Lights.. Camera.. Evil..
Storyline:
Abad kegelapan, seorang wanita gipsi bernama Chavi sempat membuat perjanjian dengan iblis Beng untuk menikah dan melahirkan keturunan perempuan bernama Matya yang kemudian diproyeksikan melahirkan anak iblis sebelum akhirnya dibunuh oleh penduduk desa. Bertahun-tahun kemudian, sutradara Hungaria bernama Bela Olt memutuskan untuk memfilmkan kisah Matya dengan aktris Lila Kis. Satu persatu kru menghilang dari lokasi syuting secara misterius. Kini sutradara Marcus dan produsernya Josh menuju Romania untuk menyelesaikan karya Bela Olt tersebut..
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Distant Horizon, Action 5, Hakuhodo DY Media Partners, Videovision Entertainment dan menggunakan bahasa Inggris dan Romania sekaligus.
Cast:
Rachael Murphy sebagai Lila Kis
Reshad Strik sebagai Marcus Reed
Eli Roth sebagai Béla Olt
Alyssa Sutherland sebagai Claire
Henry Thomas sebagai Josh Petri
Carmen Chaplin sebagai Romy Bardoc
Lothaire Bluteau sebagai Grigore
Director:
Merupakan satu dari dua film yang disutradarai oleh Fruit Chan di tahun 2009 selain Chengdu, I Love You.
Comment:
Konon film ini merupakan remake film Jepang yang berjudul Joyurei yang rasanya tidak terlalu penting untuk diketahui produksi kapan karena nyaris tidak terdengar. Saya justru teringat pada sebuah film indie berbujet rendah berjudul Cut (2000) karya Kimble Rendall yang memiliki premis serupa menggunakan media pita seluloid. Kemiripan apapun yang mungkin ditimbulkan sebaiknya tetap menggunakan logika dalam bercerita.
Sayangnya penulis Brian Cox yang mengadaptasi skrip Hiroshi Takahashi dan Hideo Nakata tidak berbuat lebih baik. Konsistensi plotnya patut dipertanyakan. Perpindahan setting ke Romania juga tidak berarti apa-apa kalau tidak mau dikatakan bahasanya teramat mengganggu di telinga. Herannya semua kondisi yang tidak menyenangkan sebelum mengawali syuting malah tidak menyurutkan semangat kru film untuk tetap go show. Bodoh bukan?
Momok yang ditakutkan di awal adalah seorang gadis keturunan Gipsy dan Iblis bernama Matya. Namun kemunculannya sangat pelit dan tak jarang hanya siluet belaka di depan kamera. Plus satu kali di ending yang memperlihatkan adegan melahirkan dengan bayi setengah menggantung di selangkangan. Sungguh menjijikkan! Maaf jika saya sedikit spoiler kali ini karena berasumsi hanya sedikit dari anda yang mungkin tertarik menyaksikan film ini. Yang rajin tampil justru segerombolan lalat yang entah berasal dari mana ternyata dapat langsung terbang mengarah ke mata manusia!
Hampir semua nama yang mendukung film ini tidak terkenal samasekali. Rasanya beberapa dari mereka mungkin menyesalinya di kemudian hari seperti Henry Thoma. Mereka hanya berdialog satu sama lain secara datar dan tidak berdampak apapun dalam membangun ataupun menyelesaikan konflik (jika memang ada). Penonton rasanya tidak lagi peduli pada salah satu dari mereka setelah 30 menit durasi film berlalu. Biarlah yang meninggal lebih dahulu setidaknya dapat keluar lebih cepat dari syuting.
Kematian-kematian tak terjelaskan ditambah ending yang teramat cepat ditutup dalam hitungan detik seakan menipu audiens mentah-mentah yang masih mencoba mereka-reka apa yang baru saja mereka saksikan. Premis yang sebetulnya tidak terlalu buruk itu diperparah dengan spesial efek jadul dan mitos mistis yang tidak berdasar. Don’t Look Up jelas bisa diganti judulnya dengan Don’t Look (saja) sekaligus memperingatkan calon penonton untuk berpikir kembali sebelum memutuskan untuk menonton sebuah horor bersinematografi remang-remang ini.
Durasi:
85 menit
Overall:
6 out of 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar