XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Sabtu, 04 Juni 2011

SCREAM 4 : Pengulangan Tragedi Berdarah Pembunuh Baru

Quotes:
Welcome home, Sidney. You're a survivor, aren't you, Sidney? What good is it to be a survivor when everyone close to you is dead? You can't save them. All you can do... is watch.

Storyline:
Kembalinya Sidney Prescott ke tanah kelahirannya Woodsboro dalam rangka promosi bukunya yang ditulis oleh Gale Weathers-Riley yang sudah menikah dengan sheriff Dewey Riley membangkitkan kenangan lama. Ia tinggal di rumah sepupunya Jill dan bibinya Kate. Jill adalah seorang remaja putri yang memiliki sahabat-sahabat penggemar Stab series di kampusnya. Tanpa terduga seseorang benar-benar melakukan pembunuhan berantai yang dimulai dari hari pertama kedatangan Sidney.Sekali lagi Sidney harus bertahan hidup sekaligus melindungi orang-orang terdekatnya yang mulai menjadi incaran si pembunuh bertopeng hantu tersebut.

Nice-to-know:
Dengan empat seri sejauh ini, franchise Scream menjadi satu-satunya horor yang selalu lengkap jajaran cast utamanya sejak awal.

Cast:
Film layar lebar pertamanya adalah The Dark (1993), Neve Campbell kembali sebagai Sidney Prescott, superstar Woodsboro yang menjadi sorotan karena selalu lolos dari Ghostface.
Tahun lalu muncul dalam 6 film sekaligus termasuk ensemble drama Valentine’s Day, Emma Roberts bermain sebagai Jill Roberts
David Arquette sebagai Dewey Riley
Courteney Cox sebagai Gale Weathers-Riley
Hayden Panettiere sebagai Kirby Reed
Marley Shelton sebagai Deputy Judy Hicks
Rory Culkin sebagai Charlie Walker
Nico Tortorella sebagai Trevor Sheldon

Director:
Wes Craven yang sudah berusia 71 tahun ini melanjutkan apa yang sudah dimulainya sejak tahun 1996, 1997 dan 2000.

Comment:
Masa remaja saya (dan mungkin sebagian dari anda) tumbuh bersama trilogi Scream yang sangat fantastis pada waktu itu dan berhasil menciptakan genre thriller remaja baru yang kemudian diekor oleh banyak film sejenis. Kelebihannya adalah skrip yang cerdas dan dieksekusi dengan brilian sehingga tidak kacangan serta mengasyikkan untuk menerka-nerka siapa sesungguhnya sang pelaku yang biasanya baru diungkapkan di menit-menit akhir.
Sang penulis skrip, Kevin Williamson yang kali ini berduet dengan Ehren Kruger berusaha mematahkan premis bahwa film sekuel tidak akan lebih baik dari pendahulunya. Mereka mengembangkan karakter-karakternya sedemikian rupa sehingga bagi tokoh-tokoh lama terasa proses pendewasaannya. Sedangkan transisi pengenalan tokoh-tokoh baru juga terasa smooth sehingga peremajaan franchise ini terbilang berhasil.









Sang sutradara, Wes Craven berupaya menyajikan intensitas ketegangan yang setidaknya sama dengan prekuel-prekuelnya. Pembantaian demi pembantaian yang terjadi walaupun tidak dikatakan baru tetap disajikan dengan cara yang kreatif tanpa harus frekuentif. Eksekusi idenya tergolong mulus sehingga suasana lucu, takut dan heran dapat terbangun sekaligus. Sisipan berbagai babak pada openingnya sangat sukses mencuri perhatian audiens apalagi dengan kemunculan berbagai cameo terkenal.
Departemen akting disini juga terkonsep secara maksimal. Memang Campbell, Arquette, Cox tidak lagi dominan tetapi kehadiran mereka tetaplah krusial untuk menjembatani film yang terputus rentang waktunya selama 11 tahun itu. Sidney tetap terjebak dalam “peran” tough girl nya, Gale yang ambisius, Dewey yang sembrono masih mampu menjelaskan mengapa anda begitu menyukai trilogi Scream terdahulu.
Dari generasi baru, Roberts, Panettiere, Culkin mendapat kesempatan yang sangat baik untuk mengeksplorasi kemampuan masing-masing. Jill yang tertekan karena memiliki ikatan darah dengan Sidney, Kirby yang populer di sekolah, Charlie yang terobsesi dengan film horor semakin memberikan warna tersendiri. Bagaimana mereka berinteraksi dengan karakter-karakter yang lebih senior menjadi salah satu yang menarik untuk disimak.








Bagaimana dengan ending yang khas dari franchise milik Dimension Films ini? Tenang, tidak ada spoiler di bagian ini. Saya hanya menyarankan anda untuk tidak terlalu ngotot menebak identitas Ghostface yang sesungguhnya karena petunjuk yang ditinggalkan Williamson/Craven teramat minim. Penjelasan panjang lebar pada endingnya mengenai motif sang pelaku sedikit banyak memaksa anda untuk menerima logika yang disuguhkan. Memang terasa dipaksakan tetapi masih dapat diterima dengan logika jika anda mau menganalisa lebih jauh.
Bukan hanya slasher berdarah penuh tikaman yang membuat anda miris tapi bertindak pula sebagai satir yang memancing tawa getir dalam kondisi yang tidak memungkinkan sekalipun. Itulah yang membuat Scream 4 sebuah perjalanan nyaris 2 jam yang menghibur dengan ide gila sekaligus brilian! Menjungkir balikkan fakta yang akhirnya ditutup dengan slogan “Don’t fuck with the original!” Bersiaplah untuk menjerit beramai-ramai kali ini dan mungkin anda akan melakukannya lagi di tahun-tahun mendatang dengan Scream 5, 6, 7 dst. Who knows?

Durasi:
105 menit

U.S. Box Office:
$37,717,659 till May 2011

Overall:
8 out of 10

Movie-meter:

1 komentar:

saya_review mengatakan...

Blog walking, salam kenal