Quote:
Kakek Hendra: Kamu harus berani, ga boleh nangis, ga boleh cengeng.
Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Damien Dematra Production ini gala premierenya diadakan di Hollywood XXI pada tanggal 21 Januari 2013 yang lalu.
Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Damien Dematra Production ini gala premierenya diadakan di Hollywood XXI pada tanggal 21 Januari 2013 yang lalu.
Cast:
Natasha Dematra sebagai Margareth
Ayu Azhari sebagai Maryam, ibu Margareth
Pong Hardjatmo sebagai Hendra, kakek Margareth
Rahayu Saraswati sebagai Leticia
Radhit Syam sebagai Bintang
Azka Liansyah sebagai Willy
Steve Emmanuel sebagai Dokter
Ari Wibowo
Dorce Gamalama
Tracy Trinita
Natasha Dematra sebagai Margareth
Ayu Azhari sebagai Maryam, ibu Margareth
Pong Hardjatmo sebagai Hendra, kakek Margareth
Rahayu Saraswati sebagai Leticia
Radhit Syam sebagai Bintang
Azka Liansyah sebagai Willy
Steve Emmanuel sebagai Dokter
Ari Wibowo
Dorce Gamalama
Tracy Trinita
Director:
Merupakan film keempat yang disutradarai Damien Dematra.
Merupakan film keempat yang disutradarai Damien Dematra.
W For Words:
Apa lagi yang sebenarnya ingin dibuktikan oleh seorang Damien Dematra dimana namanya sudah tercatat sebagai salah satu filmmaker lokal? Rekor pembuatan film tercepat yang diakui oleh Royal World Record lewat film ini yaitu 9 hari 17 jam dan 45 menit? Sebegitu pentingkah pencapaian-pencapaian tersebut baginya? Bukankah tujuan terpenting film hanyalah sesederhana media komunikasi antara pembuat dan penontonnya? Ajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut padanya. Bisa jadi anda akan tercengang mendengar jawaban diplomatisnya. Bisa jadi..
Apa lagi yang sebenarnya ingin dibuktikan oleh seorang Damien Dematra dimana namanya sudah tercatat sebagai salah satu filmmaker lokal? Rekor pembuatan film tercepat yang diakui oleh Royal World Record lewat film ini yaitu 9 hari 17 jam dan 45 menit? Sebegitu pentingkah pencapaian-pencapaian tersebut baginya? Bukankah tujuan terpenting film hanyalah sesederhana media komunikasi antara pembuat dan penontonnya? Ajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut padanya. Bisa jadi anda akan tercengang mendengar jawaban diplomatisnya. Bisa jadi..
Hendra selalu terinspirasi oleh sosok Barack Obama, presiden Amerika Serikat yang baru saja terpilih kembali. Obama dream statue yang berada di sekolah Asisi juga memperkenalkan cucunya yang baru pindah, Margareth Kurniawan untuk pantang menyerah mengejar mimpinya. Tak sia-sia karena prestasi Margareth begitu memuaskan hingga membuat teman sekelasnya, Bintang dan Willy iri. Kecelakaan mobil membuat Hendra mengalami koma dan Margareth menderita kebutaan. Akankah ketidakmampuan itu menurunkan semangat Margareth?
Damien pernah mengeksplorasi sosok Obama kecil mengenyam pendidikan dalam skrip Obama Anak Menteng (2010). Sempat terjadi kontroversi yang akhirnya ‘hanya’ mengukuhkan nama John De Rantau seorang di kursi sutradara. Kali ini Damien kembali menulis skripnya sendiri yang sayangnya memulai dengan sesuatu yang salah. Kelas sekolah dibuka dengan pelajaran bahasa Indonesia dan Inggris antara anak lokal dan bule. Jika tujuannya untuk melucu, saya tidak melihat unsur jenakanya samasekali. Lantas dilanjutkan dengan ‘kompetisi’ aneh yang mulai dari ujian tertulis hingga balap karung antara siswa dan siswi? Nalar saya seakan berpindah ke bagian tubuh paling bawah.
Dramatisasi tak berkesudahan kemudian menjadi menu utama. Entah kenapa saya merasa sosok Natasha Dematra malah dieksploitasi sedemikian rupa di atas upaya aktingnya yang masih dapat dihargai. Margareth digambarkan seharusnya mengundang simpati orang-orang di sekitarnya maupun penonton yang menyaksikannya. Entah kenapa bangunan konflik yang terlalu instan dan tidak terjalin padu satu dengan lainnya membuat semuanya menjadi blur. Penyelesaian penderitaan melalui kematian seakan opsi satu-satunya agar pesan yang disampaikan bisa langsung menohok. Benarkah begitu?
Damien sebagai sutradara tampak kian menurunkan standar penggarapannya mulai dari Si Anak Kampung, L4Lupus hingga yang satu ini. Intrusi dialog kerapkali berlomba-lomba dengan gerak bibir cast. Pencantuman subtitel bahasa Inggris juga tidak terlalu membantu, mungkin berharap perhatian penonton sedikit teralihkan dari kekurangan-kekurangan yang tampak di depan mata mereka. Sinkronisasi musik latar untuk membangun suasana malah banyak yang tidak pas. Mungkin cuma Damien dan Tuhan yang tahu, seberapa keras usaha Virda Anggraini untuk menata gambarnya secara ‘wajar’.
Dream Obama tinggal menyisakan footage video Barack Obama sebagai satu-satunya part yang watchable. Selebihnya adalah siksaan batin tanpa landasan logika yang memaksakan setiap fungsi dalam film berjalan terseok-seok menuruti durasi film. Tampak wajah-wajah lega selepas meninggalkan gedung bioskop. Secara tidak langsung, ini adalah kampanye DD dalam menyuarakan semangat “Ayo, kita bisa!” dalam mengatasi setiap masalah yang menghadang, besar ataupun kecil walaupun bukan dengan cara yang istimewa sekalipun. Ia melupakan fakta jika penonton film nasional sudah lebih istimewa sekarang.
Durasi:
87 menit
87 menit
Overall:
6 out of 10
6 out of 10
Movie-meter:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar