Quotes:
Rangga: Gua ga ngebunuh, gua ngebela diri.
Rangga: Gua ga ngebunuh, gua ngebela diri.
Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Starvision ini screeningnya dilangsungkan di Hollywood XXI pada tanggal 22 Oktober 2012 yang lalu.
Film yang diproduksi oleh Starvision ini screeningnya dilangsungkan di Hollywood XXI pada tanggal 22 Oktober 2012 yang lalu.
Cast:
Adipati Dolken sebagai Rangga
Nadine Alexandra sebagai Cinta
Tio Pakusadewo sebagai Rambo
Ray Sahetapy sebagai Jerry
Henidar Amroe sebagai Hj Rosna
Tity Qadarsih sebagai Mama Jerry
Jamal Mirdad sebagai H Rachman
Astri Nurdin sebagai Istri Jerry
Widy 'Vierra' sebagai Lili
Adipati Dolken sebagai Rangga
Nadine Alexandra sebagai Cinta
Tio Pakusadewo sebagai Rambo
Ray Sahetapy sebagai Jerry
Henidar Amroe sebagai Hj Rosna
Tity Qadarsih sebagai Mama Jerry
Jamal Mirdad sebagai H Rachman
Astri Nurdin sebagai Istri Jerry
Widy 'Vierra' sebagai Lili
Director:
Merupakan kali keempat, Helfi Ch Kardit menyutradarai film yang ditulisnya sendiri setelah terakhir Mengaku Rasul : Sesat (2008).
Merupakan kali keempat, Helfi Ch Kardit menyutradarai film yang ditulisnya sendiri setelah terakhir Mengaku Rasul : Sesat (2008).
W For Words:
MARTIR berarti SAKSI yang berasal dari bahasa Yunani, μαρτυρ. Umumnya digunakan dalam konteks yang berhubungan langsung dengan umat Kristiani. Sebelumnya saya tidak pernah membayangkan pemakaian kata ini untuk sebuah judul film lokal. Namun seorang Helfi melakukannya dengan satu benang merah yaitu kesaksian yang berujung pada pengorbanan. Premis yang mungkin mengingatkan anda pada Tanda Tanya (2011) milik Hanung Bramantyo dari buah pemikiran Titien Wattimena. Interpretasi berbeda tentunya bisa memperkaya khasanah pemahaman itu sendiri.
MARTIR berarti SAKSI yang berasal dari bahasa Yunani, μαρτυρ. Umumnya digunakan dalam konteks yang berhubungan langsung dengan umat Kristiani. Sebelumnya saya tidak pernah membayangkan pemakaian kata ini untuk sebuah judul film lokal. Namun seorang Helfi melakukannya dengan satu benang merah yaitu kesaksian yang berujung pada pengorbanan. Premis yang mungkin mengingatkan anda pada Tanda Tanya (2011) milik Hanung Bramantyo dari buah pemikiran Titien Wattimena. Interpretasi berbeda tentunya bisa memperkaya khasanah pemahaman itu sendiri.
Rangga besar di sebuah panti asuhan milik Haji Rachman dan istrinya Hajjah Rosna. Kasus pemerkosaan yang menimpa anak panti bernama Lili membuat Rangga terbakar emosi dan membunuh sang pelaku yang merupakan adik Rambo, kepala preman yang berkuasa. Hukuman 3 tahun penjara dijalani Rangga di bawah lindungan Pendeta Josep. Sekeluarnya dari sana, Rangga menjadi incaran anak buah Rambo yang ingin membunuhnya. Kepala geng preman lain, Jerry yang juga musuh bebuyutan Rambo memberi perlindungan pada Rangga dengan agenda tersembunyi di belakangnya.
Selama lebih dari satu setengah jam durasinya, Helfi sibuk menjejali pikiran penonton dengan isu-isu politik, ekonomi hingga sosial budaya yang tak jarang menyentuh S.A.R.A. Semua headline yang biasa anda temui di surat kabar muncul di sini, sebut saja penyelundupan narkoba, kasus korupsi, perebutan wilayah kekuasaan, tindakan nepotisme, kesenjangan sosial, perbudakan anak yang dijadikan pengemis di atas dua plot besar yang bergulir yaitu pertikaian antar geng (Rambo dan Jerry) serta percintaan berbeda agama (Rangga dan Cinta).
Penyutradaraan Helfi sendiri berjalan pada rel yang benar. Saya menghargai upayanya untuk mencoba sesuatu yang lain di luar genre komedi/horor belakangan ini. Narasinya terbilang berjalan mulus dengan pembagian frame yang cukup rapat di antara subplotnya. Panggung demi panggung pun disiapkan untuk menjadi “lahan bermain” para karakternya. Sayang begitu banyak yang masuk ke layar rupanya tak diimbangi dengan karakteristik yang mendalam. Padahal aspek ini amatlah dibutuhkan penonton untuk benar-benar terintrusi dengan jalinan konflik yang ada. Hasilnya? Datar tanpa impresi.
Adipati membawakan peran Rangga dengan misi besar. Bagaimana rentang waktu panjang yang dialami sedikit banyak membentuk karakternya sedemikian rupa. Ia cukup berhasil tapi belum maksimal. Menarik menyaksikan Tio dan Ray ada di pihak yang berseberangan dengan segala karakter “jadi”, dua orang yang hidup untuk mengambil resiko demi menjalankan apa yang mereka yakini terlepas dari unsur benar atau tidaknya. Minimnya porsi Nadine sebagai Cinta sangat disayangkan mengingat relativitas hubungannya dengan Rangga seharusnya bisa digali lebih. Masih banyak nama-nama berbakat lain yang tidak cukup mendapat kesempatan.
Sang Martir patut dipuji karena masih mampu menyampaikan misi dan aspirasinya yang mulia yaitu meluruskan pandangan umat beragama untuk bertindak dan bertingkah laku sebagaimana mestinya serta menegaskan konsekuensi pilihan hidup yang diambil seseorang. Kekerasan dalam film ini tergolong cukup dominan walaupun sebetulnya tidak perlu secara eksplisit. Andaikata Helfi mau mempersempit “ruang lingkup” bahasannya, kemungkinan fokus cerita akan lebih maksimal dengan pengantaran pesan moral yang lebih efektif. Sayang beribu sayang memang.
Durasi:
98 menit
98 menit
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar