Nice-to-know:
Film yang diproduksi secara kolektif oleh Vertigo Films, BBC Films, British Film Institute (BFI) ini sudah dirilis di Inggris pada tanggal 30 Maret 2012 yang lalu.
Cast:
Falk Hentschel sebagai Ash
Sofia Boutella sebagai Eva
Tom Conti sebagai Manu
George Sampson sebagai Eddie
Director:
Duet Max Giwa dan Dania Pasquini melanjutkan penyutradaraan mereka dalam Street Dance (2010).
Film yang diproduksi secara kolektif oleh Vertigo Films, BBC Films, British Film Institute (BFI) ini sudah dirilis di Inggris pada tanggal 30 Maret 2012 yang lalu.
Cast:
Falk Hentschel sebagai Ash
Sofia Boutella sebagai Eva
Tom Conti sebagai Manu
George Sampson sebagai Eddie
Director:
Duet Max Giwa dan Dania Pasquini melanjutkan penyutradaraan mereka dalam Street Dance (2010).
W For Words:
Masalah utama yang dihadapi film-film yang mengusung dansa atau tari adalah plot cerita yang lemah. Sudah dibuktikan oleh prekuelnya Street Dance (2010) atau franchise pendahulunya yang jauh lebih populer yaitu Step Up 1-3 (2006-2010). Sebenernya tidak terlalu krusial jika penulis skrip mampu memanfaatkan celah-celah kreatifitas dalam formula standarnya yang tentu saja didukung oleh penceritaan yang inovatif. Bagaimana kinerja Jane English dan Max-Dania sendiri? Apakah cukup solid untuk mengangkat sekuel yang juga dibekali dengan format 3D ini?
Masalah utama yang dihadapi film-film yang mengusung dansa atau tari adalah plot cerita yang lemah. Sudah dibuktikan oleh prekuelnya Street Dance (2010) atau franchise pendahulunya yang jauh lebih populer yaitu Step Up 1-3 (2006-2010). Sebenernya tidak terlalu krusial jika penulis skrip mampu memanfaatkan celah-celah kreatifitas dalam formula standarnya yang tentu saja didukung oleh penceritaan yang inovatif. Bagaimana kinerja Jane English dan Max-Dania sendiri? Apakah cukup solid untuk mengangkat sekuel yang juga dibekali dengan format 3D ini?
Setelah dipermalukan kru “Invicible”, Ash diajak Eddie untuk membalasnya yaitu dengan membentuk grup tari yang orisinil. Keduanya segera melanglang Eropa dan menemukan bakat-bakat baru yaitu Killa, Bam Bam, Terabyte, Ali, Yo Yo, Legend, Tino, Skorpion mulai dari Copenhagen, Amsterdam, Berlin, Prague, Ibiza, Rome, Lyon sampai Pegunungan Alpen. Namun ketika menyaksikan Eva dan Lucien menari Salsa, Ash sepakat menggabungkan jenis tarian baru yang diyakini dapat menandingi “Invicible” di panggung terakhir yang sangat menentukan.
Logika menjadi aspek penting yang diabaikan disini. Tak disinggung bagaimana Ash dan Eddie mencari uang untuk mendanai setiap kegiatan mereka termasuk memberi “makan” para anggota timnya. Kemunculan Eva yang mendadak tak didukung kejelasan latar belakang. Penonton mengetahui bahwa ia gadis baik-baik hanya dari mulut pamannya, Manu yang eksentrik. Padahal di awal terlihat akrab dengan partner tarinya, Lucien yang cuma muncul sekilas. Beragam tokoh multi ras yang masuk dalam kelompok tersebut tidak lantas diberdayakan untuk memperkuat karakteristiknya.
Daya pikat jelas dibebatkan pada duet Hentschel dan Boutella yang menyita mayoritas durasi, bahkan tak menyisakan ruang lagi bagi Sampson yang sebetulnya menjadi penghubung nyawa dengan prekuelnya. Chemistry Ash dan Eva terasa dipaksakan lengkap dengan on/off yang klise dan predictable menjelang akhir cerita. Keduanya memang memiliki “fisik” yang menjual tapi mudah terlupakan begitu film berakhir. Penampilan Conti sudah cukup memikat dengan gaya bicara dan tatap matanya, lihat duel “cabe” nya bersama Hentschel yang lumayan memancing tawa itu.
Sutradara Max-Dania seakan melupakan citarasa British yang kental di film pertamanya. Setting Paris yang disebut sebagai kota cinta itu tak mampu dimaksimalkan sebagai latar belakang geografis yang menarik. Kemonotonan terasa dimana arena tinju menjadi satu-satunya panggung berlatih yang ada atau pertunjukan kemahiran liuk tubuh Boutella yang sangat sensual tersebut. Track-track hip hop dan R&B dengan sedikit banyak sentuhan musik Latin di bawah supervisi Lol Hammond terbukti tetap mampu menjaga ritme tarian yang akan menggetarkan anda.
Tidak banyak yang bisa dibanggakan dari Street Dance 2. Gimmick 3D yang minim bukanlah keunggulannya. Jika Street Dance (2010) mengkombinasikan tari jalanan dengan ballet maka sekuelnya ini memasukkan unsur salsa dan tango yang identik dengan kata panas dan seksi. Kita mungkin tak butuh cerita yang kuat untuk mengcover koreografi dinamik freestyle dancing yang memanjakan mata. Namun tanpa pergeseran konflik dan kekuatan penokohan, sulit bagi penonton untuk menjalin koneksi utuh apalagi lantas ditutup dengan ending yang datar. I found this as entertaining as dance videos, not dance movie itself.
Durasi:
85 menit
85 menit
U.S. Box Office:
$44,053,042 till July 2012
$44,053,042 till July 2012
Overall:
7 out of 10
7 out of 10
Movie-meter:
Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
Tidak ada komentar:
Posting Komentar