Tagline:
There is no escape from nature’s wrath.
Storyline:
Man-sik dan Yeon-hee yang pernah gagal membangun rumah tangga berusaha menjaga kesempatan kedua yang mereka miliki. Dr. Kim yang peduli akan prediksi tsunami di Pantai Haeundae harus berkutat dengan istrinya yang menuntut cerai dan pertumbuhan putri kecil mereka. Hyoung-sik yang menyelamatkan seorang gadis Seoul harus berjuang di tengah badai ganas. Tsunami yang meluluh-lantakkan seantero Republik Korea pun menciptakan konflik kepentingan, provokasi bahkan gejolak jiwa yang tragis selepas bencana berakhir.
Nice-to-know:
Merupakan film Korea berbujet terbesar yaitu sekitar US$ 11 juta sekaligus film bencana pertama yang banyak diinspirasi dari film-film legendaris bergenre serupa.
Cast:
Ha Ji-won sebagai Gang Yeon-heui
Park Joong-Hoon sebagai Kim Hwi
Sol Kyung-gu sebagai Choi Man-shik
Eom Jeong-hwa sebagai Lee Yu-jin
Song Jae-ho sebagai Paman Choi
Director:
Yun Je-Gyun menggarap film kelimanya dimana karir sutradaranya diawali oleh My Boss, My Hero (2001).
Comment:
Hollywood dari waktu ke waktu telah menelurkan begitu banyak judul film bergenre bencana mulai dari banjir, angin puyuh, badai dsb. Jika sudah demikian, lantas apa yang tersisa buat sineas Asia untuk difilmkan? Contoh paling konkrit adalah Korea Selatan yang cukup ambisius memproduksi yang satu ini. JK Youn yang menulis skripnya rasanya terinspirasi dari berbagai judul yang sudah ada sehingga tidak heran jika banyak kemiripan disana-sini yang mengurangi kadar originalitasnya.
Penceritaan berbagai tokoh dengan segala karakteristiknya di beberapa belahan bumi kembali digunakan secara tidak efektif disini. Lebih dari satu jam pertama dihabiskan dengan drama beralur lambat yang cukup membosankan, diselingi dengan humor getir yang sesekali menyeruak. Fakta-fakta pendukung akan hadirnya tsunami yang mengancam juga terkesan kurang meyakinkan meskipun data-data dan gambar grafis sudah berusaha dimunculkan di layar komputer para peneliti tersebut.
Walaupun sudah menggunakan nama-nama tenar yang dimiliki negeri ginseng itu entah mengapa saya masih merasa penjiwaannya kurang maksimal. Tidak ada satupun karakter yang mampu membangun koneksi dengan penonton, bisa jadi karena terlalu sedikit ekspos yang diberikan terhadap mereka akibat harus bergantian berbagi layar. Jikapun ada adegan yang menyentuh, lebih karena tuntutan skenario yang mengharuskan seperti itu, contohnya 40 menit terakhir yang tampak terlalu berupaya menguras air mata, sebagian mungkin berhasil tetapi sebagian lagi tidak.
Haeundae alias Tidal Wave ini secara garis besar belum mampu memenuhi standar film bencana yang kompeten. Nyaris sama lemahnya dengan 2012 yang kebetulan malah saya saksikan lebih dahulu. Spesial efek yang digunakan juga tidak terlalu spektakuler, masih kalah dari dramatisasi berlebihan yang dibangun oleh penyutradaraan yang terkesan amatir. Tidak ada yang tersisa selain keju lembek yang dipaksa meleleh sebagai analoginya. Rasanya akan lebih baik apabila anda lebih memilih menyaksikan Poseidon, Armageddon ataupun judul-judul lawas lain yang mungkin saja diputar di TV cable tengah malam hari.
Durasi:
120 menit
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Notes:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar