Tagline:
Dia kehilangan segalanya.. Tapi dia tidak pernah kehilangan harapan..
Nice-to-know:
Awalnya akan rilis sekitar bulan Mei-Juni 2013 tetapi dimajukan tiga bulan.
Dia kehilangan segalanya.. Tapi dia tidak pernah kehilangan harapan..
Nice-to-know:
Awalnya akan rilis sekitar bulan Mei-Juni 2013 tetapi dimajukan tiga bulan.
Cast:
Vino G Bastian sebagai Topan
Jefan Nathanio sebagai Bintang
Marsha Timothy sebagai Prita
Ringgo Agus Rahman sebagai Darman
Vino G Bastian sebagai Topan
Jefan Nathanio sebagai Bintang
Marsha Timothy sebagai Prita
Ringgo Agus Rahman sebagai Darman
Director:
Merupakan film ketujuh Guntur Soeharjanto setelah Brandal-Brandal Ciliwung (2012).
Merupakan film ketujuh Guntur Soeharjanto setelah Brandal-Brandal Ciliwung (2012).
Sebagian besar di antara kalian pasti sudah pernah menonton The Pursuit Of Happyness
(2006) yang diperankan oleh Will Smith dan putranya sendiri. Tak salah jika air
mata anda menggenang di akhir film karena haru biru yang berhasil digelorakan
dari satu perjuangan mencari penghidupan yang layak. Alim Sudio dan Cassandra
Massardi yang bertandem menulis skenarionya memang tidak persis sama karena
masih ada penghuni negeri ini yang memiliki kehidupan serupa. Jika tidak
percaya coba tengok sekeliling anda secara lebih seksama.
Jasa menjahit “Tampan Tailor” terpaksa tutup. Sang pemilik, Topan kehilangan segalanya selepas kepergian istrinya termasuk tempat tinggal hingga terpaksa menumpang di rumah sepupunya, Darman dan istrinya yang galak, Atun. Lantas Topan berusaha keras mengambil semua pekerjaan mulai dari calo tiket kereta api, kuli bangunan sampai stuntman film aksi demi menyambung hidup sekaligus menyekolahkan kembali putranya Bintang. Gadis pemilik kios, Prita diam-diam kagum pada upaya pria yang satu itu. Akankah Topan berhasil pada akhirnya?
Suatu kesalutan sendiri dengan sang sutradara yaitu Guntur Soeharjanto alias @toersky yang terang-terangan mengakui kalau karya terbarunya ini memang terinspirasi dari film Hollywood tersebut di atas. Padahal banyak film Indonesia yang terang-terangan menjiplak cerita dari film luar tapi yang membuat film itu sendiri bilang tidak meniru (atau terinspirasi) dari film luar pendahulunya. Guntur juga terampil membesut setiap sudut ibukota yang kerap terlewatkan oleh mata sebut saja stasiun kereta api, flyover yang belum jadi dsb.
Saya pribadi menyukai film ini. Film ini berhasil menggambarkan cerita seorang pria yang berusaha keras untuk menghidupi anaknya walaupun dia sudah tidak mempunyai apa-apa lagi. Tone warna film ini juga lumayan bagus, mewakili sekali dari awal sampai akhir. Kita akan dibuat miris dengan keadaan ayah-anak ini, bahkan jika kalian yang gampang terharu bisa jadi menangis kala menonton film ini. Sayangnya, waktu yang diberikan untuk itu seringkali “diambil”, bisa jadi demi menghindari kesan menye-menye yang terlalu dramatis.
Ada beberapa artikulasi dialog yang kurang jelas sehingga kita tidak tahu apa yang dibicarakan oleh para pemainnya. Walau demikian, Vino dan Marsha yang juga suami istri di luar layar bermain maksimal sebagai Topan dan Prita. Hanya saja Topan masih terlalu rapi dan klimis menurut pengamatan saya. Si kecil Jefan tak kalah memukau sebagai anak penurut yang penuh empati. Jangan lupakan Ringgo Agus yang berhasil membawa warna tersendiri tanpa harus melucu maksimal sebagaimana biasanya. Tokoh yang sedikit memberi keleluasaan bagi penonton untuk meresapi karakteristik masing-masing.
Tampan Tailor memang sedikit cacat di ending yang terasa antiklimaks. Hubungan
ayah anak yang kuat sejak menit pertama seakan berbalik menjadi latar belakang yang
tidak istimewa. Sebaliknya romansa yang awalnya bumbu belaka malah menjadi bahan
utama. Tak apalah toh kita masih bisa menelaah secara positif sebuah perjuangan
hidup inspiratif warga ibukota yang nasibnya kurang beruntung. Tak pelak masih
banyak Topan dan Bintang lain di luar sana yang tidak (atau belum) memiliki
kesempatan layak untuk setidaknya mencoba peruntungan mereka.
Durasi:
104 menit
104 menit
Overall:
8 out of 10
8 out of 10
Movie-meter: