Cerita:
Melanjutkan kepemimpinan ayahnya sebagai kepala geng etnis Sunda "Barudak Lieur", Kasep tidak memiliki kepercayaan diri karena ukuran penis yang dimilikinya teramat kecil. Anggota geng pun memikirkan cara untuk mengatasi itu yakni dengan menyewa jasa Mak Siat ydengan padepokan "Manuk Riang" nya yang baru saja dibebaskan dari penjara. Sementara itu geng saingan mereka, "Wong Kenthir" pimpinan Soemanto terus menekan dan membabi-buta. Dalam "pengobatan"nya, Kasep secara tidak sengaja berkenalan dengan Melati yang merupakan adik Soemanto. Keduanyapun saling tertarik satu sama lain. Bagaimana semua konflik dapat terselesaikan pada akhirnya?
Gambar:
Suasana kampung beretnis Sunda terasa sekali dengan warung, rumah tinggal dan padepokan yang disorot dengan pas.
Cast:
Baru beberapa minggu lalu terlihat dalam Perjaka Terakhir, Aming memang terkesan "kejar setoran" dan kali ini didapuk sebagai Kasep, pemimpin geng Barudak Lieur yang rendah diri karena ukuran alat vitalnya yang minim.
Kembali dalam peran yang sama Mak Siat yang ahli mengecilkan alat vital, Sarah Sechan disini dikisahkan baru dibebaskan dari penjara karena praktek ilegal.
Suami Widi AB Three, Dwi Sasono sebagai Soemanto, pemimpin geng Wong Kenthir yang sangar tapi suka curhat di telepon.
Debut Meychan di layar lebar sebagai Melati, love interest Kasep sekaligus adik Soemanto.
Sutradara:
Debut pertama Ivander Tedjasukmana dalam menangani sekuel film yang dulunya ditangani oleh Monty Tiwa yang kali ini masih bertindak sebagai penulis cerita dan skenario.
Comment:
Kekurangan utamanya adalah fokus cerita yang tidak teratur. Awalnya kita disuguhkan perjuangan Mak Siat yang keluar dari penjara untuk menata hegemoninya kembali di kampung halaman dan harus bersaing dengan Mak Lampir. Namun setelah itu film menguap dengan berpindah pada kehidupan geng Barudak Lieur dengan segala permasalahan dan perseteruannya dengan geng lawan. Lalu diselipkan pula pada romansa antara Kasep dan Melati yang meskipun cukup menarik tapi tidak mampu merangkai bangunan film menjadi satu kesatuan utuh. Salahkan skenario yang memang tidak terkonsep matang. Demikian para cast yang sudah tampil dengan kapasitas masing-masing menjadi sia-sia. Sebagai komedi, kelucuan masih dapat tercipta di beberapa bagian melalui tindak-tanduk ataupun celotehan meskipun sebagian besar hanya membuat penonton terpaksa tertawa. Pada akhirnya ending XXL dikonklusikan dengan sangat enteng yang sayangnya tidak bermakna apa-apa.
Durasi:
95 menit
Overall:
6.5 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar