Tagline:
Hutang nyawa dibayar nyawa, aku ingin mereka semua mati!
Storyline:
Pebisnis tangguh, Rony Danuatmaja sangat menjaga kehormatan nama keluarganya kalau perlu dibayar dengan darah dan nyawa sekalipun. Ia beristrikan Sisca yang setia serta beranak tiga masing-masing Alarik, Ludmila, Karissa. Paska kematian Alarik karena overdosis, Rony pun mengasingkan keluarganya ke sebuah villa demi ketenangan untuk sementara waktu. Mereka tidak menyadari bahwa ada sekelompok orang yang mengintai dari luar yang menginginkan nyawa mereka satu persatu. Apa sesungguhnya motif yang mendasari teror tersebut?
Nice to know:
Diproduksi oleh Skylar Pictures dan gala premierenya dilangsungkan di Hollywood XXI pada tanggal 29 Maret 2011.
Cast:
Tio Pakusadewo sebagai Rony
Chintami Atmanagara sebagai Sisca
Revaldo sebagai Alarik
Sheila Marcia sebagai Ludmila
Luna Sabrina sebagai Karissa
Jajang C. Noor
Preddi Prahman
Director:
Film kedua Muhammad Yusuf bersama Skylar Pictures setelah Jinx tahun lalu.
Comment:
Aktor sekaliber Tio Pakusadewo memang tidak selalu mendapat peran utama dalam sebuah produksi film lokal beberapa tahun terakhir. Kali ini ia menjawab tantangan tersebut lewat peran Rony Danuatmaja yang ambisius dan perfeksionis. Menarik melihat bagaimana ia mengatur bisnis dan keluarganya sedemikian rupa hingga tidak melihat kehancuran yang perlahan-lahan merambat.
Dan di tangan Tio lah, film ini menjadi bernyawa lebih. Melebihi nama-nama lain yang mendukung film ini. Ia memimpin Chintami yang meski terlihat sudah “agak berisi” tapi masih memperlihatkan naluri istri sekaligus ibu yang baik. Ia mendidik anak-anaknya, Revaldo yang tampil meyakinkan sebagai pemadat bertubuh kurus, Sheila yang cuek, Luna yang lembut hati. Ia juga mati-matian berkonfrontasi dengan geng misterius yang mengancam nyawa keluarganya.
Sutradara Muhammad Yusuf jelas memperbaiki kinerjanya dibandingkan film sebelumnya. Terutama saat mengatur scene flashback untuk tetap sejajar dengan adegan masa kini plus konsep unfolding story tertata dengan baik yang berujung pada klimaks yang diharapkan penonton. Sayangnya pemilihan lokasi setting agak terkesan dipaksakan, bisa jadi demi mengejar sisi estetika.
Beby Hasibuan menulis skrip film ini dengan runut. Pembukaan yang berjalan lambat dimaksudkan untuk menangkap emosi anggota keluarga Danuatmaja beserta hubungan di antara mereka masing-masing. Setelah itu nuansa thriller mulai bergulir yang diperkuat dengan ilustrasi tembang Rindu Lukisan (dinyanyikan oleh Tio) yang mendayu-dayu beserta kejutan-kejutan berdarah yang terkadang muncul.
Namun bukan berarti tanpa kelemahan. Saat memasuki bagian penutupan, adegan eksekusi memang merupakan nilai minus yang paling kentara. Bagaimana sebuah pembantaian “simpel” dimana semua senjata sudah tersedia malah menjadi berlarut-larut dan tak heran malah memancing tawa penonton, bermaksud mendramatisir atau sekadar memperpanjang durasi? Sulit untuk dijawab.
Tebus merupakan sebuah drama thriller yang terkonstruksi dengan baik. Sebuah khasanah baru perfilman Indonesia yang lain dari biasanya. Walau belum sempurna tetapi hasilnya sudah cukup maksimal. Suatu contoh nilai-nilai kekeluargaan dan persaudaraan yang berbaur dalam cinta dan dendam itu sendiri berujung pada tragedi yang sangat tidak diharapkan.
Durasi:
95 menit
Overall:
7.5 out of 10
Movie-meter:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar