunjuk yang sedikit. Saya lebih suka menyebut film ini sebagai drama psikologis dengan sentuhan horor/thriller secara bersamaan selayaknya khas film Thailand pada umumnya. Bagaimana menurut anda?
Durasi:
90 menit
Overall:
7 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Suatu malam, departemen kepolisian menerima telepon yang menyatakan suara teriakan di sebuah rumah yang baru saja ditempati perempuan berusia 30an Ingorn dan anaknya, Pear. Gadis kecil tersebut terlihat shock dengan beberapa memar di tubuhnya. Sesuai peraturan orangtua-anak, Pear diijinkan bertemu psikiater Krid untuk memeriksanya. Krid yang juga berangkat dari trauma masa lalu melihat ketakutan pada sorot mata Pear yang menurut Ingorn disebabkan penampakan arwah penasaran. Apa yang sesungguhnya terjadi pada Pear? Dapatkah Krid menjawabnya?
Gambar:
Beberapa adegan lambat dengan suasana minimalis di sebuah rumah bercahayakan temaram konon akan membuat anda bergidik. Sinematografinya bisa dibilang cukup konsisten.
Act:
Bersamaan dengan perannya dalam The Coffin, Ananda Everingham disini bermain sebagai Krid, psikiater muda yang berpisah dengan istrinya setelah kecelakaan mobil yang menewaskan putri semata wayang mereka.
Mai Charoenpura sebagai Ingorn, wanita misterius yang sangat protektif terhadap putrinya.
Parujee Khemsawad sebagai Pear, gadis kecil yang mengalami delusi paranoid tanpa sebab yang jelas.
Sutradara:
Torpong Tunkamhang
Komentar:
Dengan mood lambat, film ini bergulir hampir tanpa riak jika tidak diselingi dengan subplot cerita yang berpindah-pindah antara Krid dan Ingorn terutama di awal cerita. Tapi hal tersebut tidak menjadikan Memory menjemukan karena diterjemahkan dengan menarik dan mampu menjaga rasa penasaran penonton untuk terus mengikuti. Perlahan-lahan anda akan dibimbing pada suatu konklusi di akhir yang sulit diduga dengan petunjuk yang sedikit. Saya lebih suka menyebut film ini sebagai drama psikologis dengan sentuhan horor/thriller secara bersamaan selayaknya khas film Thailand pada umumnya. Bagaimana menurut anda?
Durasi:
90 menit
Overall:
7 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Senin, 24 Agustus 2009
VAN WILDER 3 : FRESHMAN YEAR Prekuel Dari Dua Seri Van Wilder
Cerita:
Tahun ajaran baru di kampus Coolidge dan Van Wilder siap untuk berpesta. Sayangnya semua gadis sudah menyatakan tidak karena bakti mereka pada hukum dan agama yang berlaku di kampus tersebut. Perhatian Van pun tertuju pada mahasiswi tercantik bernama Kaitlin yang sebetulnya sudah terikat dengan Dirk, calon komandan kamp militer kampus. Berusaha melawan arus, Van harus mengerahkan segala upayanya untuk mengubah semua situasi dan memenangkan pertarungan akhir!
Gambar:
Bertempat di Agnes Scott College, Georgia, prekuel dari Van Wilder ini secara detail menggambarkan kehidupan kampus remaja Amerika meski dari segi hiperbolis.
Act:
Sebelumnya juga terlibat dalam prekuel yakni The Dukes Of Hazzard : The Beginning, Jonathan Bennett kali ini berperan sebagai Van Wilder muda, salah satu penghuni kampus terlama sepanjang sejarah.
Kristin Cavallari sebagai Kaitlin yang cantik tangguh sekaligus pintar.
Steve Talley sebagai Dirk Arnold, calon pemimpin kamp militer kampus yang licik menyebalkan.
Jerry Shea sebagai Yu Dom Fuk, sahabat Van yang menguasai berbagai jurus "Kamasutra".
Sutradara:
Debutnya dalam Kickin It Old Skool (2007) menjadi satu-satunya yang dirilis di layar lebar bagi Harvey Glazer. Dua film terakhirnya langsung diterjunkan untuk video.
Komentar:
Jika anda menyukai lelucon sejenis American Pie, ini film yang tepat untuk anda. Terutama bagi anda yang sudah pernah menyaksikan Van Wilder 1 dan 2 sebelumnya, ini film yang penting untuk anda simak juga. Sebuah komedi seks slapstik yang masih menghibur dari segala elemen, plot cerita yang ringan, eksekusi yang fun dan humor yang menggelitik. Tidak banyak adegan "telanjang" yang biasanya muncul dalam genre serupa. Jangan bandingkan film ini dengan Van Wilder nya Ryan Reynolds dan Tara Reid. Freshman Year selayaknya judulnya hanya akan menceritakan asal mula kiblat seorang Van Wilder di kampus Coolidge. Butuh usaha lebih bagi teammaker untuk menggali franchise film ini. Mudah-mudahan sekuel dari prekuel ini, Sophomore Year bisa lebih menggigit lagi.
Durasi:
95 menit
Overall:
7 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Tahun ajaran baru di kampus Coolidge dan Van Wilder siap untuk berpesta. Sayangnya semua gadis sudah menyatakan tidak karena bakti mereka pada hukum dan agama yang berlaku di kampus tersebut. Perhatian Van pun tertuju pada mahasiswi tercantik bernama Kaitlin yang sebetulnya sudah terikat dengan Dirk, calon komandan kamp militer kampus. Berusaha melawan arus, Van harus mengerahkan segala upayanya untuk mengubah semua situasi dan memenangkan pertarungan akhir!
Gambar:
Bertempat di Agnes Scott College, Georgia, prekuel dari Van Wilder ini secara detail menggambarkan kehidupan kampus remaja Amerika meski dari segi hiperbolis.
Act:
Sebelumnya juga terlibat dalam prekuel yakni The Dukes Of Hazzard : The Beginning, Jonathan Bennett kali ini berperan sebagai Van Wilder muda, salah satu penghuni kampus terlama sepanjang sejarah.
Kristin Cavallari sebagai Kaitlin yang cantik tangguh sekaligus pintar.
Steve Talley sebagai Dirk Arnold, calon pemimpin kamp militer kampus yang licik menyebalkan.
Jerry Shea sebagai Yu Dom Fuk, sahabat Van yang menguasai berbagai jurus "Kamasutra".
Sutradara:
Debutnya dalam Kickin It Old Skool (2007) menjadi satu-satunya yang dirilis di layar lebar bagi Harvey Glazer. Dua film terakhirnya langsung diterjunkan untuk video.
Komentar:
Jika anda menyukai lelucon sejenis American Pie, ini film yang tepat untuk anda. Terutama bagi anda yang sudah pernah menyaksikan Van Wilder 1 dan 2 sebelumnya, ini film yang penting untuk anda simak juga. Sebuah komedi seks slapstik yang masih menghibur dari segala elemen, plot cerita yang ringan, eksekusi yang fun dan humor yang menggelitik. Tidak banyak adegan "telanjang" yang biasanya muncul dalam genre serupa. Jangan bandingkan film ini dengan Van Wilder nya Ryan Reynolds dan Tara Reid. Freshman Year selayaknya judulnya hanya akan menceritakan asal mula kiblat seorang Van Wilder di kampus Coolidge. Butuh usaha lebih bagi teammaker untuk menggali franchise film ini. Mudah-mudahan sekuel dari prekuel ini, Sophomore Year bisa lebih menggigit lagi.
Durasi:
95 menit
Overall:
7 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Minggu, 23 Agustus 2009
LAND OF THE LOST : Petualangan "Funky" Di Dunia Yang Hilang
Quotes:
Will Stanton-[on the rocks, to Rick] You ever get tired of being wrong?
Dr. Rick Marshall-[being chased by the T-Rex] I do! I really do!
Cerita:
Tiga tahun lalu, Rick Marshall dikeluarkan dari Departemen Sains karena teorinya yang dianggap konyol. Sekarang bekerja di musium George C. Page, Rick bertemu dengan Holly Cantrell, mantan mahasiswi yang pernah mati-matian mendukung teori Rick. Saat melancong ke gua Iblis tempat penemuan amplifier tachyon dengan pemandu Will Stanton, Rick dan Holly malah tersedot pusaran waktu dan dimensi sehingga terdampar di sebuah tempat yang diyakini sebagai dunia yang hilang. Hal-hal aneh segera mereka temukan disana termasuk perjumpaand engan manusia kera bernama Chaka. Akankah pada akhirnya Rick cs bisa keluar dari sana dan membuktikan teorinya benar?
Gambar:
Sebagian besar bersyut di Universal Studio, California untuk spesial efeknya. Beberapa scene mungkin mengingatkan kita pada adegan Jurassic Park terutama pada perburuan dinosaurus di awal film.
Act:
Salah satu aktor komedian papan atas Hollywood, Will Ferrell memulai karirnya dalam Men Seeking Women (1997). Kali ini berperan sebagai Dr. Rick Marshall yang pintar-pintar bodoh sekaligus ceroboh.
Pernah mendukung dwilogi tentang sepakbola Goal!, Anna Friel disini bermain sebagai Holly Cantrell, mantan mahasiswi Oxford yang berubah hidupnya setelah mempercayai teori Dr. Rick Marshall.
Danny McBride sebagai Will Stanton, sidekicknya Dr. Rick Marshall yang tidak sengaja terdampar dalam petualangan bersama.
Sutradara:
Sulit dipercaya setelah terbukti sukses dipuji saat mengarahkan aktor komedian lain Jim Carrey dalam Lemony Snicket's A Series of Unfortunate Events (2004), Brad Silberling maju dalam proyek ini bersama dengan Will Ferrell yang popularitasnya kurang teruji di luar Amerika. Kita lihat saja hasil perolehan box-officenya nanti.
Komentar:
Harus diakui kharisma Will Ferrell di luar Amerika belum sebesar Jim Carrey, Adam Sandler ataupun Ben Stiller. Saya pribadi sependapat karena menyaksikan beberapa filmnya sebelum ini, saya tidak menikmati humor yang dia sajikan. Ok tapi saya mulai menonton Land Of The Lost dengan pikiran "netral". Sepintas plotnya mirip Journey To The Center Of The Earth dan konon Land Of The Lost juga diangkat dari serial teve bertemakan sama. Dengan bujet besar yang mencapai 100 juta dollar, rasanya mudah bagi tim produksi untuk memaksimalkan spesial efek selama lebih kurang 90 menit. Banyak kejutan? Tidak juga, storylinenya sangat predictable. Hm, sepanjang film kita disuguhi lelucon absurd yang sebetulnya lucu tak lucu serta beberapa adegan yang memutar balikkan logika. Ada beberapa momen dimana saya bisa tertawa sekaligus merasa kecerdasan terlecehkan, berpadu dengan konten seksual yang tidak nyaman. Pada akhirnya ini hanyalah sebuah komedi ringan yang tidak banyak menawarkan inti dari makna kehidupan itu sendiri.
Durasi:
95 menit
U.S. Box Office:
$49,392,095 till mid Aug 2009
Overall:
7 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Will Stanton-[on the rocks, to Rick] You ever get tired of being wrong?
Dr. Rick Marshall-[being chased by the T-Rex] I do! I really do!
Cerita:
Tiga tahun lalu, Rick Marshall dikeluarkan dari Departemen Sains karena teorinya yang dianggap konyol. Sekarang bekerja di musium George C. Page, Rick bertemu dengan Holly Cantrell, mantan mahasiswi yang pernah mati-matian mendukung teori Rick. Saat melancong ke gua Iblis tempat penemuan amplifier tachyon dengan pemandu Will Stanton, Rick dan Holly malah tersedot pusaran waktu dan dimensi sehingga terdampar di sebuah tempat yang diyakini sebagai dunia yang hilang. Hal-hal aneh segera mereka temukan disana termasuk perjumpaand engan manusia kera bernama Chaka. Akankah pada akhirnya Rick cs bisa keluar dari sana dan membuktikan teorinya benar?
Gambar:
Sebagian besar bersyut di Universal Studio, California untuk spesial efeknya. Beberapa scene mungkin mengingatkan kita pada adegan Jurassic Park terutama pada perburuan dinosaurus di awal film.
Act:
Salah satu aktor komedian papan atas Hollywood, Will Ferrell memulai karirnya dalam Men Seeking Women (1997). Kali ini berperan sebagai Dr. Rick Marshall yang pintar-pintar bodoh sekaligus ceroboh.
Pernah mendukung dwilogi tentang sepakbola Goal!, Anna Friel disini bermain sebagai Holly Cantrell, mantan mahasiswi Oxford yang berubah hidupnya setelah mempercayai teori Dr. Rick Marshall.
Danny McBride sebagai Will Stanton, sidekicknya Dr. Rick Marshall yang tidak sengaja terdampar dalam petualangan bersama.
Sutradara:
Sulit dipercaya setelah terbukti sukses dipuji saat mengarahkan aktor komedian lain Jim Carrey dalam Lemony Snicket's A Series of Unfortunate Events (2004), Brad Silberling maju dalam proyek ini bersama dengan Will Ferrell yang popularitasnya kurang teruji di luar Amerika. Kita lihat saja hasil perolehan box-officenya nanti.
Komentar:
Harus diakui kharisma Will Ferrell di luar Amerika belum sebesar Jim Carrey, Adam Sandler ataupun Ben Stiller. Saya pribadi sependapat karena menyaksikan beberapa filmnya sebelum ini, saya tidak menikmati humor yang dia sajikan. Ok tapi saya mulai menonton Land Of The Lost dengan pikiran "netral". Sepintas plotnya mirip Journey To The Center Of The Earth dan konon Land Of The Lost juga diangkat dari serial teve bertemakan sama. Dengan bujet besar yang mencapai 100 juta dollar, rasanya mudah bagi tim produksi untuk memaksimalkan spesial efek selama lebih kurang 90 menit. Banyak kejutan? Tidak juga, storylinenya sangat predictable. Hm, sepanjang film kita disuguhi lelucon absurd yang sebetulnya lucu tak lucu serta beberapa adegan yang memutar balikkan logika. Ada beberapa momen dimana saya bisa tertawa sekaligus merasa kecerdasan terlecehkan, berpadu dengan konten seksual yang tidak nyaman. Pada akhirnya ini hanyalah sebuah komedi ringan yang tidak banyak menawarkan inti dari makna kehidupan itu sendiri.
Durasi:
95 menit
U.S. Box Office:
$49,392,095 till mid Aug 2009
Overall:
7 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Jumat, 21 Agustus 2009
DISTRICT 9 : Kemelut Pengungsian Komunitas Alien
Quotes:
Wikus Van De Merwe-[Points out Alien graffiti] This is basically a guy, and there's 3 humans here, basically trying to make a warning, you know, saying "I kill 3 humans, watch out for me."
Cerita:
Tahun 1982, UFO berukuran raksasa melayang di atas Johannesburg, Afrika Selatan. UFO tersebut membawa jutaan alien yang sepintas berwujud seperti udang sehingga disebut prawn yang segera dievakuasi dalam sebuah area terisolir. Di kemudian hari, tim penyelamat MNU (Multi National United) berniat memindahkan "komunitas" tersebut ke sebuah wilayah yang dinamakan District 9. Adalah penanggungjawab tim MNU, Wikus van de Merwe secara tidak sengaja terkontaminasi cairan dalam tabung rahasia yang disembunyikan seorang alien pintar bernama Christoper Johnson. Perlahan-lahan, Wikus mulai berubah dan seketika ia menjadi buronan Pemerintah. Berhasilkah perjuangan Wikus mengembalikan dirinya seperti sediakala? Apa tujuan alien tersebut sebenarnya?
Gambar:
Penggambaran lokasi pengasingan komunitas alien benar-benar berantakan, pas dengan konsep yang diinginkan. Bertempat di Gauteng dan Wellington untuk dua lokasi syuting primernya.
Act:
Dengan penjiwaan dan emosinya, Sharlto Copley yang juga bermain sebagai Sniper dalam Alive In Joburg bermain outstanding sebagai Wikus Van De Merwe, penanggungjawab tim relokasi MNU yang akhirnya terkontaminasi DNA alien hingga hidupnya berantakan.
Sutradara:
Sutradara muda berusia 30 tahun, Neill Blomkamp memulai karirnya dalam sebuah film pendek berjudul Alive In Joburg (2005) yang kemudian diremake menjadi District 9 ini. Boleh dikatakan terobosan yang berani dari Neill karena ia juga memegang posisi penulis. Tapi dengan dukungan sutradara kaliber dunia Peter Jackson, diyakini hasilnya akan bagus.
Komentar:
Sebelum menonton film ini, saya ingatkan dahulu District 9 adalah science fiction. Dan BUKAN science fiction biasa seperti yang sudah-sudah. Diawali dengan penggambaran yang agak kacau dan slow tetapi memasuki dua pertiga terakhir, alur film semakin "rapat" dan mencekam. Plotnya juga tidak mudah diduga. Make up alien terlihat detail dengan gaya berbicara yang sedikit aneh. Akting Copley sangat meyakinkan, sang sutradara Blomkamp juga cemerlang dalam membesut film dengan gaya semi dokumenter. Menyaksikan District 9, saya teringat pada style dan tensi yang kurang lebih sama dengan apa yang disajikan 28 Days Later. Tidak lupa, kesadisan dan darah mendominasi adegan sepanjang film. Beberapa spot percakapan karakter negro terasa mengganggu sehingga pada akhirnya sempat ada dugaan bahwa Blomkamp seorang yang rasis. Kesimpulannya, District 9 bagus dengan "caranya" sendiri, terbukti rating IMDB yg sangat tinggi 8.8 dari 10. Namun bukan merupakan film kebanyakan penonton mayoritas.
Durasi:
90 menit
U.S. Box Office:
$37,354,308 opening weekend in mid Aug 2009
Overall:
7.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Wikus Van De Merwe-[Points out Alien graffiti] This is basically a guy, and there's 3 humans here, basically trying to make a warning, you know, saying "I kill 3 humans, watch out for me."
Cerita:
Tahun 1982, UFO berukuran raksasa melayang di atas Johannesburg, Afrika Selatan. UFO tersebut membawa jutaan alien yang sepintas berwujud seperti udang sehingga disebut prawn yang segera dievakuasi dalam sebuah area terisolir. Di kemudian hari, tim penyelamat MNU (Multi National United) berniat memindahkan "komunitas" tersebut ke sebuah wilayah yang dinamakan District 9. Adalah penanggungjawab tim MNU, Wikus van de Merwe secara tidak sengaja terkontaminasi cairan dalam tabung rahasia yang disembunyikan seorang alien pintar bernama Christoper Johnson. Perlahan-lahan, Wikus mulai berubah dan seketika ia menjadi buronan Pemerintah. Berhasilkah perjuangan Wikus mengembalikan dirinya seperti sediakala? Apa tujuan alien tersebut sebenarnya?
Gambar:
Penggambaran lokasi pengasingan komunitas alien benar-benar berantakan, pas dengan konsep yang diinginkan. Bertempat di Gauteng dan Wellington untuk dua lokasi syuting primernya.
Act:
Dengan penjiwaan dan emosinya, Sharlto Copley yang juga bermain sebagai Sniper dalam Alive In Joburg bermain outstanding sebagai Wikus Van De Merwe, penanggungjawab tim relokasi MNU yang akhirnya terkontaminasi DNA alien hingga hidupnya berantakan.
Sutradara:
Sutradara muda berusia 30 tahun, Neill Blomkamp memulai karirnya dalam sebuah film pendek berjudul Alive In Joburg (2005) yang kemudian diremake menjadi District 9 ini. Boleh dikatakan terobosan yang berani dari Neill karena ia juga memegang posisi penulis. Tapi dengan dukungan sutradara kaliber dunia Peter Jackson, diyakini hasilnya akan bagus.
Komentar:
Sebelum menonton film ini, saya ingatkan dahulu District 9 adalah science fiction. Dan BUKAN science fiction biasa seperti yang sudah-sudah. Diawali dengan penggambaran yang agak kacau dan slow tetapi memasuki dua pertiga terakhir, alur film semakin "rapat" dan mencekam. Plotnya juga tidak mudah diduga. Make up alien terlihat detail dengan gaya berbicara yang sedikit aneh. Akting Copley sangat meyakinkan, sang sutradara Blomkamp juga cemerlang dalam membesut film dengan gaya semi dokumenter. Menyaksikan District 9, saya teringat pada style dan tensi yang kurang lebih sama dengan apa yang disajikan 28 Days Later. Tidak lupa, kesadisan dan darah mendominasi adegan sepanjang film. Beberapa spot percakapan karakter negro terasa mengganggu sehingga pada akhirnya sempat ada dugaan bahwa Blomkamp seorang yang rasis. Kesimpulannya, District 9 bagus dengan "caranya" sendiri, terbukti rating IMDB yg sangat tinggi 8.8 dari 10. Namun bukan merupakan film kebanyakan penonton mayoritas.
Durasi:
90 menit
U.S. Box Office:
$37,354,308 opening weekend in mid Aug 2009
Overall:
7.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Selasa, 18 Agustus 2009
THE MAGIC GOURD : Botol Tuak Pengabul Keinginan Seorang Bocah Pemalas
Cerita:
Bocah berusia 11 tahun, Wang Bao menemukan botol tuak ajaib yang bisa mengabulkan semua permintaannya saat memancing di danau yang sepi. Wang Bao tidak mengira masalah yang akan ia hadapi oleh karena botol tuak tersebut kemudian dimana kehidupannya malah semakin berantakan dan membuatnya dijauhi teman-teman di sekolah. Akankah pada akhirnya Wang Bao mengerti bahwa hal terbaik dalam hidup ini adalah dengan mengandalkan diri sendiri?
Gambar:
Berlokasi di Zhejiang, sungai dan padang bambu tempat pertemuan Bao Hulu dan Wang Bao terasa sangat alami dan indah.
Act:
Wang Bao diperankan oleh pendatang baru cilik asli China, Zhu Qilong.
Mengawali karir akting dalam Mack The Knife (1995), Gigi Leung kali ini memainkan karakter Miss Liu, guru Wang Bao dkk yang cantik dan bijak.
Aktor kawakan Lau Ching Wan mengisi suara The Magic Gourd.
Sutradara:
Kolaborasi John Chu dan Frankie Chung yang rupanya mengawali debut di kursi sutradara lewat film animasi nyata kerjasama pertama Disney dan China ini.
Komentar:
Film ini memang ditujukan untuk segmen anak-anak tingkat sekolah dasar. Bagaimana mengajarkan seorang murid menjadi rajin, bisa bekerjasama dan mau bergantung sepenuhnya pada usahanya sendiri untuk mencapai impiannya. Animasi botol tuak dan katak sangat menarik dan disuarakan dengan pas. Juga didukung akting yang baik dari bocah pemeran utamanya dan aktor-aktris pendukung lainnya. Ada rasa yang nyata mengenai keajaiban pada beberapa adegan dimana Disney Amerika belum terlalu menyentuhnya. Ada satu issue yang cukup mengganggu, dimana storyline The Magic Gourd sangat mirip dengan CJ7 yang dibuat lebih komersil. Mana yang lebih baik menurut anda?
Durasi:
85 menit
Overall:
7 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Bocah berusia 11 tahun, Wang Bao menemukan botol tuak ajaib yang bisa mengabulkan semua permintaannya saat memancing di danau yang sepi. Wang Bao tidak mengira masalah yang akan ia hadapi oleh karena botol tuak tersebut kemudian dimana kehidupannya malah semakin berantakan dan membuatnya dijauhi teman-teman di sekolah. Akankah pada akhirnya Wang Bao mengerti bahwa hal terbaik dalam hidup ini adalah dengan mengandalkan diri sendiri?
Gambar:
Berlokasi di Zhejiang, sungai dan padang bambu tempat pertemuan Bao Hulu dan Wang Bao terasa sangat alami dan indah.
Act:
Wang Bao diperankan oleh pendatang baru cilik asli China, Zhu Qilong.
Mengawali karir akting dalam Mack The Knife (1995), Gigi Leung kali ini memainkan karakter Miss Liu, guru Wang Bao dkk yang cantik dan bijak.
Aktor kawakan Lau Ching Wan mengisi suara The Magic Gourd.
Sutradara:
Kolaborasi John Chu dan Frankie Chung yang rupanya mengawali debut di kursi sutradara lewat film animasi nyata kerjasama pertama Disney dan China ini.
Komentar:
Film ini memang ditujukan untuk segmen anak-anak tingkat sekolah dasar. Bagaimana mengajarkan seorang murid menjadi rajin, bisa bekerjasama dan mau bergantung sepenuhnya pada usahanya sendiri untuk mencapai impiannya. Animasi botol tuak dan katak sangat menarik dan disuarakan dengan pas. Juga didukung akting yang baik dari bocah pemeran utamanya dan aktor-aktris pendukung lainnya. Ada rasa yang nyata mengenai keajaiban pada beberapa adegan dimana Disney Amerika belum terlalu menyentuhnya. Ada satu issue yang cukup mengganggu, dimana storyline The Magic Gourd sangat mirip dengan CJ7 yang dibuat lebih komersil. Mana yang lebih baik menurut anda?
Durasi:
85 menit
Overall:
7 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Label:
7,
disney,
drama,
frankie chung,
gigi leung,
john chu,
magic gourd,
zhu qilong
Senin, 17 Agustus 2009
MERAH PUTIH : Klausal Kelompok Pejuang Jawa Tengah Melawan Belanda
Cerita:
Amir, Tomas, Dayan, Marius dan Soerono adalah lima pemuda berbeda latar belakang yang bertujuan satu yaitu menjadi pejuang kemerdekaan menghadapi Agresi Militer Belanda pimpinan Van Mook yang menyerang jantung kaum republik di Jawa Tengah pada tahun 1947. Bersatu adalah hal yang tidak mudah dikarenakan mereka harus beradaptasi terlebih dahulu satu sama lain dan menghadapi kendala persenjataan yang serba kurang dibanding milik lawan.
Gambar:
Format 35 milimeter membuat film ini berhasil menampilkan adegan peperangan yang jernih sekaligus nyata. Suasana tahun 1947 di pedalaman Jawa Tengah pun terangkum dengan cukup baik.
Act:
Semua cast utama tampil sangat baik dan menghayati perannya masing-masing. Konsistensi akting mereka masih sulit diukur karena film ini merupakan trilogi.
Lukman Sardi sebagai Amir
Donny Alamsyah sebagai Tomas
Darius Sinathrya sebagai Marius
Teuku Rifnu Wikana sebagai Dayan
Zumi Zola sebagai Soerono
Astri Nurdin sebagai Melati
Rahayu Saraswati sebagai Senja
Sutradara:
Berpengalaman mendampingi Riri Riza menjadi asisten sutradara dalam beberapa film terakhirnya termasuk Laskar Pelangi membuat Yadi Sugandi percaya diri melangkah sendiri untuk membesut trilogi Kemerdekaan yang diawali oleh Merah Putih ini.
Komentar:
Digadang-gadang karena melibatkan pihak kru Hollywood yang sudah berpengalaman dalam bidang special efek film perang macam Saving Private Ryan, Black Hawk Down, The Thin Red Line dll memang merupakan nilai plus tersendiri. Pasalnya adegan peperangan dan ledak-ledakan dalam film ini memang terlihat meyakinkan, setidaknya untuk mata dan telinga penonton. Tapi apa itu saja cukup? Butuh eksplorasi cerita dan eksekusi yang matang, sebab genre semacam ini mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi. Sejauh ini saya menilai Merah Putih hanya sebatas memenuhi standar, belum luar biasa. Pengenalan karakter utama merupakan tugas yang diemban bagian pertama trilogi Kemerdekaan ini sehingga setengah bagian film memang lebih banyak "bercerita". Konflik yang ditampilkan antar tokoh-tokoh utama memang baik tapi tidak cukup kuat untuk membuat penonton mengenal masing-masing pribadi mereka. Belum selesai, tensi mulai dibangun dengan beberapa penyerbuan "dadakan" yang rasanya agak dipaksakan. Yah sebagai pembuka, Merah Putih memang bisa dikategorikan menarik, apalagi diluncurkan tepat beberapa hari sebelum kemerdekaan Republik Indonesia ke-64. Tetapi kita butuh episode selanjutnya untuk melakukan penilaian secara keseluruhan.
Durasi:
110 menit
Overall:
7.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Amir, Tomas, Dayan, Marius dan Soerono adalah lima pemuda berbeda latar belakang yang bertujuan satu yaitu menjadi pejuang kemerdekaan menghadapi Agresi Militer Belanda pimpinan Van Mook yang menyerang jantung kaum republik di Jawa Tengah pada tahun 1947. Bersatu adalah hal yang tidak mudah dikarenakan mereka harus beradaptasi terlebih dahulu satu sama lain dan menghadapi kendala persenjataan yang serba kurang dibanding milik lawan.
Gambar:
Format 35 milimeter membuat film ini berhasil menampilkan adegan peperangan yang jernih sekaligus nyata. Suasana tahun 1947 di pedalaman Jawa Tengah pun terangkum dengan cukup baik.
Act:
Semua cast utama tampil sangat baik dan menghayati perannya masing-masing. Konsistensi akting mereka masih sulit diukur karena film ini merupakan trilogi.
Lukman Sardi sebagai Amir
Donny Alamsyah sebagai Tomas
Darius Sinathrya sebagai Marius
Teuku Rifnu Wikana sebagai Dayan
Zumi Zola sebagai Soerono
Astri Nurdin sebagai Melati
Rahayu Saraswati sebagai Senja
Sutradara:
Berpengalaman mendampingi Riri Riza menjadi asisten sutradara dalam beberapa film terakhirnya termasuk Laskar Pelangi membuat Yadi Sugandi percaya diri melangkah sendiri untuk membesut trilogi Kemerdekaan yang diawali oleh Merah Putih ini.
Komentar:
Digadang-gadang karena melibatkan pihak kru Hollywood yang sudah berpengalaman dalam bidang special efek film perang macam Saving Private Ryan, Black Hawk Down, The Thin Red Line dll memang merupakan nilai plus tersendiri. Pasalnya adegan peperangan dan ledak-ledakan dalam film ini memang terlihat meyakinkan, setidaknya untuk mata dan telinga penonton. Tapi apa itu saja cukup? Butuh eksplorasi cerita dan eksekusi yang matang, sebab genre semacam ini mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi. Sejauh ini saya menilai Merah Putih hanya sebatas memenuhi standar, belum luar biasa. Pengenalan karakter utama merupakan tugas yang diemban bagian pertama trilogi Kemerdekaan ini sehingga setengah bagian film memang lebih banyak "bercerita". Konflik yang ditampilkan antar tokoh-tokoh utama memang baik tapi tidak cukup kuat untuk membuat penonton mengenal masing-masing pribadi mereka. Belum selesai, tensi mulai dibangun dengan beberapa penyerbuan "dadakan" yang rasanya agak dipaksakan. Yah sebagai pembuka, Merah Putih memang bisa dikategorikan menarik, apalagi diluncurkan tepat beberapa hari sebelum kemerdekaan Republik Indonesia ke-64. Tetapi kita butuh episode selanjutnya untuk melakukan penilaian secara keseluruhan.
Durasi:
110 menit
Overall:
7.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Minggu, 16 Agustus 2009
ORPHAN : Misteri Gadis Yatim Piatu Adopsi Keluarga Coleman
Tagline:
There's something wrong with Esther..
Quotes:
Esther-Please, Mommy. Don't let me die.
Kate Coleman-I'm not your fucking mommy!
Cerita:
John dan Kate Coleman mengalami masalah dalam perkawinan terlebih setelah anak ketiga mereka yang rencananya dinamakan Jessica meninggal dalam kandungan Kate. Berusaha mengatasi trauma, John dan Kate mendatangi panti asuhan dan jatuh cinta pada Esther, seorang gadis cilik 9 tahun yang santun dan cerdas. Segera saja Daniel dan Max memiliki saudari yang baru. Perlahan-lahan sikap Esther mulai berubah menjadi posesif dan sensitif. Kate yang pertama menyadarinya segera menghubungi Suster Abigail, kepala panti tempat Esther diadopsi. Petunjuk demi petunjuk semakin menguatkan kecurigaan Kate akan kemisteriusan Esther. Namun apakah semua misteri bisa diungkapkan sebelum terlambat?
Gambar:
Mengambil lokasi di Quebec dan Ontario, Kanada benar-benar pas untuk menggambarkan suasana keluarga Coleman yang jauh dari kehangatan serta lingkungan yang selalu tertutup salju.
Act:
Vera Farmiga mengawali karir layar lebarnya dalam The Butterfly Dance (1998) dan terus melejit namanya termasuk saat menjiwai karakter Kate Coleman yang berusaha bangkit dari trauma masa lalunya dengan keluarganya sendiri.
Dead Man Walking (2005) menjadi debut akting Peter Sarsgaard yang kali ini kebagian peran John Coleman, seorang ayah yang mencintai istri dan anak-anaknya ini.
Dipuji sebagai calon bintang setelah menjadi bintang tamu dalam serial teve Ghost Whisperer, Isabelle Fuhrman yang baru berusia 12 tahun kembali membuktikan bakatnya sebagai Esther, gadis cilik yatim piatu yang misterius sekaligus kejam.
Dua bintang cilik Jimmy Bennett dan Aryana Engineer juga tak kalah gemilang memerankan kakak beradik Daniel dan Max Coleman.
Sutradara:
Jaume Collet-Serra yang berkebangsaan Spanyol melejit lewat debutnya yang juga sebuah remake, House Of Wax (2005) yang cukup sukses dalam peredaran dunianya. Kini ia mempertahankan tensi thriller yang kurang lebih sama dalam Orphan walaupun memiliki storyline yang jauh berbeda.
Komentar:
Ini adalah film dewasa, bukan konsumsi anak-anak meskipun plotnya tentang pengadopsian anak yatim piatu. Lebih tepat disebut drama thriller psikologis daripada horor yang semula diperkirakan orang. Dan memang Orphan bercerita dengan runut sehingga terkesan sangat lambat terutama di bagian awal pengenalan keluarga Coleman secara detail. Tapi semua itu tertutupi dengan akting yang brilian dari lima karakter utama dan juga eksekusi sinematografi yang sangat baik dari sang sutradara. Belum lagi ditambah dengan background score yang semakin memperkuat adegan demi adegan. Plot cerita terkonstruksi dengan baik. Film ini tidak berusaha mengeksplorasi ketakutan dan rasa penasaran penonton, tetapi tetap menjaga penonton merasa tegang dan mereka-reka sampai semuanya terungkap di penghujung. Jika anda lelah atau bosan dengan horor/thriller yang biasa "berlebihan", saksikan film ini. Semua elemen pendukung yang brilian itu membuat saya berani memberikan poin tinggi walaupun mungkin tidak akan memenangkan penghargaan apapun!
Durasi:
115 menit
U.S. Box Office:
$38,346,772 till mid Aug 2009
Overall:
8.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
There's something wrong with Esther..
Quotes:
Esther-Please, Mommy. Don't let me die.
Kate Coleman-I'm not your fucking mommy!
Cerita:
John dan Kate Coleman mengalami masalah dalam perkawinan terlebih setelah anak ketiga mereka yang rencananya dinamakan Jessica meninggal dalam kandungan Kate. Berusaha mengatasi trauma, John dan Kate mendatangi panti asuhan dan jatuh cinta pada Esther, seorang gadis cilik 9 tahun yang santun dan cerdas. Segera saja Daniel dan Max memiliki saudari yang baru. Perlahan-lahan sikap Esther mulai berubah menjadi posesif dan sensitif. Kate yang pertama menyadarinya segera menghubungi Suster Abigail, kepala panti tempat Esther diadopsi. Petunjuk demi petunjuk semakin menguatkan kecurigaan Kate akan kemisteriusan Esther. Namun apakah semua misteri bisa diungkapkan sebelum terlambat?
Gambar:
Mengambil lokasi di Quebec dan Ontario, Kanada benar-benar pas untuk menggambarkan suasana keluarga Coleman yang jauh dari kehangatan serta lingkungan yang selalu tertutup salju.
Act:
Vera Farmiga mengawali karir layar lebarnya dalam The Butterfly Dance (1998) dan terus melejit namanya termasuk saat menjiwai karakter Kate Coleman yang berusaha bangkit dari trauma masa lalunya dengan keluarganya sendiri.
Dead Man Walking (2005) menjadi debut akting Peter Sarsgaard yang kali ini kebagian peran John Coleman, seorang ayah yang mencintai istri dan anak-anaknya ini.
Dipuji sebagai calon bintang setelah menjadi bintang tamu dalam serial teve Ghost Whisperer, Isabelle Fuhrman yang baru berusia 12 tahun kembali membuktikan bakatnya sebagai Esther, gadis cilik yatim piatu yang misterius sekaligus kejam.
Dua bintang cilik Jimmy Bennett dan Aryana Engineer juga tak kalah gemilang memerankan kakak beradik Daniel dan Max Coleman.
Sutradara:
Jaume Collet-Serra yang berkebangsaan Spanyol melejit lewat debutnya yang juga sebuah remake, House Of Wax (2005) yang cukup sukses dalam peredaran dunianya. Kini ia mempertahankan tensi thriller yang kurang lebih sama dalam Orphan walaupun memiliki storyline yang jauh berbeda.
Komentar:
Ini adalah film dewasa, bukan konsumsi anak-anak meskipun plotnya tentang pengadopsian anak yatim piatu. Lebih tepat disebut drama thriller psikologis daripada horor yang semula diperkirakan orang. Dan memang Orphan bercerita dengan runut sehingga terkesan sangat lambat terutama di bagian awal pengenalan keluarga Coleman secara detail. Tapi semua itu tertutupi dengan akting yang brilian dari lima karakter utama dan juga eksekusi sinematografi yang sangat baik dari sang sutradara. Belum lagi ditambah dengan background score yang semakin memperkuat adegan demi adegan. Plot cerita terkonstruksi dengan baik. Film ini tidak berusaha mengeksplorasi ketakutan dan rasa penasaran penonton, tetapi tetap menjaga penonton merasa tegang dan mereka-reka sampai semuanya terungkap di penghujung. Jika anda lelah atau bosan dengan horor/thriller yang biasa "berlebihan", saksikan film ini. Semua elemen pendukung yang brilian itu membuat saya berani memberikan poin tinggi walaupun mungkin tidak akan memenangkan penghargaan apapun!
Durasi:
115 menit
U.S. Box Office:
$38,346,772 till mid Aug 2009
Overall:
8.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Sabtu, 15 Agustus 2009
THE TAKING OF PELHAM 123 : Menuntaskan Pembajakan Kereta Api Bawah Tanah
Quotes:
Ryder-We all owe God a death!
Garber-That's not true Ryder!
Cerita:
Kesibukan seperti biasa di Grand Central Station, tiba-tiba dikejutkan adanya pembajakan subway oleh sekelompok teroris yang dipimpin Ryder yang berujung pada penyanderaan 19 orang warga sipil yang berada pada tempat dan waktu yang salah. Ryder berkomunikasi dengan Walter Garber, seorang pemandu MTA dan menuntut tebusan 10 juta dollar kepada Walikota hanya dalam waktu sejam! Dibantu ahli negosiator NYPD, detektif Camonetti, Garber berusaha mengulur waktu dan berusaha mencaritahu siapa sebenarnya Ryder. Pengalamannya dan pengetahuannya tentang subway tersebut sangat menentukan berhasil tidaknya ia menggagalkan misi Ryder yang keji itu.
Gambar:
Lokasi syuting area ruang kontrol dan gerbong subway terasa riuh ramainya karena diambil di Stasiun Grand Central, Manhattan yang asli. Beberapa adegan kejar-kejaran juga membantu dalam penyajian scene-scene cepat yang mendominasi film.
Act:
Peraih 2 Oscar termasuk dalam Glory (1990), Denzel Washington adalah aktor watak kulit hitam kelas satu di Hollywood. Kali ini bermain sebagai Walter Garber, pemandu kereta api bawah tanah yang pernah terlibat kasus sebelumnya.
Sebaliknya dengan Denzel, John Travolta "hanya" dinominasikan dalam 2 Oscar. Yang pertama adalah yang melejitkan namanya yakni Saturday Night Fever (1977). Disini berperan sebagai Ryder, pemimpin teroris penyanderaan dan pembajakan subway.
Sutradara:
Sutradara gaek Tony Scott pernah menelurkan beberapa karya yang sukses diterima kritikus dan publik termasuk yang paling ternama, Top Gun (1986) yang juga melejitkan nama Tom Cruise pada masa itu. Dalam The Taking Of Pelham 123, ia sukses menggaet dua aktor watak berbakat Travolta dan Washington.
Komentar:
Diangkat dari novel best-seller karya John Godey, drama kejahatan urban ini menawarkan aksi, ketegangan dan percakapan adu cerdik untuk menjaga intensitas film secara keseluruhan. Berhasil? Mungkin terutama karena faktor duet aktor kuat Washington dan Travolta yang seperti biasa menunjukkan kharismanya. Belum lagi faktor sutradara kawakan yang pandai mengeksplorasi dan memaksimalkan eksekusinya. Tapi jika dipikir lebih jauh, banyak hal yang terlewat dari remake berjudul sama versi 1974 ini seperti kurangnya dukungan aktris supporting cast dan interaksi antar sesama penumpang tersandera yang seharusnya bisa dimaksimalkan untuk menambah poin plus cerita. Dan lagi tidak disinggung apa motif tim teroris back up Ryder serta penjelasan aktifitas keseharian Garber sampai di posisi pengawas MTA. Andai saja semua itu terpenuhi, The Taking Of Pelham 123 bisa jadi cukup legendaris di mata penonton. Sayangnya hanya sampai pada tahap menghibur standar pakem film sejenis dengan andalan interaksi cerdas Ryder dan Garber yang memang outstanding sepanjang film.
Durasi:
100 menit
U.S. Box Office:
$65,000,000 till mid Aug 2009
Overall:
7.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Ryder-We all owe God a death!
Garber-That's not true Ryder!
Cerita:
Kesibukan seperti biasa di Grand Central Station, tiba-tiba dikejutkan adanya pembajakan subway oleh sekelompok teroris yang dipimpin Ryder yang berujung pada penyanderaan 19 orang warga sipil yang berada pada tempat dan waktu yang salah. Ryder berkomunikasi dengan Walter Garber, seorang pemandu MTA dan menuntut tebusan 10 juta dollar kepada Walikota hanya dalam waktu sejam! Dibantu ahli negosiator NYPD, detektif Camonetti, Garber berusaha mengulur waktu dan berusaha mencaritahu siapa sebenarnya Ryder. Pengalamannya dan pengetahuannya tentang subway tersebut sangat menentukan berhasil tidaknya ia menggagalkan misi Ryder yang keji itu.
Gambar:
Lokasi syuting area ruang kontrol dan gerbong subway terasa riuh ramainya karena diambil di Stasiun Grand Central, Manhattan yang asli. Beberapa adegan kejar-kejaran juga membantu dalam penyajian scene-scene cepat yang mendominasi film.
Act:
Peraih 2 Oscar termasuk dalam Glory (1990), Denzel Washington adalah aktor watak kulit hitam kelas satu di Hollywood. Kali ini bermain sebagai Walter Garber, pemandu kereta api bawah tanah yang pernah terlibat kasus sebelumnya.
Sebaliknya dengan Denzel, John Travolta "hanya" dinominasikan dalam 2 Oscar. Yang pertama adalah yang melejitkan namanya yakni Saturday Night Fever (1977). Disini berperan sebagai Ryder, pemimpin teroris penyanderaan dan pembajakan subway.
Sutradara:
Sutradara gaek Tony Scott pernah menelurkan beberapa karya yang sukses diterima kritikus dan publik termasuk yang paling ternama, Top Gun (1986) yang juga melejitkan nama Tom Cruise pada masa itu. Dalam The Taking Of Pelham 123, ia sukses menggaet dua aktor watak berbakat Travolta dan Washington.
Komentar:
Diangkat dari novel best-seller karya John Godey, drama kejahatan urban ini menawarkan aksi, ketegangan dan percakapan adu cerdik untuk menjaga intensitas film secara keseluruhan. Berhasil? Mungkin terutama karena faktor duet aktor kuat Washington dan Travolta yang seperti biasa menunjukkan kharismanya. Belum lagi faktor sutradara kawakan yang pandai mengeksplorasi dan memaksimalkan eksekusinya. Tapi jika dipikir lebih jauh, banyak hal yang terlewat dari remake berjudul sama versi 1974 ini seperti kurangnya dukungan aktris supporting cast dan interaksi antar sesama penumpang tersandera yang seharusnya bisa dimaksimalkan untuk menambah poin plus cerita. Dan lagi tidak disinggung apa motif tim teroris back up Ryder serta penjelasan aktifitas keseharian Garber sampai di posisi pengawas MTA. Andai saja semua itu terpenuhi, The Taking Of Pelham 123 bisa jadi cukup legendaris di mata penonton. Sayangnya hanya sampai pada tahap menghibur standar pakem film sejenis dengan andalan interaksi cerdas Ryder dan Garber yang memang outstanding sepanjang film.
Durasi:
100 menit
U.S. Box Office:
$65,000,000 till mid Aug 2009
Overall:
7.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Jumat, 14 Agustus 2009
G.I. JOE : RISE OF THE COBRA
Quotes:
Duke-[after crashing into cars while running in the accelerator suits] Okay, that was crazy... What happened to you?
Ripcord-I went through the train. What happened to you?
Duke-I jumped over it.
Ripcord-[pause] You can do that?
Duke-I told you to read that manual.
Ripcord-There's a manual?
Cerita:
Ahli senjata James McCullen berhasil menciptakan nanoteknologi yang dipercaya mampu menghancurkan seluruh kota tanpa sisa. Adalah Duke dan Ripcord yang diselamatkan oleh Scarlett, Snake Eyes dan Heavy Duty saat bertugas untuk kemudian direkrut Jenderal Hawk untuk menjadi anggota pasukan G.I. Joe yang berpusat di Afrika Selatan. Setelah berlatih keras dan mempersiapkan strategi jitu, pasukan elit tersebut harus menghadapi McCullen yang rupanya mendapat bantuan Doctor dalam menciptakan armada tentara yang kebal dan tidak kenal rasa takut. Berhasilkah G.I. Joe terlebih setelah Duke mengetahui bahwa mantan kekasihnya Ana telah berubah sifat 180 derajat?
Gambar:
Sebagian besar berlokasi syuting di California dan Republik Ceko termasuk adegan utama di Paris yang menggunakan replikanya. Aksi seru yang ditampilkan hampir sepanjang film membuat scene bergerak cepat dan kerapkali sulit tertangkap mata.
Act:
Hampir seluruh jajaran castnya memiliki nama di kancah perfilman Hollywood.
Dennis Quaid sebagai Jenderal Hawk.
Channing Tatum sebagai Duke.
Sienna Miller sebagai Ana.
Marlon Wayans sebagai Ripcord.
Ray Park sebagai Snake Eyes.
Joseph Gordon-Levitt sebagai Rex.
Rachel Nichols sebagai Scarlett.
Jonathan Pryce sebagai Presiden AS.
Jangan lupakan aktor papan atas Lee Byung Hun yang memulai debut internasionalnya dengan meyakinkan sebagai Storm Shadow.
Sutradara:
Belum banyak film yang dihasilkan Stephen Sommers. Namun yang paling melecutkan namanya tentu saja The Mummy (1999) dan sekuelnya The Mummy Returns (2001). Sejak saat itu ia mulai dipercaya menangani film-film berbujet besar dan potensial box-office.
Komentar:
Teringat saat usia terbilang belia menyaksikan kartun G.I. Joe di televisi hampir 15 tahun silam membuat ekspektasi tinggi kala mendengar film layar lebarnya akan diproduksi. Hari ini saya menontonnya dan satu hal yang paling merasuk dalam pikiran saya adalah adegan kejar-kejaran di Paris saat G.I. Joe berusaha menghentikan Baroness dan Storm Shadow untuk menghancurkan Menara Eiffel dengan nanoteknologi! Adegan hampir 30 menit tersebut sangat spektakuler dan membuat penonton menghela nafas kagum. Selebihnya? Ini hanyalah manifestasi CGI yang sudah berulang-ulang-ulang kembali disuntikkan pada film aksi Hollywood liburan musim panas berbujet ratusan juta dollar dengan mengabaikan kecerdasan plot cerita dan hanya terlihat cool dari luarnya saja. Terlalu dangkal dan mudah ditebak dengan akting yang standar dan dialog yang juga biasa. Untungnya hampir semua penonton masih bisa dipuaskan karena harus diakui sebagai film aksi, Rise Of The Cobra memiliki banyak unsur yang bisa dijual. Saya menganggap ini masih sedikit lebih baik dibandingkan sekuel Transformers. Namun yang paling diharapkan adalah peningkatan kualitas di berbagai sisi jika memang muncul sekuelnya di masa mendatang. Kita tunggu saja!
Durasi:
110 menit
U.S. Box Office:
$54,713,046 in opening week Aug 2009
Overall:
7.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Duke-[after crashing into cars while running in the accelerator suits] Okay, that was crazy... What happened to you?
Ripcord-I went through the train. What happened to you?
Duke-I jumped over it.
Ripcord-[pause] You can do that?
Duke-I told you to read that manual.
Ripcord-There's a manual?
Cerita:
Ahli senjata James McCullen berhasil menciptakan nanoteknologi yang dipercaya mampu menghancurkan seluruh kota tanpa sisa. Adalah Duke dan Ripcord yang diselamatkan oleh Scarlett, Snake Eyes dan Heavy Duty saat bertugas untuk kemudian direkrut Jenderal Hawk untuk menjadi anggota pasukan G.I. Joe yang berpusat di Afrika Selatan. Setelah berlatih keras dan mempersiapkan strategi jitu, pasukan elit tersebut harus menghadapi McCullen yang rupanya mendapat bantuan Doctor dalam menciptakan armada tentara yang kebal dan tidak kenal rasa takut. Berhasilkah G.I. Joe terlebih setelah Duke mengetahui bahwa mantan kekasihnya Ana telah berubah sifat 180 derajat?
Gambar:
Sebagian besar berlokasi syuting di California dan Republik Ceko termasuk adegan utama di Paris yang menggunakan replikanya. Aksi seru yang ditampilkan hampir sepanjang film membuat scene bergerak cepat dan kerapkali sulit tertangkap mata.
Act:
Hampir seluruh jajaran castnya memiliki nama di kancah perfilman Hollywood.
Dennis Quaid sebagai Jenderal Hawk.
Channing Tatum sebagai Duke.
Sienna Miller sebagai Ana.
Marlon Wayans sebagai Ripcord.
Ray Park sebagai Snake Eyes.
Joseph Gordon-Levitt sebagai Rex.
Rachel Nichols sebagai Scarlett.
Jonathan Pryce sebagai Presiden AS.
Jangan lupakan aktor papan atas Lee Byung Hun yang memulai debut internasionalnya dengan meyakinkan sebagai Storm Shadow.
Sutradara:
Belum banyak film yang dihasilkan Stephen Sommers. Namun yang paling melecutkan namanya tentu saja The Mummy (1999) dan sekuelnya The Mummy Returns (2001). Sejak saat itu ia mulai dipercaya menangani film-film berbujet besar dan potensial box-office.
Komentar:
Teringat saat usia terbilang belia menyaksikan kartun G.I. Joe di televisi hampir 15 tahun silam membuat ekspektasi tinggi kala mendengar film layar lebarnya akan diproduksi. Hari ini saya menontonnya dan satu hal yang paling merasuk dalam pikiran saya adalah adegan kejar-kejaran di Paris saat G.I. Joe berusaha menghentikan Baroness dan Storm Shadow untuk menghancurkan Menara Eiffel dengan nanoteknologi! Adegan hampir 30 menit tersebut sangat spektakuler dan membuat penonton menghela nafas kagum. Selebihnya? Ini hanyalah manifestasi CGI yang sudah berulang-ulang-ulang kembali disuntikkan pada film aksi Hollywood liburan musim panas berbujet ratusan juta dollar dengan mengabaikan kecerdasan plot cerita dan hanya terlihat cool dari luarnya saja. Terlalu dangkal dan mudah ditebak dengan akting yang standar dan dialog yang juga biasa. Untungnya hampir semua penonton masih bisa dipuaskan karena harus diakui sebagai film aksi, Rise Of The Cobra memiliki banyak unsur yang bisa dijual. Saya menganggap ini masih sedikit lebih baik dibandingkan sekuel Transformers. Namun yang paling diharapkan adalah peningkatan kualitas di berbagai sisi jika memang muncul sekuelnya di masa mendatang. Kita tunggu saja!
Durasi:
110 menit
U.S. Box Office:
$54,713,046 in opening week Aug 2009
Overall:
7.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Minggu, 09 Agustus 2009
MERANTAU : Membombardir Kawanan Penjahat Dengan Pencak Silat
Tagline:
In A City Of Violence, One Man Will Stand Up And Fight
Cerita:
Merantau adalah salah satu tradisi di Minangkabau yang harus dijalankan setiap pemuda yang beranjak dewasa termasuk Yuda yang harus meninggalkan ibunya Wulan dan kakaknya Yayan untuk pergi ke Jakarta. Sejak awal kedatangannya, Yuda seringkali dipaksa menggunakan jurus pencak silatnya termasuk saat menolong kakak beradik Astri dan Adit dari kerasnya kehidupan kota besar. Perkara tersebut membesar dan melibatkan dua bule Ratger dan Luc beserta konco-konconya dan seorang mucikari bernama Johnny. Berhasilkah pelarian mereka di sepanjang jalan ibukota dan juga pertempuran seorang diri Yuda melawan kawanan penjahat itu?
Gambar:
Prolog film yang bersetting langsung di Minangkabau yang tenteram dan berpindah ke semrawutnya Jakarta dari pertengahan sampai akhir cukup memperhatikan detail dengan baik sehingga setiap scene terasa bernyawa.
Act:
Pendatang baru Iko Uwais berakting natural tapi yang patut diacungi jempol adalah aksinya mempertunjukkan jurus harimau dengan sangat lugas tanpa pemeran pengganti sebagai Yuda, pemuda Minangkabau yang berusaha mengadu nasib di Jakarta.
Christine Hakim seperti biasa tampil mengagumkan walau kebagian sedikit scene sebagai Wulan, ibunda Yuda.
Terlepas dari beberapa sahutan spontanitas, Sisca Jessica cukup meyakinkan sebagai Astri, korban persekongkolan bar yang berujung pada kenistaan.
Yusuf Aulia bermain lugas sebagai Adit, adik Astri yang berprofesi sebagai pencopet cilik dan pengamen jalanan demi menabung sepeser demi sepeser uang.
Dua tokoh antagonis bule yakni aktor Denmark, Mads Koudal sebagai Ratger dan aktor Perancis, Laurent Buson sebagai Luc.
Sutradara:
Baru menghasilkan satu karya yaitu Footsteps (2006), Gareth Evans justru terkesan terampil menggarap genre yang belum pernah ada di Indonesia sebelumnya ini dengan sinematografi yang kuat dan penyutradaraan yang gemilang tanpa menjadikan film ini bercitarasa asing tapi tetap mengakar pada Indonesia.
Komentar:
Film laga nasional mungkin bisa dihitung dengan jari apalagi sampai mengangkat cabang beladiri sendiri. Merantau mematahkan semua premis tersebut dengan mengedepankan pencak silat alias silat Harimau! Tiga puluh menit pertama film meski terkesan lambat tapi bisa dimaklumi karena bercerita tentang asal usul Yuda dan budaya Minangkabau. Setelah itu, film mengalir dahsyat dengan full action pertunjukan koreografi beladiri yang sangat mencengangkan antara seorang pria melawan puluhan penjahat. Tidak hanya itu, isu human trafficking ilegal diangkat dengan pas apalagi dengan karakter antagonis yang kuat. Namun film ini bukan tanpa kekurangan seperti beberapa bagian cerita yang terkesan dipermudah, sebagian dialog yang terasa kurang pas, dan terutama ending yang dipaksakan "begitu" tidak biasa selayaknya film sejenis. Secara keseluruhan Merantau tetaplah sebuah film pemacu adrenalin yang pantas diapresiasi dan wajib ditonton tentunya. Beberapa penonton di berbagai bioskop malah bertepuk tangan setelah menyaksikannya. Suatu hal yang jarang terjadi bukan?
Durasi:
140 menit
Overall:
8 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
In A City Of Violence, One Man Will Stand Up And Fight
Cerita:
Merantau adalah salah satu tradisi di Minangkabau yang harus dijalankan setiap pemuda yang beranjak dewasa termasuk Yuda yang harus meninggalkan ibunya Wulan dan kakaknya Yayan untuk pergi ke Jakarta. Sejak awal kedatangannya, Yuda seringkali dipaksa menggunakan jurus pencak silatnya termasuk saat menolong kakak beradik Astri dan Adit dari kerasnya kehidupan kota besar. Perkara tersebut membesar dan melibatkan dua bule Ratger dan Luc beserta konco-konconya dan seorang mucikari bernama Johnny. Berhasilkah pelarian mereka di sepanjang jalan ibukota dan juga pertempuran seorang diri Yuda melawan kawanan penjahat itu?
Gambar:
Prolog film yang bersetting langsung di Minangkabau yang tenteram dan berpindah ke semrawutnya Jakarta dari pertengahan sampai akhir cukup memperhatikan detail dengan baik sehingga setiap scene terasa bernyawa.
Act:
Pendatang baru Iko Uwais berakting natural tapi yang patut diacungi jempol adalah aksinya mempertunjukkan jurus harimau dengan sangat lugas tanpa pemeran pengganti sebagai Yuda, pemuda Minangkabau yang berusaha mengadu nasib di Jakarta.
Christine Hakim seperti biasa tampil mengagumkan walau kebagian sedikit scene sebagai Wulan, ibunda Yuda.
Terlepas dari beberapa sahutan spontanitas, Sisca Jessica cukup meyakinkan sebagai Astri, korban persekongkolan bar yang berujung pada kenistaan.
Yusuf Aulia bermain lugas sebagai Adit, adik Astri yang berprofesi sebagai pencopet cilik dan pengamen jalanan demi menabung sepeser demi sepeser uang.
Dua tokoh antagonis bule yakni aktor Denmark, Mads Koudal sebagai Ratger dan aktor Perancis, Laurent Buson sebagai Luc.
Sutradara:
Baru menghasilkan satu karya yaitu Footsteps (2006), Gareth Evans justru terkesan terampil menggarap genre yang belum pernah ada di Indonesia sebelumnya ini dengan sinematografi yang kuat dan penyutradaraan yang gemilang tanpa menjadikan film ini bercitarasa asing tapi tetap mengakar pada Indonesia.
Komentar:
Film laga nasional mungkin bisa dihitung dengan jari apalagi sampai mengangkat cabang beladiri sendiri. Merantau mematahkan semua premis tersebut dengan mengedepankan pencak silat alias silat Harimau! Tiga puluh menit pertama film meski terkesan lambat tapi bisa dimaklumi karena bercerita tentang asal usul Yuda dan budaya Minangkabau. Setelah itu, film mengalir dahsyat dengan full action pertunjukan koreografi beladiri yang sangat mencengangkan antara seorang pria melawan puluhan penjahat. Tidak hanya itu, isu human trafficking ilegal diangkat dengan pas apalagi dengan karakter antagonis yang kuat. Namun film ini bukan tanpa kekurangan seperti beberapa bagian cerita yang terkesan dipermudah, sebagian dialog yang terasa kurang pas, dan terutama ending yang dipaksakan "begitu" tidak biasa selayaknya film sejenis. Secara keseluruhan Merantau tetaplah sebuah film pemacu adrenalin yang pantas diapresiasi dan wajib ditonton tentunya. Beberapa penonton di berbagai bioskop malah bertepuk tangan setelah menyaksikannya. Suatu hal yang jarang terjadi bukan?
Durasi:
140 menit
Overall:
8 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Sabtu, 08 Agustus 2009
MY MOM'S NEW BOYFRIEND : Mengintai Ibu Mengencani Pencuri Internasional
Quotes:
Henry Durand-You? You have a boyfriend?
Martha Durand-A boyfriend? No... hell no. I'm not gonna make the same mistake I made with your father.
Henry Durand-Okay, good.
Martha Durand-I have several boyfriends.
Emily Lott-Party hearty, Marty.
Cerita:
Agen muda FBI, Henry pulang ke rumah setelah tiga tahun lamanya. Sesampainya disana alangkah kaget melihat ibunya, Marty yang berhasil menurunkan bobot lebih dari 50 kg dan berkencan dengan beberapa pria sekaligus! Tetapi semua tidak menyurutkan rasa hormatnya pada sang ibu terlebih saat tunangannya, Emily yang juga seorang profiler FBI diterima dengan baik oleh Marty. Kegembiraan mereka bertiga berubah saat bertemu dengan pria Latin misterius bernama Tommy. Dalam sekejap Tommy dan Marty menjadi dekat. Belakangan Henry mengetahui bahwa Tommy adalah orang yang dicari-cari FBI karena berprofesi sebagai pencuri barang seni internasional. Cinta, kesetiaan dan kekuatan hukum pun berkolaborasi pada satu ujung tak terduga.
Gambar:
Sepintas mirip film televisi biasa dimana kamera bergerak teratur dari satu scene ke scene yang lain dengan beberapa variasi perpindahannya. Sebagian besar bersetting di Louisiana.
Act:
Antonio Banderas mengawali karirnya sebagai Antonio Juan dalam Pestañas postizas (1982). Setelah puluhan judul, kali ini ia berperan sebagai pria romantis misterius yang juga pencuri benda seni internasional, Tommy Lucero.
Rasanya tidak perlu memperkenalkan aktris yang bermain film pertama kali dalam Rich and Famous (1981) ini. Meg Ryan pernah menjadi Hollywood's sweetheart dan disini ia masih memperlihatkan daya tariknya di usia yang sudah tidak muda lagi sebagai Marty Durand.
Didukung oleh putra Tom Hanks, Colin Hanks sebagai Henry Durand dan Selma Blair dari dwilogi Hellboy sebagai Emily Lott.
Sutradara:
Sama sekali belum dikenal khalayak, George Gallo memulai debutnya dalam Local Color (2006). Beruntung dalam My Mom's New Boyfriend ini, ia didukung empat aktor-aktris yang sudah dikenal pecinta film Hollywood.
Komentar:
Sebenarnya film yang teramat sangat standar kalau tidak mau dikatakan format televisi atau direct to DVD! Dari segi cerita meski menarik tapi tidak menawarkan sesuatu yang baru. My Mom's New Boyfriend adalah sebuah komedi romantis sebagaimana umumnya, dimana saya masih bisa menikmatinya walaupun tidak ada kesan yang dalam yang mungkin tertinggal selepas menyaksikannya. Ryan, Banderas, Hanks, Blair bermain cukup memikat sesuai porsinya dan mereka tidak perlu terlalu berusaha keras menjiwai perannya masing-masing. In the bottom of the line, this is a suitable romantic comedy, only for those who miss (queen of the genre) Meg Ryan on big screen! That's all.
Durasi:
95 menit
Europe Box Office:
In Spain $446,172 till May 2008
Overall:
7 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Henry Durand-You? You have a boyfriend?
Martha Durand-A boyfriend? No... hell no. I'm not gonna make the same mistake I made with your father.
Henry Durand-Okay, good.
Martha Durand-I have several boyfriends.
Emily Lott-Party hearty, Marty.
Cerita:
Agen muda FBI, Henry pulang ke rumah setelah tiga tahun lamanya. Sesampainya disana alangkah kaget melihat ibunya, Marty yang berhasil menurunkan bobot lebih dari 50 kg dan berkencan dengan beberapa pria sekaligus! Tetapi semua tidak menyurutkan rasa hormatnya pada sang ibu terlebih saat tunangannya, Emily yang juga seorang profiler FBI diterima dengan baik oleh Marty. Kegembiraan mereka bertiga berubah saat bertemu dengan pria Latin misterius bernama Tommy. Dalam sekejap Tommy dan Marty menjadi dekat. Belakangan Henry mengetahui bahwa Tommy adalah orang yang dicari-cari FBI karena berprofesi sebagai pencuri barang seni internasional. Cinta, kesetiaan dan kekuatan hukum pun berkolaborasi pada satu ujung tak terduga.
Gambar:
Sepintas mirip film televisi biasa dimana kamera bergerak teratur dari satu scene ke scene yang lain dengan beberapa variasi perpindahannya. Sebagian besar bersetting di Louisiana.
Act:
Antonio Banderas mengawali karirnya sebagai Antonio Juan dalam Pestañas postizas (1982). Setelah puluhan judul, kali ini ia berperan sebagai pria romantis misterius yang juga pencuri benda seni internasional, Tommy Lucero.
Rasanya tidak perlu memperkenalkan aktris yang bermain film pertama kali dalam Rich and Famous (1981) ini. Meg Ryan pernah menjadi Hollywood's sweetheart dan disini ia masih memperlihatkan daya tariknya di usia yang sudah tidak muda lagi sebagai Marty Durand.
Didukung oleh putra Tom Hanks, Colin Hanks sebagai Henry Durand dan Selma Blair dari dwilogi Hellboy sebagai Emily Lott.
Sutradara:
Sama sekali belum dikenal khalayak, George Gallo memulai debutnya dalam Local Color (2006). Beruntung dalam My Mom's New Boyfriend ini, ia didukung empat aktor-aktris yang sudah dikenal pecinta film Hollywood.
Komentar:
Sebenarnya film yang teramat sangat standar kalau tidak mau dikatakan format televisi atau direct to DVD! Dari segi cerita meski menarik tapi tidak menawarkan sesuatu yang baru. My Mom's New Boyfriend adalah sebuah komedi romantis sebagaimana umumnya, dimana saya masih bisa menikmatinya walaupun tidak ada kesan yang dalam yang mungkin tertinggal selepas menyaksikannya. Ryan, Banderas, Hanks, Blair bermain cukup memikat sesuai porsinya dan mereka tidak perlu terlalu berusaha keras menjiwai perannya masing-masing. In the bottom of the line, this is a suitable romantic comedy, only for those who miss (queen of the genre) Meg Ryan on big screen! That's all.
Durasi:
95 menit
Europe Box Office:
In Spain $446,172 till May 2008
Overall:
7 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Jumat, 07 Agustus 2009
ALIENS IN THE ATTIC : Invasi Alien di Loteng Rumah Keluarga Pearson
Quotes:
Jake Pearson-We're gonna need a bigger potato.
Cerita:
Tom, Bethany dan Hannah adalah tiga anak keluarga Pearson, Stuart dan Nina yang berencana menghabiskan liburan musim panas di Michigan. Bergabung bersama mereka adalah nenek dan paman mereka, Nana dan Nathan beserta anak-anaknya Jake, Art, Lee. Tak ketinggalan Ricky, pacar Bethany yang menyebalkan. Tanpa mereka sadari, hujan meteor turut membawa sebuah armada kecil berisi empat alien masing-masing bernama Sparks, Tazer, Skip dan Razor mendarat di atap rumah peristirahatan tersebut. Dengan tujuan menguasai bumi, keempat alien itu harus menghadapi keluarga Pearson yang mati-matian mempertahankan eksistensi planet mereka.
Gambar:
Persatuan gambar animasi dengan dunia manusia cukup mulus karena tidak terlalu kentara spesial efek yang digunakan film yang sebagian besar syuting di New Zealand ini.
Act:
Semuanya tampil fun sesuai kapasitasnya masing-masing.
Kevin Nealon sebagai Stuart Pearson
Gillian Vigman sebagai Nina Pearson
Carter Jenkins sebagai Tom Pearson
Ashley Boettcher sebagai Hannah Pearson
Ashley Tisdale sebagai Bethany Pearson
Robert Hoffman sebagai Ricky Dillman
Andy Richter sebagai Uncle Nate
Austin Butler sebagai Jake
Doris Roberts sebagai Nana Rose
Henri Young dan Regan Young sebagai kembar Art dan Lee
Voice:
Thomas Haden Church sebagai Tazer
Josh Peck sebagai Sparks
Ashley Peldon sebagai Skip
Kari Wahlgren sebagai Razor
Sutradara:
Belum banyak berkarya terutama menilik debutnya dalam Bandwagon (1996) tidak membuat John Schultz kesulitan menggarap Aliens In The Attic karena hasil akhirnya boleh dibilang rapi dan mampu memadukan banyak unsur sekaligus.
Komentar:
Memang ditujukan untuk segmen anak-anak walau mungkin bisa juga menghibur orang dewasa. Saya sendiri ragu orang dewasa mau menyaksikannya kecuali anak-anak mereka ingin menontonnya. Hm, saya akan coba review film ini dari sisi usia 7-12 tahun. Akting ok, terlihat wajar. Ashley Tisdale, Robert Hoffman dan Doris Roberts banyak bermain "slapstick" sepanjang film, dijamin membuat tertawa ngakak. Ceritanya simpel dan fun. Spesial efeknya menarik. Aksinya cukup seru. Humornya lucu meski agak dangkal dan childish, tapi sekali lagi ini film anak-anak. Yah kesimpulannya, Aliens In The Attic enteng dan mudah untuk dinikmati dengan sedikit sentuhan nilai keluarga. Young kids, go watch it!
Durasi:
85 menit
U.S. Box Office:
$8,008,423 till Aug 2009
Overall:
7.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Jake Pearson-We're gonna need a bigger potato.
Cerita:
Tom, Bethany dan Hannah adalah tiga anak keluarga Pearson, Stuart dan Nina yang berencana menghabiskan liburan musim panas di Michigan. Bergabung bersama mereka adalah nenek dan paman mereka, Nana dan Nathan beserta anak-anaknya Jake, Art, Lee. Tak ketinggalan Ricky, pacar Bethany yang menyebalkan. Tanpa mereka sadari, hujan meteor turut membawa sebuah armada kecil berisi empat alien masing-masing bernama Sparks, Tazer, Skip dan Razor mendarat di atap rumah peristirahatan tersebut. Dengan tujuan menguasai bumi, keempat alien itu harus menghadapi keluarga Pearson yang mati-matian mempertahankan eksistensi planet mereka.
Gambar:
Persatuan gambar animasi dengan dunia manusia cukup mulus karena tidak terlalu kentara spesial efek yang digunakan film yang sebagian besar syuting di New Zealand ini.
Act:
Semuanya tampil fun sesuai kapasitasnya masing-masing.
Kevin Nealon sebagai Stuart Pearson
Gillian Vigman sebagai Nina Pearson
Carter Jenkins sebagai Tom Pearson
Ashley Boettcher sebagai Hannah Pearson
Ashley Tisdale sebagai Bethany Pearson
Robert Hoffman sebagai Ricky Dillman
Andy Richter sebagai Uncle Nate
Austin Butler sebagai Jake
Doris Roberts sebagai Nana Rose
Henri Young dan Regan Young sebagai kembar Art dan Lee
Voice:
Thomas Haden Church sebagai Tazer
Josh Peck sebagai Sparks
Ashley Peldon sebagai Skip
Kari Wahlgren sebagai Razor
Sutradara:
Belum banyak berkarya terutama menilik debutnya dalam Bandwagon (1996) tidak membuat John Schultz kesulitan menggarap Aliens In The Attic karena hasil akhirnya boleh dibilang rapi dan mampu memadukan banyak unsur sekaligus.
Komentar:
Memang ditujukan untuk segmen anak-anak walau mungkin bisa juga menghibur orang dewasa. Saya sendiri ragu orang dewasa mau menyaksikannya kecuali anak-anak mereka ingin menontonnya. Hm, saya akan coba review film ini dari sisi usia 7-12 tahun. Akting ok, terlihat wajar. Ashley Tisdale, Robert Hoffman dan Doris Roberts banyak bermain "slapstick" sepanjang film, dijamin membuat tertawa ngakak. Ceritanya simpel dan fun. Spesial efeknya menarik. Aksinya cukup seru. Humornya lucu meski agak dangkal dan childish, tapi sekali lagi ini film anak-anak. Yah kesimpulannya, Aliens In The Attic enteng dan mudah untuk dinikmati dengan sedikit sentuhan nilai keluarga. Young kids, go watch it!
Durasi:
85 menit
U.S. Box Office:
$8,008,423 till Aug 2009
Overall:
7.5 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Kamis, 06 Agustus 2009
IDENTITAS : Dunia Sarkasmenya Aria Kusumadewa
Cerita:
Petugas kamar mayat sebuah rumah sakit bernama Adam kerapkali mempertanyakan jati dirinya dikarenakan masa lalu ayahnya yang kelam. Adam baru merasa hidup saat memandikan dan mendandani mayat-mayat yang akan dikremasi atau dikubur atau bahkan jika tanpa identitas akan diberikan pada fakultas kedokteran sebagai bahan penelitian. Pada suatu ketika, perhatian Adam jatuh pada seorang perempuan tanpa nama yang menunggui ayahnya di rumah sakit dan akhirnya terpaksa melacur demi menebus semua obat. Keduanya mulai menjalin hubungan yang kompleks dimana akhir yang tragis mungkin saja menanti keduanya.
Gambar:
Dengan setting segala sudut rumah sakit dan lokalisasi pelacuran, semua adegan di film ini terasa real dan membumi dengan pencahayaan yang temaram.
Act:
Seperti biasa Tio Pakusadewo tampil maksimal. Kali ini sebagai Adam, petugas kamar mayat, ia terlihat agak "gila" dan terbelakang.
Leony VH masih terlihat sedikit canggung sebagai Hawa apalagi jika dihadapkan dengan Tio. Tetapi peran off mainstream dan gesturenya masih bolehlah mendapat apresiasi tersendiri.
Didukung pula oleh Ray Sahetapy dan Titi Sjuman.
Sutradara:
Pernah menelurkan sejumlah film yang justru tak pernah diputar di bioskop tanah air termasuk Beth tidak membuat Aria Kusumadewa jera. Kali ini Identitas "berhasil" tayang layar lebar dengan mengangkat konflik keseharian yang seringkali luput dari pandangan.
Komentar:
Kesan depresi akan anda tangkap sepanjang durasi film sehingga bisa jadi akan sangat membosankan bagi penonton awam. Kompleksitas hubungan antar dua tokoh utama memang bisa ditangkap dengan baik, terima kasih pada penjiwaan Tio walau banyak hal tak terjelaskan yang sebetulnya sulit dicari korelasinya. Secara keseluruhan boleh dibilang inilah dunia sarkasme rekaan Aria Kusumadewa yang menyoroti masalah politik, hukum sosial ekonomi, kemasyarakatan yang banyak terjadi, lengkap dengan celetukan-celetukan sinis di sana-sini yang akan membuat kita tertawa sambil mengernyitkan kening.
Durasi:
85 menit
Overall:
7 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Petugas kamar mayat sebuah rumah sakit bernama Adam kerapkali mempertanyakan jati dirinya dikarenakan masa lalu ayahnya yang kelam. Adam baru merasa hidup saat memandikan dan mendandani mayat-mayat yang akan dikremasi atau dikubur atau bahkan jika tanpa identitas akan diberikan pada fakultas kedokteran sebagai bahan penelitian. Pada suatu ketika, perhatian Adam jatuh pada seorang perempuan tanpa nama yang menunggui ayahnya di rumah sakit dan akhirnya terpaksa melacur demi menebus semua obat. Keduanya mulai menjalin hubungan yang kompleks dimana akhir yang tragis mungkin saja menanti keduanya.
Gambar:
Dengan setting segala sudut rumah sakit dan lokalisasi pelacuran, semua adegan di film ini terasa real dan membumi dengan pencahayaan yang temaram.
Act:
Seperti biasa Tio Pakusadewo tampil maksimal. Kali ini sebagai Adam, petugas kamar mayat, ia terlihat agak "gila" dan terbelakang.
Leony VH masih terlihat sedikit canggung sebagai Hawa apalagi jika dihadapkan dengan Tio. Tetapi peran off mainstream dan gesturenya masih bolehlah mendapat apresiasi tersendiri.
Didukung pula oleh Ray Sahetapy dan Titi Sjuman.
Sutradara:
Pernah menelurkan sejumlah film yang justru tak pernah diputar di bioskop tanah air termasuk Beth tidak membuat Aria Kusumadewa jera. Kali ini Identitas "berhasil" tayang layar lebar dengan mengangkat konflik keseharian yang seringkali luput dari pandangan.
Komentar:
Kesan depresi akan anda tangkap sepanjang durasi film sehingga bisa jadi akan sangat membosankan bagi penonton awam. Kompleksitas hubungan antar dua tokoh utama memang bisa ditangkap dengan baik, terima kasih pada penjiwaan Tio walau banyak hal tak terjelaskan yang sebetulnya sulit dicari korelasinya. Secara keseluruhan boleh dibilang inilah dunia sarkasme rekaan Aria Kusumadewa yang menyoroti masalah politik, hukum sosial ekonomi, kemasyarakatan yang banyak terjadi, lengkap dengan celetukan-celetukan sinis di sana-sini yang akan membuat kita tertawa sambil mengernyitkan kening.
Durasi:
85 menit
Overall:
7 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Rabu, 05 Agustus 2009
DYING BREED : Teror Kanibalisme Terhadap Empat Muda-Mudi Pelancong
Tagline:
Every body has a different taste.
Cerita:
Dalam tugas mencari macan langka di pedalaman Tasmania, empat muda-mudi masing-masing Matt, Nina, Jack, Rebecca mengalami kesulitan beradaptasi dengan lingkungan yang sama sekali asing dan penduduk setempat yang bersikap aneh. Adalah suatu legenda Pieman yang keluar dari mulut seorang bocah perempuan bernama Katie tentang kanibalisme. Benarkah pembantaian turis asing terjadi disitu demi stok daging mentah sebagai bahan makanan dan juga penghasil keturunan?
Gambar:
Pedalaman Tasmania yang didominasi hutan dan jurang berdasar sungai berhasil menampilkan gambar-gambar alami. Suasana sepi mencekam semakin terasa karena lingkungan masih terlihat asri dan belum terjamah.
Act:
Sebelumnya tampil mendukung Kevin Bacon dalam Death Sentence (2007), Leigh Whannell sebagai Matt.
Pernah membintangi film serupa dalam Wolf Creek (2005), Nathan Phillips kali ini tidak jauh berbeda dalam memerankan Jack yang temperamen dan kasar.
Bagi yang masih ingat film tragedi bom Bali yaitu Long Road To Heaven (2007), Mirrah Foulkes bermain sebagai wartawan disana dan disini kebagian peran Nina.
Film pertama bagi Melanie Vallejo dengan tokoh Rebecca yang tewas pertama kali dari empat sekawan tersebut.
Sutradara:
Film layar lebar ketiga yang disutradarai Jody Dwyer setelah pertama kali, A Whole New You (2004), Dying Breed berhasil terpilih dalam After Dark Horrorfest III : 8 Films To Die For yang banyak mengetengahkan tema serupa.
Komentar:
Storyline ekspedisi pencarian macan Tasmania seakan hanya tempelan belaka, sedikit informasi dan tidak ada eksplorasi sama sekali mengenainya. Yang ada hanyalah formula sama thriller perburuan manusia sejenis yang sudah berulang kali ditampilkan dimana masih setia menampilkan darah, potongan tubuh dan penjagalan hidup-hidup!
Sebetulnya tidak ada yang salah dengan plot serupa, hanya saja penulisan cerita yang baik dan penokohan yang pas bisa jadi menjadi nilai tambah. Sayangnya Dying Breed tidak menyentuh sampai kesana sehingga hanya menjadi sebuah suspense menegangkan yang sangat membosankan dan mudah ditebak.
Durasi:
90 menit
Australia Box Office:
AUD 525,384 till Nov 2008
Overall:
6 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Every body has a different taste.
Cerita:
Dalam tugas mencari macan langka di pedalaman Tasmania, empat muda-mudi masing-masing Matt, Nina, Jack, Rebecca mengalami kesulitan beradaptasi dengan lingkungan yang sama sekali asing dan penduduk setempat yang bersikap aneh. Adalah suatu legenda Pieman yang keluar dari mulut seorang bocah perempuan bernama Katie tentang kanibalisme. Benarkah pembantaian turis asing terjadi disitu demi stok daging mentah sebagai bahan makanan dan juga penghasil keturunan?
Gambar:
Pedalaman Tasmania yang didominasi hutan dan jurang berdasar sungai berhasil menampilkan gambar-gambar alami. Suasana sepi mencekam semakin terasa karena lingkungan masih terlihat asri dan belum terjamah.
Act:
Sebelumnya tampil mendukung Kevin Bacon dalam Death Sentence (2007), Leigh Whannell sebagai Matt.
Pernah membintangi film serupa dalam Wolf Creek (2005), Nathan Phillips kali ini tidak jauh berbeda dalam memerankan Jack yang temperamen dan kasar.
Bagi yang masih ingat film tragedi bom Bali yaitu Long Road To Heaven (2007), Mirrah Foulkes bermain sebagai wartawan disana dan disini kebagian peran Nina.
Film pertama bagi Melanie Vallejo dengan tokoh Rebecca yang tewas pertama kali dari empat sekawan tersebut.
Sutradara:
Film layar lebar ketiga yang disutradarai Jody Dwyer setelah pertama kali, A Whole New You (2004), Dying Breed berhasil terpilih dalam After Dark Horrorfest III : 8 Films To Die For yang banyak mengetengahkan tema serupa.
Komentar:
Storyline ekspedisi pencarian macan Tasmania seakan hanya tempelan belaka, sedikit informasi dan tidak ada eksplorasi sama sekali mengenainya. Yang ada hanyalah formula sama thriller perburuan manusia sejenis yang sudah berulang kali ditampilkan dimana masih setia menampilkan darah, potongan tubuh dan penjagalan hidup-hidup!
Sebetulnya tidak ada yang salah dengan plot serupa, hanya saja penulisan cerita yang baik dan penokohan yang pas bisa jadi menjadi nilai tambah. Sayangnya Dying Breed tidak menyentuh sampai kesana sehingga hanya menjadi sebuah suspense menegangkan yang sangat membosankan dan mudah ditebak.
Durasi:
90 menit
Australia Box Office:
AUD 525,384 till Nov 2008
Overall:
6 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Selasa, 04 Agustus 2009
INSIDE RING : Dilema Putra Mafia Perancis Berpengaruh
Tagline:
A nasty Cop vs an iron fist Godfather. Now his son has to choose between his love or his father.
Storyline:
Gembong mafia cekatan Malakian sudah bertahun-tahun mengendalikan dunia bawah Perancis Selatan termasuk pencurian mobil ataupun pencucian uang. Sang ayah, Milo juga menguasai tangan yang mahir menembak ataupun berkelahi dengan apapun juga dan tiba saatnya ia mewariskan semua kejayaannya di tangan putranya, Anton. Sayangnya Anton justru mendambakan hidup tenang pilihannya sendiri termasuk menikahi kekasihnya Elodie yang belum lama dikenalnya itu. Namun Milo tidak menyerah begitu saja dan tetap melibatkan Anton dalam misi-misinya. Akankah titik balik terjadi dalam keluarga tersebut saat Inspektur Saunier mengincar keberadaan mereka dari jauh?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Alter Films dan Thelma Films.
Cast:
Aktor senior yang mengawali akting lewat The Hypothesis of the Stolen Painting (1979), Jean Reno bermain sebagai Milo Malakian, kepala keluarga sekaligus kepala gang yang handal.
Pernah dipercaya menjadi Hannibal muda dalam Hannibal Rising (2007), Gaspard Ulliel berperan sebagai Anton Malakian yang berusaha memilih jalannya sendiri di luar keluarganya.
Vahina Giocante sebagai Elodie
Sami Bouajila sebagai L'inspecteur Saunier
Director:
Film ketujuh bagi Laurent Tuel setelah debutnya dalam Céleste (1991).
Comment:
Bisa jadi sedikit terinspirasi The Godfather yang legendaris itu. Tidak heran karena diakui publik sebagai salah satu film terbaik dunia yang pernah dibuat bahkan hingga saat ini. Inside Ring yang beraroma Perancis pun menawarkan plot yang tidak jauh berbeda. Ayah mafia yang sangat berpengaruh bertekad menurunkan kejayaan pada anaknya yang mempunyai impian lain sambil menghindari kejaran Inspektur Polisi yang ambisius. Reno, Ulliel, Bouajila bermain decent saja disini sesuai skrip yang disodorkan pada mereka, kehadiran si cantik Giocante pun tidak banyak berpengaruh selain menjadi love interest Ulliel semata. Sutradara Tuel tampaknya setia dengan originalitas dan stereotype serupa tanpa berupaya menambahkan beberapa twist dan turns disana-sini yang mampu membuat penonton lebih excited menyaksikannya. Film berjudul asli Le premier cercle ini pada akhirnya hanya merupakan drama aksi biasa yang cenderung klise, hanya saja bercitarasa Eropa. Harapan anda untuk menyaksikan aksi seru harus dikubur dalam-dalam karena sebaliknya drama bertempo lambat tanpa pendalaman karakter yang disuguhkan disini. Secara keseluruhan lebih merupakan film televisi dengan kualitas sinematografi dan editing yang sedemikian standarnya.
Durasi:
90 menit
Europe Box Office:
$2,524 in opening week Estonia Jun 2009.
Overall:
6.5 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
A nasty Cop vs an iron fist Godfather. Now his son has to choose between his love or his father.
Storyline:
Gembong mafia cekatan Malakian sudah bertahun-tahun mengendalikan dunia bawah Perancis Selatan termasuk pencurian mobil ataupun pencucian uang. Sang ayah, Milo juga menguasai tangan yang mahir menembak ataupun berkelahi dengan apapun juga dan tiba saatnya ia mewariskan semua kejayaannya di tangan putranya, Anton. Sayangnya Anton justru mendambakan hidup tenang pilihannya sendiri termasuk menikahi kekasihnya Elodie yang belum lama dikenalnya itu. Namun Milo tidak menyerah begitu saja dan tetap melibatkan Anton dalam misi-misinya. Akankah titik balik terjadi dalam keluarga tersebut saat Inspektur Saunier mengincar keberadaan mereka dari jauh?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Alter Films dan Thelma Films.
Cast:
Aktor senior yang mengawali akting lewat The Hypothesis of the Stolen Painting (1979), Jean Reno bermain sebagai Milo Malakian, kepala keluarga sekaligus kepala gang yang handal.
Pernah dipercaya menjadi Hannibal muda dalam Hannibal Rising (2007), Gaspard Ulliel berperan sebagai Anton Malakian yang berusaha memilih jalannya sendiri di luar keluarganya.
Vahina Giocante sebagai Elodie
Sami Bouajila sebagai L'inspecteur Saunier
Director:
Film ketujuh bagi Laurent Tuel setelah debutnya dalam Céleste (1991).
Comment:
Bisa jadi sedikit terinspirasi The Godfather yang legendaris itu. Tidak heran karena diakui publik sebagai salah satu film terbaik dunia yang pernah dibuat bahkan hingga saat ini. Inside Ring yang beraroma Perancis pun menawarkan plot yang tidak jauh berbeda. Ayah mafia yang sangat berpengaruh bertekad menurunkan kejayaan pada anaknya yang mempunyai impian lain sambil menghindari kejaran Inspektur Polisi yang ambisius. Reno, Ulliel, Bouajila bermain decent saja disini sesuai skrip yang disodorkan pada mereka, kehadiran si cantik Giocante pun tidak banyak berpengaruh selain menjadi love interest Ulliel semata. Sutradara Tuel tampaknya setia dengan originalitas dan stereotype serupa tanpa berupaya menambahkan beberapa twist dan turns disana-sini yang mampu membuat penonton lebih excited menyaksikannya. Film berjudul asli Le premier cercle ini pada akhirnya hanya merupakan drama aksi biasa yang cenderung klise, hanya saja bercitarasa Eropa. Harapan anda untuk menyaksikan aksi seru harus dikubur dalam-dalam karena sebaliknya drama bertempo lambat tanpa pendalaman karakter yang disuguhkan disini. Secara keseluruhan lebih merupakan film televisi dengan kualitas sinematografi dan editing yang sedemikian standarnya.
Durasi:
90 menit
Europe Box Office:
$2,524 in opening week Estonia Jun 2009.
Overall:
6.5 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Senin, 03 Agustus 2009
THE BOY IN THE STRIPED PYJAMAS : Persahabatan Dua Bocah Bertolak Latar Belakang
Quotes:
Bruno-Why do you wear pajamas all day?
Shmuel-The soldiers. They took all our clothes away.
Bruno-My dad's a soldier, but not the sort that takes people's clothes away.
Cerita:
Merasa bosan dan tidak nyaman di rumah barunya, Bruno, seorang anak lelaki polos berusia 8 tahun, tidak memperdulikan ayah-ibunya dan memulai suatu petualangan di hutan. Kemudian dia bertemu seorang anak lelaki plontos bernama Shmuel yang berusia sama dengannya. Lambat laun keduanya menjalin persahabatan yang dibatasi oleh kawat listrik. Apakah pada akhirnya Bruno yang anak komandan Jerman mengetahui bahwa Shmuel sesungguhnya adalah tawanan Yahudi ayahnya?
Gambar:
Bersetting di Budapest, Hungaria, film ini bisa dikatakan kaya dengan gambar-gambar alaminya termasuk rumah tahanan dan rumah komandan tentara yang terlihat sangat otentik.
Act:
Asa Butterfield yang sebelumnya tampil dalam Son of Rambow (2007) kali ini bermain mengesankan sebagai Bruno, anak lelaki yang tidak bahagia karena kondisi ayah-ibunya yang saling bertengkar dan kakak perempuan yang berbeda watak dengannya.
Tidak kalah gemilang dalam debut layar lebarnya, Jack Scanlon yang asal Inggris berperan sebagai Shmuel, anak tahanan Yahudi yang terbelenggu dan terbatas ruang geraknya.
Pernah mendukung film Oscar, The Departed (2006), Vera Farmiga juga terampil memerankan Ibu Bruno yang tertekan oleh kekejaman suaminya yang merupakan tentara Jerman sejati.
Sutradara:
Absen 5 tahun setelah menelurkan Hope Springs (2003), Mark Herman merupakan sutradara berbakat yang ada di luar pantauan. Ia sukses membawa film ini memenangkan Audience Choice Award bersama Slumdog Millionaire di ajang Chicago Film Festival 2008.
Komentar:
Diangkat dari novel laris karya John Boyne, The Boy In The Stripped Pyjamas mampu mentransformasikan bahasa tulisan menjadi bahasa gambar yang mengagumkan. Cast yang kuat terutama Farmiga dan Butterfield berhasil mendukung penonton bersimpati pada mereka. Persahabatan yang terjalin antar dua bocah tersebut terasa natural dan berkembang dengan baik. Dari awal sampai akhir, film ini memang dirancang untuk menggugah sekaligus mengejutkan sehingga mungkin anda akan terpaku lama di bangku selepas endingnya berakhir. Ending dengan seribu arti yang tidak terjelaskan oleh kata-kata..
Durasi:
95 menit
U.S. Box Office:
$9,030,581 till Jan 2009
Overall:
8 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Bruno-Why do you wear pajamas all day?
Shmuel-The soldiers. They took all our clothes away.
Bruno-My dad's a soldier, but not the sort that takes people's clothes away.
Cerita:
Merasa bosan dan tidak nyaman di rumah barunya, Bruno, seorang anak lelaki polos berusia 8 tahun, tidak memperdulikan ayah-ibunya dan memulai suatu petualangan di hutan. Kemudian dia bertemu seorang anak lelaki plontos bernama Shmuel yang berusia sama dengannya. Lambat laun keduanya menjalin persahabatan yang dibatasi oleh kawat listrik. Apakah pada akhirnya Bruno yang anak komandan Jerman mengetahui bahwa Shmuel sesungguhnya adalah tawanan Yahudi ayahnya?
Gambar:
Bersetting di Budapest, Hungaria, film ini bisa dikatakan kaya dengan gambar-gambar alaminya termasuk rumah tahanan dan rumah komandan tentara yang terlihat sangat otentik.
Act:
Asa Butterfield yang sebelumnya tampil dalam Son of Rambow (2007) kali ini bermain mengesankan sebagai Bruno, anak lelaki yang tidak bahagia karena kondisi ayah-ibunya yang saling bertengkar dan kakak perempuan yang berbeda watak dengannya.
Tidak kalah gemilang dalam debut layar lebarnya, Jack Scanlon yang asal Inggris berperan sebagai Shmuel, anak tahanan Yahudi yang terbelenggu dan terbatas ruang geraknya.
Pernah mendukung film Oscar, The Departed (2006), Vera Farmiga juga terampil memerankan Ibu Bruno yang tertekan oleh kekejaman suaminya yang merupakan tentara Jerman sejati.
Sutradara:
Absen 5 tahun setelah menelurkan Hope Springs (2003), Mark Herman merupakan sutradara berbakat yang ada di luar pantauan. Ia sukses membawa film ini memenangkan Audience Choice Award bersama Slumdog Millionaire di ajang Chicago Film Festival 2008.
Komentar:
Diangkat dari novel laris karya John Boyne, The Boy In The Stripped Pyjamas mampu mentransformasikan bahasa tulisan menjadi bahasa gambar yang mengagumkan. Cast yang kuat terutama Farmiga dan Butterfield berhasil mendukung penonton bersimpati pada mereka. Persahabatan yang terjalin antar dua bocah tersebut terasa natural dan berkembang dengan baik. Dari awal sampai akhir, film ini memang dirancang untuk menggugah sekaligus mengejutkan sehingga mungkin anda akan terpaku lama di bangku selepas endingnya berakhir. Ending dengan seribu arti yang tidak terjelaskan oleh kata-kata..
Durasi:
95 menit
U.S. Box Office:
$9,030,581 till Jan 2009
Overall:
8 out of 10
Penilaian:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Langganan:
Postingan (Atom)