Quotes:Norma: Gee, if you're not Stephanie Sinclair, and I'm not Stephanie Sinclair, and this is Stephanie Sinclair's apartment, then what the fuck are we all doing here?Nice-to-know:Lebih dikenal dengan judul Little Fish, Strange Pound dimana bujetnya hanya menghabiskan kurang dari 500 ribu dollar Amerika.Cast:Matthew Modine sebagai Mr. JackCallum Blue sebagai Sweet StephenPaul Adelstein sebagai PhillyAdam Baldwin sebagai TommyZach Galifianakis sebagai BuckyDirector:George Dark terakhir kali menangani horor thriller See No Evil di tahun 2006.W for Words:Keputusan filmmakers menjual tampang dan nama Zach Galifianakis untuk film ini memang cerdas karena yang bersangkutan tengah naik daun paska kesuksesan The Hangover (2009) dan judul-judul lainnya. Namun jika pada akhirnya dicaci maki penonton karena kampanye marketing yang salah lantas kesalahan patut ditimpakan kepada siapa? Saya pribadi memang menyaksikannya karena berharap satu suguhan komedi hitam yang berbeda di samping faktor adanya aktor lawas Matthew Modine disana.Dua sahabat lama, Mr. Jack dan Sweet Stephen menelusuri jalanan Los Angeles sambil bertukar pikiran mengenai kehidupan, kematian dan area abu-abu diantaranya. Mereka beranggapan bahwa keteguhan hati bisa membuat apapun terjadi di luar permainan nasib itu sendiri. Pembicaraan yang semakin memanas membuat penuturan mereka semakin absurd dan gelap hingga mungkin melampaui batas penerimaan akal sehat.
Sejak detik pertama sampai terakhir, anda akan dibuat bingung oleh ambiguitas yang tidak terjawab ataupun pernah terpikirkan sebelumnya. Saya tidak menemukan korelasi perampokan toko video porno milik Bucky yang berakhir tragis hingga berujung pada siaran langsung “kids that kill” yang tiba-tiba menempatkan Mr. Jack dan Sweet Stephen sebagai subyek. Tanpa lupa menyebut adegan dimana keduanya berjalan melintasi sepasang gelandangan yang bertengkar hanya karena manipulasi dadu.Baik Modine, Blue, Galifianakis dan seantero pemeran dalam film ini jelas sudah melakukan kesalahan terbesar dengan mengikuti casting apalagi setuju untuk membintanginya. Entah apa yang ada di pikiran Robert Dean Klein saat menulis skripnya. Kombinasi aneh sebuah komedi hitam yang dicampur adukkan dengan kekerasan berdarah ala thriller murahan sekaligus dilengkapi filosofi hidup dan mati? Gaya penyutradaraan Gregory Dark pun sama membingungkannya karena tidak ada pemisah antara mimpi dan kenyataan.
Little Fish, Strange Pond a.k.a Frenemy pun sukses menempati urutan teratas film terburuk tahun 2012 yang baru akan mengakhiri kuartal pertamanya ini. Sesungguhnya saya dapat menarik benang merah dari penuturan panjang Mr. Jack dan Sweet Stephen yang samasekali tidak simpatik itu selepas credit title bergulir. Namun rasanya tidak ada seorangpun yang akan membenarkan kesimpulan tersebut, memikirkannya saja tidak selain menyesali keputusan bahwa mereka telah membuang waktu yang amat berharga dalam hidup hanya dengan memasukkan keping DVD film ini ke dalam player anda!Durasi:80 menitOverall:6 out of 10Movie-meter:
Notes:Art can’t be below 66-poor6.5-poor but still watchable7-average7.5-average n enjoyable8-good8.5-very good9-excellent
Quotes:Diaz: Fate didn't give a fuck. Dead is dead.Nice-to-know:Lokasi syuting di Smithers, British Columbia sempat mencapai suhu minus 40 derajat Celcius. Bahkan adegan badai salju memang benar-benar terjadi, bukan rekayasa CGI.Cast:Liam Neeson sebagai OttwayDallas Roberts sebagai HendrickFrank Grillo sebagai DiazDermot Mulroney sebagai TalgetNonso Anozie sebagai BurkeDirector:Merupakan film kelima bagi Joe Carnahan yang terakhir menggarap The A-Team (2010).W for Words:Film berbujet 25 juta dollar ini mengisahkan perjuangan hidup segelintir manusia yang kesemuanya (bukan kebetulan) adalah pria. Perjuangan melawan alam (bencana), makhluk hidup (serigala) dan juga takdir (Tuhan) yang kerapkali menjadi proses yang tidak pernah dapat kita hindari. Sesungguhnya bukan tema yang baru mengingat pernah ada Alive (1993) dari Frank Marshall yang mengambil setting sama yaitu iklim Kanada yang bersalju.Sekelompok pengebor minyak mengalami musibah saat pesawat yang ditumpangi kandas di pegunungan Alaska. Yang tersisa kemudian adalah Ottway, Hendrick, Diaz, Talget, Burke, Flannery dan Hernandez yang berusaha bertahan hidup dari dinginnya suhu dan terpaan badai salju. Ternyata bukan hanya itu karena segerombolan serigala yang merasa terganggu mulai mengintai mereka satu persatu. Ottway yang berprofesi sebagai pemburu serigala pun berusaha memimpin mereka keluar hidup-hidup dengan segenap keahlian dan pengalamannya.
Keberanian Joe Carnahan untuk keluar dari “zona nyaman” lewat film ini patut diacungi jempol . Adrenalin anda memang masih dipacu dengan ketakutan nyata yang muncul dari perburuan serigala dan juga pembantaian manusia yang cukup sadis tetapi pengembangan karakternya sedikit terabaikan walau tidak sampai mengganggu. Sang karakter utama sendiri, Ottway tidak diceritakan latar belakangnya dengan gamblang selain halusinasi frekuentif sang istri yang entah masih hidup atau sudah meninggal, anda bisa asumsikan sendiri.Liam Neeson masih menyisakan sisi “jagoan” yang kental seperti dalam film-film sebelumnya. Namun dalam suasana putih bersalju yang bisa berubah menjadi percikan darah, anda akan melihat sisi lain dari seorang Ottway yang rapuh karena masa lalunya. Perbedaan dari karakter lain, ketakutan yang terang-terangan diakuinya itu tidak membuatnya goyah dan tetap menggunakan akal sehat untuk memanfaatkan peluang sekecil apapun untuk terus bertahan hidup.
Momen dimana kematian begitu dekat menjadi highlight film ini. Lihat saja transisi sikap tokoh Diaz yang paling mencolok. Atau Hendrick dan Talget dapat dikatakan telanjur pesimis sehingga kemungkinan terburuk yang dapat terjadi tidak bisa dihindarkan. Setiap manusia menyikapi momen tersebut dengan cara yang berbeda-beda. Sebagian orang yang religius mungkin akan melihatnya sebagai upaya berserah diri kepada Tuhan dan jalan untuk bertemu orang terkasih yang lebih dahulu meninggalkannya.The Grey bukanlah gory thriller biasa dengan momok serigala, Carnahan terbukti membawa standar survival drama ke tingkat yang lebih tinggi. Pengalaman yang terasa amat nyata dan emosional ini diyakini mampu membuat anda tercekat di kursi saat menunggu detik-detik mencekam. Tak perlu malu untuk menutup mata atau telinga jika dirasa terlalu mengejutkan anda. Terpenting untuk digarisbawahi adalah tagline film ini sendiri yakni live and die on this day. So mark every aspect of your life with appreciative efforts!Durasi:117 menitU.S. Box Office:$42,787,884 till Feb 2012.Overall:8 out of 10Movie-meter:
Notes:Art can’t be below 66-poor6.5-poor but still watchable7-average7.5-average n enjoyable8-good8.5-very good9-excellent
Quotes:
Lula: We got the whole good cop/bad cop thing going on; except we're hookers.
Nice-to-know:
Baik Katherine Heigl, Jason O'Mara, Daniel Sunjata dan Debra Monk kesemuanya pernah tampil dalam Grey's Anatomy.
Cast:
Katherine Heigl sebagai Stephanie Plum
Jason O'Mara sebagai Joe Morelli
Daniel Sunjata sebagai Ranger
John Leguizamo sebagai Jimmy Alpha
Sherri Shepherd sebagai Lula
Debbie Reynolds sebagai Grandma Mazur
Director:
Merupakan film layar lebar kedua bagi Julie Anne Robinson setelah The Last Song (2010).
W for Words:
Saya mengakui bahwa Katherine Heigl adalah aktris cerdas yang namanya masuk jajaran selebritis papan atas Hollywood selama beberapa tahun terakhir. Namun apa yang terjadi dengan pilihan perannya yang tampak semakin bodoh dari waktu ke waktu apalagi dengan kualitas sidekick yang semakin menurun. Komedi romantis yang diangkat dari novel Janet Evanovich ini tanpa pengecualian apalagi premisnya mirip sekali dengan The Bounty Hunter (2010).
Penggangguran dengan status janda cerai membuat Stephanie Plum harus menerima pekerjaan apapun termasuk sebagai pemburu bayaran dari sepupunya sendiri. Target pertama Stephanie tak lain tak bukan adalah mantan suaminya sendiri yakni Joe Morelli, seorang polisi yang didakwa kasus pembunuhan berencana. Berhasilkah Stephanie membekuk Joe yang bersikeras bahwa ada pelaku lain di balik semua itu yang harus diungkapkan untuk membersihkan namanya?
Sutradara Julie Anne Robinson tampak bekerja keras untuk menjaga mood film agar tetap ringan. Lihat saja adegan dimana Grandma Mazur meledakkan kalkun sewaktu makan malam keluarga atau saat mobil Joe meledak karena bom yang ditargetkan untuk Stephanie. Atau yang lebih menjurus pornoaksi adalah ketelanjangan Stephanie kala diborgol Joe di kamar mandinya. Serentetan kejadian itu tak dinyana terkesan “memaksa“ penonton tertawa getir untuk tidak terlalu bersikap serius menikmatinya.
Saya tidak bermaksud mengecilkan arti Jason O’Mara tapi jika dibandingkan Ashton Kutcher, Josh Duhamel, Gerard Butler yang jauh lebih kharismatik? Heigl harus lebih selektif lagi dari sekadar mengumpulkan teman-teman sejawatnya dalam Grey’s Anatomy karena chemistry dengan lawan main teramat penting apalagi untuk genre semacam ini. Untungnya ia sendiri masih dapat menampilkan pesona gadis pirang seksi nan menggoda terlepas dari menyedihkannya karakter Stephanie Plum yang jatuh di titik terendah dalam hidupnya tersebut.
One For The Money bergerak dalam jalur yang tak beraturan, from no clue to clue but without any logical process along the way. Jika tidak percaya anda bisa runut aksi Stephanie Plum dari awal hingga akhir mulai dari “menelanjangi” dirinya sendiri, bertukar informasi dengan pelacur, belajar menembak sampai menyambangi preman. Dengan kuasa yang cukup besar karena duduk pula di jajaran produser eksekutif maka semua kesalahan patut ditujukan pada Heigl seorang yang entah ambisius atau kehabisan akal untuk menjual apa yang ia punya. She’s hot but we’ve already seen her in similar better roles before!
Durasi:
91 menit
U.S. Box Office:
$23,679,658 till Feb 2012.
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Quotes:Stephen Meyers: You can lie, you can cheat, you can start a war, you can bankrupt the country, but you can't fuck the interns. They get you for that.Nice-to-know:Leonardo DiCaprio batal memerankan Stephen Meyers tetapi tetap menjabat sebagai produser eksekutif melalui perusahaannya sendiri Appian Way. Chris Pine sempat dipertimbangkan untuk peran tersebut sebelum Ryan Gosling mendapatkannya.Cast:Ryan Gosling sebagai Stephen MeyersGeorge Clooney sebagai Governor Mike MorrisPhilip Seymour Hoffman sebagai Paul ZaraPaul Giamatti sebagai Tom DuffyEvan Rachel Wood sebagai Molly StearnsMarisa Tomei sebagai Ida HorowiczDirector:Merupakan film keempat yang disutradarai George Clooney setelah terakhir Leatherheads (2008).W for Words:Terpilih sebagai film pembuka Venice Film Festival 2011 yang lalu, skrip yang digagas dari drama teater pendek “Farragut North” karya Beau Willimon ini bertutur mengenai sistem perpolitikan negara adidaya Amerika Serikat yang merupakan lahan bermain Willimon di masa silam. George Clooney dengan cermat (kalau tidak mau disebut ambisius) melihat peluang tersebut untuk membuat sebuah thriller cerdas nan intens sehingga menjabat sebagai produser, sutradara, penulis skenario sekaligus aktor utamanya.Stephen Meyers memiliki kemampuan komunikasi di atas rata-rata sehingga terpilih menjadi tim sukses Gubernur Mike Morris yang tengah mencalonkan diri menjadi Presiden. Atasan Stephen, Paul Zara memastikan semua berjalan lancar termasuk menyapu bersih jumlah suara dari Ohio. Godaan datang saat rival Morris, Tom Duffy meminta Stephen bekerja padanya atau putri petinggi sekaligus petugas intern, Molly Stearns menaruh hati padanya. Stephen pun harus menggunakan intelejensi sekaligus akal sehatnya untuk tetap berpijak walaupun dapat mengubah prioritas hidupnya.
Sutradara Clooney tampaknya meminta komitmen semua castnya untuk bermain maksimal. Terbukti nama-nama tenar dan berpengalaman yang terlibat disini mampu melahap segala dialog cerdas dengan amat fokus. Terkadang penonton tidak perlu melihat wajah mereka secara utuh tapi mengenali intonasi suara dari berbagai pilihan shot yang unik. Tempo lambat film perlahan meningkat seiring bergulirnya konflik yang semakin memanas. Semua kejutan dan twist tak lagi tersembunyi karena berjalan secara linier sampai detik pamungkas.Saya pribadi melihat Ryan Gosling sebagai tokoh sentral yang pantas difavoritkan. Menarik melihat karakter Meyers yang semula naĆÆf dan lurus berubah menjadi licik dan penuh intrik karena wajib beradaptasi dengan situasi tak terduga yang kerapkali memojokkannya. George Clooney sebagai aktor juga menampilkan karisma seorang calon pemimpin Morris yang berprinsip kuat dan tak dapat diajak kompromi. Sedangkan Giamati, Seymour Hoffman, Rachel Wood dan Tomei tidak kalah kontribusinya saat berbagi layar dengan kedua tokoh kunci di atas muncul, tentunya dengan rahasia masing-masing yang tersimpan rapi.
The Ides of March memang menggunakan “template” sederhana tentang bagaimana manusia dapat bertahan hidup, bukan hanya di bidang politik tapi turut berlaku dalam dunia bisnis, keuangan dsb. Oleh karena itu nyaris tidak ada tokoh jahat/baik disini, anda akan mengerti jika ada di posisi tersebut dimana hal yang salah untuk dilakukan justru bisa jadi malah menyelamatkan anda. Pertentangan moralitas dan idealisme tersaji lewat suguhan melodrama sinis yang muatan politisnya mungkin tidak setajam yang anda bayangkan. Might be well-deserved victory for the actors in every film festival entered!Durasi:101 menitU.S. Box Office:$40,962,534 till Jan 2012.Overall:8 out of 10Movie-meter:
Notes:Art can’t be below 66-poor6.5-poor but still watchable7-average7.5-average n enjoyable8-good8.5-very good9-excellent
Quotes:Doris: I'm unhappy.George Valentin: So are millions of us.Nice-to-know:Film (sebagian besar) bisu pertama yang rilis di bioskop sejak Silent Movie milik Mel Brooks di tahun 1976.Cast:Jean Dujardin sebagai George ValentinBƩrƩnice Bejo sebagai Peppy MillerJohn Goodman sebagai Al ZimmerJames Cromwell sebagai CliftonPenelope Ann Miller sebagai DorisDirector:Merupakan feature film keempat bagi Michel Hazanavicius yang diawali oleh Mes amis di tahun 1999.W for Words:Berapa dari anda yang pernah menyaksikan film hitam putih? Nah ada segelintir orang angkat tangan. Bagaimana kalau di bioskop? Lho, kok semua tangan turun? Baik, mungkin anda belum lahir seperti halnya saya. Tak usah malu mengakui dan tidak perlu sok modern dengan memberi seribu satu macam alasan. Skenario yang ditulis sekaligus disutradarai oleh Michel Hazanavicius ini jelas bukan film sembarangan karena berhasil menyabet 10 nominasi Academy Awards 2012 di berbagai kategori.Tahun 1927, bintang film bisu Hollywood yaitu George Valentin memikirkan kemungkinan era film berbicara akan mengakhiri karirnya. Kemungkinan itu menjadi kenyataan saat penari muda yang ditemuinya tanpa sengaja, Peppy Miller mulai mencuat ke permukaan ketenaran. Hidup George yang semula di atas mengalami kemunduran drastis, film terbarunya gagal total bahkan sang istri Doris tega meninggalkannya. George terpikir untuk mengakhiri hidupnya terlebih semua orang di sekitar mulai menghujatnya. Apakah Peppy akan tinggal diam melihat pria yang diidolakannya itu terpuruk?
Michel Hazanavicius memang bercerita dengan cara amat sederhana yang paling memungkinkan dari sebuah film bisu. Anda diajak untuk bersimpati penuh pada tokoh George Valentin sambil memperhatikan perilaku variatif orang-orang di sekitar terhadapnya. Hal inilah yang dianggap cukup berhasil untuk menggali sisi emosional terdalam penonton terlebih iringan musik karya Ludovic Bource yang teramat pas membangun mood senang maupun sedih.Chemistry yang karismatik juga terpancar dari duet Jean dan Berenice. Dujardin adalah daya tarik utama film dimana senyumnya terasa memiliki seribu arti diperkuat dengan ekspresi beragam seorang George Valentin yang mampu berbicara banyak. Sedangkan Bejo sukses menyuguhkan kombinasi pribadi Peppy Miller yang hangat dan lemah lembut dengan ketangguhan di dalamnya. Mereka berdua menciptakan keajaiban yang teramat menyenangkan saat tampil bersama seperti magnet tersendiri bagi penonton.
Kekurangan film ini sangatlah minor, salah satunya adalah aspek kebosanan yang sangat mungkin melibatkan rasa kantuk tipikal genre sejenis atau setidaknya itulah yang ada di kepala orang. Kebisuan tersebut tak jarang bermakna ambigu yang bisa jadi disalahartikan penonton yang berharap terlalu tinggi untuk sebuah kompleksitas narasi sang filmmaker. Dialog yang terpampang di layar sebagai pemisah antar bab terkadang bergerak terlampau cepat sehingga tidak sampai diresapi secara utuh.Harus diakui, The Artist merupakan tontonan yang mempesona. Samasekali tidak terasa komedi satir atau parodi meskipun berkali-kali menghadirkan tawa dengan esensi yang tidak jauh berbeda. Diam adalah emas dan presentasi Hazanavicius seakan membawa anda ke masa silam dimana bahasa gambar khas Eropa dapat diinterpretasikan secara bebas dengan estetika yang tetap terjaga. Adegan tap dance penutup pun bagaikan buah ceri di atas sebuah kue lezat yang menggugah rasa. The real pleasure that handled with risky care, a respectful tribute to classic contemporary cinema gone by.Durasi:100 menitU.S. Box Office:$24,002,038 till Feb 2012.Overall:8 out of 10Movie-meter:
Notes:Art can’t be below 66-poor6.5-poor but still watchable7-average7.5-average n enjoyable8-good8.5-very good9-excellent
EKSTRIMIS - Robby ErtantoIbnu yang menjunjung tinggi paham agama yang ia yakini tidak sadar bahwa dirinya lambat laun berubah menjadi seorang ekstrimis karena pengaruh lingkungan sekaligus sahabatnya sendiri, Said. Aksi demi aksi main hakim sendiri yang disebabkan oleh pembenaran semakin menyeret Ibnu jauh dari jati diri pribadinya. Said memanfaatkan kondisi tersebut untuk rencana yang lebih besar lagi.POLISI - Adilla DimitriLulus akademi kepolisian, Ario diangkat menjadi reserse yang ditugaskan berpatroli bersama seniornya Bowo. Idealisme yang dimiliki Ario jauh bertentangan dengan Bowo yang tak segan-segan bermain kotor demi menguntungkan dirinya sendiri. Hitam putih penegakan hukum di Ibukota pun semakin kabur dimana keputusan akhir harus segera dibuat apakah ia harus ikut kompromi atau tidak.PENJUDI - Robert RonnyMantan raja kasino, Sigit mencoba memperbaiki hubungan rusak dengan keluarganya sendiri. Sayangnya ia meyakini satu-satunya cara untuk itu adalah dengan meraih kemenangan di meja judi sekaligus menghadapkannya kembali dengan rival lama, Gilang. Kekalahan dan kemenangan pun siap menjadi pertaruhan habis-habisan demi mempertahankan harga diri.
BOSS - Rinaldy PuspoyoArsitek muda, Adrian yakin bahwa ia sukses dengan usahanya sendiri terlepas dari status yatim piatu yang disandangnya. Pertemuan dengan bos besar berpengaruh, Sonny Wibisono yang mengungkapkan semua rahasia hidupnya dengan gamblang mulai membuat kepercayaan diri Adrian goyah. Namun pilihan selalu ada di tangannya apakah mau menerima fakta tersebut atau menolaknya mentah-mentah.
PEMADAT - Yudi DatauRemaja broken home, Dian yang tengah menata kembali hidupnya berjumpa dengan Rima di rumah pantai keluarganya. Lantas Rima yang perlahan-lahan mendekatinya mulai memperkenalkannya kembali dengan dunia narkoba yang sudah tidak asing bagi Dian. Masa depan yang mulai terbentuk lagi pun semakin menyingsing dengan hadirnya resiko tinggi yang tampaknya sulit dihindari.Nice-to-know:Diproduksi oleh WGE Pictures dan 87 Films dimana gala premierenya diselenggarakan di Cilandak 21 pada tanggal 20 Februari 2012.Cast:Abimana Aryasatya sebagai BariArio Bayu sebagai Aryo SustoyoBaim Wong sebagai IbnuJajang C Noer sebagai HettyLukman Sardi sebagai AndryPevita Pierce sebagai DianRay Sahetapy sebagai GilangReza Rahadian sebagai AdrianRoy Marten sebagai Sony WibisonoSlamet Rahardjo sebagai SigitTio Pakusadewo sebagai Letnan BowoVerdi Solaiman sebagai HitmanWinky Wiryawan sebagai SaidWulan Guritno sebagai RimaW For Words:Film omnibus bisa jadi akan semakin tren dalam dunia perfilman Indonesia di masa mendatang. Sebab utamanya adalah regenerasi filmmaker dimana nama-nama baru yang belum terkuak masing-masing diberikan kesempatan untuk menggarap segmen film pendek yang lantas dipersatukan dengan sebuah benang merah. Rumah produksi WGE Pictures pun mengambil format ini untuk memulai debut film pertamanya dengan tema Ibukota Jakarta ini yang nampaknya semakin kejam dari hari ke hari.
Menilik premis setiap segmennya memang nyaris tidak ada yang baru selain menempatkan tokoh hitam dan putih dalam permainan menang atau kalah. Simple as that! Sejak menit awal, penonton sudah tahu mana karakter yang harus didukungnya. Berbagai twist yang diselipkan disana-sini memang tidak terlalu mengejutkan bagi penikmat genre sejenis tapi untungnya cukup berhasil menggarisbawahi kesimpulan yang ingin disampaikan secara tegas kepada audiens.Kinerja Sastha Sunu dalam departemen penyuntingan tergolong luar biasa. Nalurinya untuk menyatukan puzzle demi puzzle secara tepat ke dalam bingkai yang telah tersedia memang mulus. Hal ini terbantu juga oleh kualitas sutradara yang tidak jauh berbeda satu sama lainnya sehingga narasinya bergulir dalam satu nuansa yang konsisten. Sedikit kekurangan yang mengganggu adalah proses sulih suara yang beberapa kali membuat gerak bibir dan kata-kata yang terucap menjadi tidak sinkron.
Sulit untuk memilih salah satu segmen sebagai favorit karena mutu yang nyaris sama. Namun segmen Rinaldy Puspoyo sedikit mencuri perhatian saya karena Roy Marten dan Reza Rahadian berhasil menampilkan chemistry kontradiktif yang menarik sebagai bos mafia yang berada di penghujung hidupnya dan pria muda yang mulai menapaki tangga kesuksesan. Di luar kedua nama itu, tidak ada yang bermain di bawah rata-rata karena kesemuanya adalah aktor-aktris yang sudah berpengalaman dalam bidang seni peran.Dilema seperti halnya judulnya memang akan meletakkan penonton dalam zona abu-abu, apakah harus menyukai film ini atau tidak. Hal ini bisa jadi disebabkan proses menuju ending yang masih terkesan lambat dan kurang menggigit meskipun selepas credit title bergulir, penonton dapat menarik gambaran secara utuh akan kesulitan bertahan di jalur yang benar hingga tak jarang wajib melewati jalan yang salah terlebih dahulu. No matter what, life will find its way, right? It is up to your own direction afterall.Durasi:100 menitOverall:7.5 out of 10Movie-meter:
Quotes:Tidak terlahir sebagai pria tapi lebih berani dari pria!Nice-to-know:Diproduksi oleh National Arts Films Production dan sudah rilis di Hongkong tanggal 13 Oktober 2011 yang lalu. Cast:Huang Yi sebagai Qiu JinSuet Lam sebagai Gui FuDennis To Yu-Hang sebagai Xu XilinKevin Cheng sebagai Ting JunRose Chan sebagai FushengAnthony Wong Chau-Sang sebagai Li Zhong-yue Pat HaDirector:Herman Yau terakhir menggarap The Legend Is Born : IP Man (2010).W for Words:Sebelum China dipersatukan seperti sekarang, berabad-abad yang lalu berbagai dinasti silih berganti menguasai daratan yang terpecah-belah. Dengan latar belakang sejarah semacam itulah, para sineas kerapkali mengeksploitasi para tokoh patriotik yang pernah hidup pada jamannya dulu. Salah satunya adalah Qiu Jin, pendekar wanita yang tidak banyak dikenal orang dibandingkan nama-nama lain yang lebih populer, sebut saja Dr Sun Yat-sen yang juga muncul dalam film terbaru Jackie Chan, 1911.
Qiu Jin dengan gelar "Sang pendekar wanita dari Danau Kaca" secara teguh memperjuangkan kesetaraan antara pria dan wanita selama akhir masa pemerintahan Dinasti Qing. Pendidikan diyakini menjadi modal awal yang mampu mengangkat martabat kaumnya dibandingkan hanya “dirumahkan” baik sebagai istri ataupun selir tanpa keterampilan apapun. Pemerintahan Manchu yang korup juga membakar semangat Qiu Jin untuk memimpin gerakan pemberontak walau nyawa sebagai taruhannya.Sutradara Herman Yau tenar karena franchise Ip Man yang digarapnya meskipun film kelas B pun pernah digarapnya yakni Ebola Syndrome. Seni beladiri yang disuguhkan disini memang jauh berbeda dari wing chun karena sudah banyak menggunakan persenjataan dunia barat seperti pistol ataupun senapan. Setting lokasi sendiri sebetulnya sudah merupakan production value yang bagus untuk dinikmati, hanya saja diperburuk dengan penggunaan alat bantu disana-sini seperti kawat dsb.
Aktris Huang Yi berhasil memerankan Qiu Jin yang intelek dalam tutur kata sekaligus tangguh dalam berkelahi. Pengenalan karakternya sedari kecil hingga dewasa turut menjelaskan pada penonton bahwa Qiu Jin memiliki determinasi tinggi untuk memenuhi takdirnya walaupun harus mengorbankan perannya sebagai istri dan ibu dua anak yang semakin menjauh. Semua pemeran pendukung mulai dari Kevin Cheng, Suet Lam, Pat Ha, Anthony Wong sampai Alex To sukses menerangkan fase kehidupan Huang Yu dari masa ke masa.Tak diragukan lagi, The Woman Knight of Mirror Lake adalah biografi historis yang disusun melalui serangkaian penelitian terorganisir. Sayangnya koreografi silatnya terasa kurang tradisional sehingga mengurangi unsur keotentikannya. Transisi maju mundur setting waktu juga tidak mampu tereksekusi secara konsisten sehingga terkadang penonton kebingungan. Daya tarik film jelas ada di Huang Yi yang pantang menyerah menyuarakan revolusi melawan kekuatan yang lebih tinggi hingga bersedia mengorbankan dirinya sendiri untuk tujuan mulia. Jangan lupa bahwa sosok pejuang wanita macam Qiu Jin pernah pula kita miliki dalam nama Tjut Nyak Dien ataupun R.A. Kartini.Durasi:115 menitOverall:7 out of 10
Movie-meter:
Notes:Art can’t be below 66-poor6.5-poor but still watchable7-average7.5-average n enjoyable8-good8.5-very good9-excellent
Quotes:Arkana: Cinta, malem ini kita ngedate kan? Kan gua anterin pulang.Nice-to-know:Diproduksi oleh Rapi Films dimana press screeningnya diadakan di fX Platinum pada tanggal 20 Februari 2012.Cast:Dinda Hauw sebagai CintaChris Laurent sebagai ArkanaR Suwandata sebagai PapaRendy Kjaernett sebagai JayCut MeyriskaDirector:Merupakan film kedua Nayato Fio Nuala di tahun 2012.W For Words:Baru dua minggu lalu penonton disuguhi Bila dari Chiska Doppert, kini Nayato rupanya tidak mau kalah dengan anak didiknya dengan merilis drama menye-menye yang lagi-lagi mengisahkan penyakit. Jika Chiska menggunakan dua bintang muda gres maka Nayato lebih percaya pada dua idola remaja populer dalam wujud Chris Laurent dan Dinda Hauw. Skripnya sendiri ditulis oleh Anggoro Saronto yang baru saja menyelesaikan Malaikat Tanya Sayap yang juga rilis dua minggu lalu. Kebetulan sekali!Dunia Cinta memang sunyi karena hanya hidup berdua saja dengan ayahnya yang bisu tuli. Semua mulai berubah saat Arkana masuk ke dalam hidupnya. Sayangnya Papa melarang hubungan tersebut karena Arkana dianggap anak berandalan yang bisa mengubah Cinta yang sebetulnya sakit keras. Halangan itu membuat Cinta dan Arkana sepakat untuk backstreet dan belajar arti cinta yang sesungguhnya dimana perasaan ketakutan akan kehilangan itu sangat sulit dihindari.
Bicara tentang chemistry harus diakui Chris Laurent dan Dinda Hauw masing-masing memiliki wajah yang menarik. Namun menyatukan keduanya sebagai pasangan? Nanti dulu. Dialog-dialog yang tercipta di antara keduanya termasuk menggelikan, tidak heran karena hubungan cinta mereka diciptakan begitu instan hanya dalam hitungan jam! Coba bayangkan berseminya asmara di perpustakaan sekolah yang herannya bisa terkunci di siang bolong? Perhitungan 1+1=11 bisa jadi dibenarkan di lembaga pendidikan semacam ini.Nayato bahkan tega memangkas berbagai proses “penting” yang bermanfaat sebagai pembangun konflik. Selain percintaan Arkana dan Cinta, pergaulan keduanya dengan teman-teman sebaya yang notabene satu sekolahan itu patut dipertanyakan, belum lagi problematika rumah tangga ayah dan ibu Arkana yang seakan tidak berkorelasi pada pribadi remaja putra itu. Mungkin karena itulah Arkana menyukai musik sebagai pelarian, sampai memakai headphone “anti hujan” dan “anti keringat” di sepanjang waktunya. Tolong belikan dua set untuk saya!
Penjelasan bagaimana Cinta bisa menjadi anak Papa bahkan bisa dianalogikan seperti Po dalam Kungfu Panda. Hell yeah. Brilliant! Satu lagi, ternyata Papa Cinta bukan bisu-tuli seperti dalam sinopsisnya, ia hanya mengalami gangguan berbicara secara normal dan nyatanya masih bisa mendengar setiap tutur kata putrinya tanpa alat bantu sekalipun (apakah dengan membaca gerak bibir, tidak dijelaskan). Cinta juga tidak digambarkan sebagai anak berbakti yang tulus menyayangi ayah angkatnya itu. Kasihan!Seandainya jelas gagal menghadirkan minat penonton untuk dapat benar-benar terhanyut dalam melodrama ini apalagi bersimpati pada kemalangan para karakternya yang jujur saja terasa disengaja. Jika bermaksud menikmati gambar-gambar indah, anda lebih baik menghadiri pameran fotografi yang banyak tersebar di seantero kota besar Indonesia. Ah seandainya saja Nayato mau menggali kreatifitas dalam dirinya lewat karya-karya yang positif, bukan menyamaratakan setiap skrip yang hinggap ke tangannya.Durasi:82 menitOverall:6 out of 10Movie-meter:
Quotes:Lauren: Oh, I think I'm going to hell.Trish: Don't worry. If you're going to hell, I'll just come pick you up.Nice-to-know:Sam Worthington, Colin Farrell, Justin Timberlake dan Seth Rogen sempat dipertimbangkan untuk dua pemeran utama sebelum terpilih Chris Pine dan Tom Hardy pada akhirnya.Cast:Reese Witherspoon sebagai LaurenChris Pine sebagai FDR FosterTom Hardy sebagai TuckTil Schweiger sebagai HeinrichAngela Bassett sebagai CollinsChelsea Handler sebagai TrishDirector:Merupakan film kelima bagi McG yang terakhir menggarap Terminator : Salvation (2009).W for Words:Premis cinta segitiga yang dibumbui dengan persaingan antar agen rahasia dalam menjalankan misi masing-masing. Hm, sepintas terdengar klise dan tidak terlalu istimewa. Namun melihat nama Tom Hardy dan Chris Pine yang tengah naik daun di Hollywood sebagai dua pentolannya sekaligus sang America’s sweetheart Reese Witherspoon pada jajaran castnya, bisa jadi anda menaruh ekspektasi tinggi. Sebaiknya tidak, karena anda mungkin akan kecewa pada akhirnya.Dua agen CIA kelas atas yaitu Tuck dan FDR tengah menuntaskan misi menangkap bandit internasional bernama Heinrich. Saat rehat, FDR menyarankan Tuck untuk pergi berkencan dengan gadis yang baru dikenalnya lewat internet, Lauren. Di luar dugaan, Lauren justru tanpa sengaja bertemu FDR sepulang pertemuan dengan Tuck. Kedua agen yang sama-sama berani mati demi menyelamatkan nyawa masing-masing ini pun terlibat persaingan cinta yang ketat hingga melibatkan cara-cara yang tidak sehat.
Sutradara McG nampaknya tahu bagaimana menyatukan para bintang tersebut untuk bekerjasama secara maksimal di depan kamera. Jalan ceritanya memang mudah ditebak tapi untungnya dialog yang tercipta di antara karakter yang terbatas itu cukup bergigi, terlebih perkataan ceplas-ceplos menggigit dari Chelsea Handler yang provokatif untuk memancing tawa itu. Adegan aksi yang minimal lebih tepat disebut sebagai latar belakang cerita tapi masih cukup krusial di berbagai lini terutama di bagian pembuka dan penutup.Jualan utama duet Pine dan Hardy terbukti dinamis. Tokoh FDR dan Tuck sama-sama pria tangguh yang berbagi chemistry bromance dan rivalitas secara memikat. Lihat bagaimana keduanya memanfaatkan teknologi canggih untuk saling mendahului. Sebagai penyeimbang, Witherspoon mungkin tidak semenarik dalam film-film bergenre sejenis terdahulu tetapi tokoh Lauren di tangannya benar-benar feminin dengan logika dan perasaan yang kerapkali bertentangan.
This Means War tampaknya berupaya menjangkau audiens yang lebih luas dengan plot cerita yang disuguhkan oleh penulis Timothy Dowling dan Marcus Gautesen ini. Jelas bukan action spy yang megah atau tipikal komedi boys and girls yang jenaka ataupun romance flick yang penuh tarik ulur tetapi McG mengemasnya dalam standar “jalan tengah” yang lumayan menghibur. Manjakan mata anda dengan aksi keren Hardy dan Pine dalam setelan kemeja dan jas yang perlente atau kebingungan Witherspoon dalam menjatuhkan pilihan yang sama beratnya. The most important thing is who’s ur pick from the very start?Durasi:98 menitU.S. Box Office:Overall:7.5 out of 10Movie-meter:
Notes:Art can’t be below 66-poor6.5-poor but still watchable7-average7.5-average n enjoyable8-good8.5-very good9-excellent