XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label niken anjani. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label niken anjani. Tampilkan semua postingan

Kamis, 03 Mei 2012

KUNTILANAK-KUNTILANAK : Kreatifitas Menyepi Sosok Menghantui


Quotes:
Adelina: Salwa, in tas siapa?
Salwa: Tas Aiko, Ma.

Nice-to-know:
Film yang sedianya dijadwalkan rilis 5 April 2012 kemarin ini ditangani oleh Mitra Pictures.

Cast:
Niken Anjani sebagai Adelina Venus
Chrissie Vanessa sebagai Saskia
Reza Pahlevi sebagai Krisna
Adzwa Aurelline sebagai Salwa
Rikas Harsa sebagai Hardian
Yafi Tesa Zahara

Director:
Pertama kali di tahun 2012 ini Nayato alias Koya Pagayo merilis dua filmnya dalam minggu yang sama selain 3 Pocong Idiot.

W For Words:
Miris rasanya mengetahui fakta bahwa pocong dan kuntilanak bukan lagi momok yang menakutkan dalam dunia perfilman Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Penggunaan judul yang kelewat sering dengan materi yang tak terseleksi dengan baik membuat hantu asli Indonesia ini kehilangan taji. Tanpa terkecuali produksi terbaru Mitra Pictures yang satu ini, lagi-lagi sebuah repetisi karya-karya lawas Koya Pagayo apapun judulnya itu yang tak ingin saya ingatkan apalagi sebutkan satu persatu. Pamali!

Penulis novel sukses, Adelina Venus baru saja bercerai dari Krisna. Kesempatan tujuh hari menghabiskan waktu bersama anaknya Salwa yang hak asuhnya dimiliki oleh ayahnya itu digunakan Adelina untuk berlibur di Villa Bukit Hijau bersama dengan asistennya, Saskia. Semua kegiatan di villa direkam oleh berbagai kamera sebagai dokumentasi. Keanehan mulai terjadi saat Salwa mengaku punya teman imajiner bernama Aiko yang diikuti oleh kemunculan kuntilanak disana-sini. Apakah Adelina mampu menjelaskan semua misteri tersebut sambil berusaha tetap rasional?
Keputusan Niken Anjani dan Chrissie Vanessa memasang beberapa kamera di setiap sudut ruangan nyaris mengingatkan kita pada sensasi mockumentary sukses, Paranormal Activity. Dugaan tersebut semakin diperkuat oleh salah satu adegan dapur dimana semua peralatan berserakan keluar dalam sekejap atau adegan kamar tidur dimana kursi melayang tanpa alasan. Come on! Apresiasi sesama filmmaker wajib hukumnya. Jika anda ingin mencontek, maka lakukanlah dengan lebih baik, bukan asal jadi yang menyiratkan penghinaan belaka.

Sosok Niken yang pemarah tidak mampu mengundang simpati penonton. Chemistry nya dengan Adzwa Aurelline sebagai ibu dan anak tak cukup efektif membangun kekuatan konflik yang diharapkan. Penampilan Rikas Harsa sendiri tidak terlalu memadai karena ia hanyalah satu dari sekian jebolan L-Men yang bukan kebetulan dipakai sutradara Koya Pagayo dalam film-filmnya. Suasana villa yang sudah amat familiar karena sering digunakan sebagai setting itu tak lagi menyeramkan meskipun dari segi penampakan kuntilanak dan hantu anak kecil memang ada sedikit perbaikan.
Kuntilanak-Kuntilanak adalah tontonan horor kosong tanpa intisari. Sama kosongnya dengan (katanya) novel terbaru karakter Adelina Venus yang baru saja memulai penulisan judul bab 1 lalu tiba-tiba terselesaikan dengan sendirinya tanpa korelasi yang masuk akal mendekati akhirnya. Seperti biasa penjelasan sekelumit latar belakang tokohnya banyak dilakukan lewat narasi tidak langsung yang semakin menegaskan kemalasan film dalam bercerita secara runut. Tidak mengherankan karena itulah yang selama ini dilakukan Koya dengan permainan “template” dan “frame in mind“ nya yang superf*ck tersebut!

Durasi:
77 menit

Overall:
6 out of 10

Movie-meter:

Sabtu, 20 Agustus 2011

DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH : Ketika Cinta Berbeda Status Temukan Takdirnya

Quotes:
Ibu Hamid: Jangan kau turutkan hatimu. Sampai kapanpun emas takkan setara dengan loyang, sutra takkan sebangsa dengan benang


Storyline:
Hamid dan Zainab sejak pandangan pertama sudah tertarik satu sama lain. Sayangnya perbedaan martabat di antara mereka menjadi jurang pemisah. Hamid berasal dari keluarga miskin dimana ibunya bekerja pada keluarga Zainab yang terpandang di kampungnya. Bagaimanapun juga Haji Fajar sudah menaruh respek sendiri pada Hamid yang santun dan cerdas itu. Impian dua sejoli itu sebetulnya sederhana yaitu bisa bersama-sama sepanjang hidup mereka dan berkesempatan menunaikan ibadah haji di Mekah. Lewat serangkaian peristiwa menyebabkan Hamid harus jauh dari Zainab menempuh jalan hidupnya sendiri. Akankah cinta yang sepintas tak mungkin terwujud tersebut dapat menemukan takdirnya di Ka’bah?

Nice-to-know:
Diproduksi oleh MD Pictures dimana gala premierenya diselenggarakan di Plaza Senayan XXI pada tanggal 18 Agustus 2011.

Cast:
Herjunot Ali sebagai Hamid
Laudya Cynthia Bella sebagai Zainab
Niken Anjani sebagai Rosna
Tarra Budiman sebagai Saleh
Hj. Jenny Rachman sebagai ibu Hamid
Widyawati sebagai Nyonya Jafar
Didi Petet sebagai Haji Jafar
Leroy Osmani sebagai Rustam
Ajun Perwira sebagai Arifin

Director:
Merupakan film ketiga Hanny R Saputra di tahun 2011 ini dan kesembilan selama 7 tahun karirnya berjalan.

Comment:
Film remake yang diangkat dari sebuah novel populer karya Buya Hamka di tahun 1978 yang kemudian difilmkan oleh Asrul Sani pada tahun 1981 ini jelas memiliki beban besar untuk bisa mengekor sukses yang sama atau bahkan melebihinya. Sineas internasional sekalipun seringkali kesulitan menjawab tantangan tersebut. Bagaimana dengan sineas lokal kita? Sebut saja judul-judul yang pernah hadir seperti Ketika Cinta Bertasbih, Ayat-Ayat Cinta dsb yang kebetulan bermuatan sama yaitu romansa reliji.
Kini Hanny R Saputra yang tak dinyana kualitas filmnya dari waktu ke waktu mengalami grafik menurun dipercaya oleh produser Dhamoo dan Manoj Punjabi untuk menghadirkan versi terbarunya ini. Cukup beresiko memang! Namun hasil akhirnya saya akui masih lebih bagus dari dua film terakhirnya terutama dari segi sinematografi dan pemanfaatan lokasi. Khusus aspek yang terakhir ini mungkin penggunaan efek spesial patut dimaklumi mengingat kesulitan syuting di lokasi aslinya.
Sedangkan suasana kota Padang di tahun 1920an berhasil diwujudkan sedemikian rupa termasuk lokomotif dan sepeda ontel. Andai saja adegan kapal tenggelam dapat diperlihatkan tentunya bisa menjadi kredit tersendiri. Sayangnya kemunculan produk sponsor yang frekuentif malah mengganggu, seakan sugesti yang disodorkan kepada penonton tidak cukup dengan adegan halus selayang pandang saja. Belum lagi penggunaan berbagai gimmick yang tidak sesuai setting meski masih minor dampaknya.

Kinerja Titien Wattimena & Armantono dalam mengadaptasi skrip boleh diacungi jempol. Beberapa tokoh kunci di luar kedua tokoh utama mampu mendelivery dialog masing-masing dengan lancar. Cinta yang terhadang oleh perbedaan materi dan martabat memang konflik yang teramat klise. Untungnya Hanny tidak terlalu terkesan menye-menye dalam menyuguhkan problematika Hamid dan Zainab selayaknya sinetron, penonton tetap dapat mengapresiasi ini sebagai sebuah proyek layar lebar.
Penunjukan Junot tergolong tepat. Kesan ndeso yang selalu tertindas oleh keadaan terwujud dengan baik. Niscaya kita mampu bersimpati pada Hamid terutama interaksinya dengan Sang Ibu yang bisa menjadi highlight itu, jempol bagi akting Hj Jenny Rachman yang tetap ciamik. Sebaliknya Laudya masih terlalu nge-pop untuk peran Zainab dengan segala spontanitas dan pilihan-pilihan hidupnya. Namun usahanya tetap harus diapresiasi, apalagi adegan-adegan sendu yang dilakoninya masih terasa pas. Chemistry keduanya jujur masih terasa kurang padu di berbagai important scenes.
Di Bawah Lindungan Ka’bah rasanya masih dapat dijual kepada khalayak umum terlebih diedarkan untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri 1432H. Tempo yang demikian lambat dan ending yang terkesan antiklimaks memang dapat mengurangi nilai akhirnya. Namun bagaimanapun juga tema “kasih tak sampai” dipercaya selalu dapat dinikmati dengan perasaan geregetan bercampur sendu melankolis. Untuk sesaat, biarkanlah dua insan berlawanan jenis yang saling mencintai dapat memiliki kesempatan bersama di atas suratan takdir yang terkadang kejam tak memihak.

Durasi:
120 menit

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter: