XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label laura basuki. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label laura basuki. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Juni 2012

DI TIMUR MATAHARI : Mozaik Konflik Papua Minim Fokus

Quotes:
Karena memaafkan adalah pilihan yang paling sempurna daripada menyimpan akar pahit atau balas dendam..

Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Alenia Pictures ini gala premierenya dilangsungkan di Epicentrum XXI pada tanggal 11 Juni 2012.

Cast:
Putri Nere sebagai Elsye
Lucky Martin sebagai Nyong
Simson Sikoway sebagai Mazmur
Abetnego Yogibalom sebagai Thomas
Laura Basuki sebagai Vina
Lukman Sardi sebagai Pendeta Samuel
Ririn Ekawati sebagai Dr Fatimah
Ringgo Agus Rahman sebagai Ucok
Michael Jakarimilena sebagai Michael

Director:
Merupakan film keempat bagi Ari Sihasale yang mengawali karir penyutradaraannya lewat King (2009).
W For Words:
Alenia Pictures memang sudah menjadi brand sendiri dalam industri perfilman lokal karena konsistensinya melahirkan film anak-anak berkualitas, setidaknya satu setiap tahunnya. Pada 2012 ini, mereka menggarap skrip hasil pemikiran Jeremias Nyangoen mengenai kehidupan di Papua. Sebuah gagasan yang amat menjanjikan karena belum banyak sineas tanah air yang mengambil setting propinsi paling Timur Indonesia tersebut. Nyatanya setelah nyaris dua jam durasinya, saya sedikit menyesali pemberian rating SU untuk film ini karena beberapa adegan dirasa terlalu “keras” bagi anak-anak. Anyone agree with me afterwards?

Lima sahabat yaitu Mazmur, Thomas, Yokim, Agnes dan Suryani tengah menanti kedatangan guru pengganti setelah kekosongan enam bulan di sekolah yang terletak di lapangan terbang tua itu. Sebagai pengganti aktifitas, mereka berupaya mempelajari kehidupan nyata di lingkungan sekitar termasuk dari pendeta Samuel, ibu dokter Fatimah, om Ucok dan om Jolex yang tengah mengerjakan proyek besar. Ketentraman tiba-tiba terusik saat rasa dendam berujung pada pertikaian antar kampung yang menelan banyak korban. Akankah anak-anak tersebut dapat mengubah situasi genting tersebut?

Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam cerita bergulir, saya tak kunjung menemukan konstruksi bangunan yang matang. Jeremias tampak terlalu sibuk menyusun subplot disana-sini hingga melupakan satu hal penting yaitu fokus. Tanpa itu, penonton akan merasa terombang-ambing dan pada akhirnya bosan karena tidak memiliki rasa keterikatan terhadap film yang disaksikannya. Tak kurang minimal ada empat “tim” yang dominan porsinya disini yaitu kelima sahabat cilik tersebut di atas, pasangan figur teladan Samuel dan Fatimah, pendatang dengan orientasi bisnis Ucok dan asistennya Jolex serta pasutri ‘beda ras’ Michael dan Vina yang malah tampak saling berbagi frame masing-masing.

Ringgo adalah salah satu satu faktor ‘penyelamat’ kali ini. Setiap kali tokoh Ucok muncul di layar, hampir dipastikan mampu membuat penonton tertawa karena spontanitasnya. Si kecil Simson yang seharusnya mendapat bagian yang paling dominan sebetulnya sudah tampil memikat dengan kepolosannya tetapi konflik yang disematkan padanya masih terlalu biasa seperti halnya suntik imunisasi dan pemakaian kacamata. Lukman Sardi dan Laura Basuki tak perlu diragukan lagi kemampuan aktingnya. Namun siapapun yang berperan sebagai Samuel ataupun Vina rasanya tak akan banyak berpengaruh.

Ale memang tidak kehilangan talentanya dalam menyutradarai. Kesemua anak-anak maupun penduduk asli yang terlibat disini berakting dengan wajar. Adegan pamungkasnya diselesaikan dengan pesan moral yang mengena walau sedikit dipaksakan. Ciri khasnya dalam syut lanskap lokasi pegunungan Papua termasuk Kabupaten Lanny Jaya yang indah dari berbagai sudut pandang masih terlihat. Kolaborasi Dian HP, Aghi Narottama dan Bemby Gusti seakan menyempurnakan komposisi musik yang mengalir syahdu di setiap kesempatan sekaligus memberi nyawa film yang dibutuhkan.
Saya lebih suka menyebut Di Timur Matahari sebagai mozaik potret kehidupan yang terjadi di tengah masyarakat Papua daripada sebuah film yang utuh. Mungkin dapat disimpulkan, pendidikan rendah merupakan faktor utama terjadinya semua konflik yang diusung dalam film ini. Isu rasisme, perdamaian, perbedaan budaya, pemerataan bahan pangan dan pemberlakuan hukum adat secara ketat juga sempat dihadirkan demi memperkaya wacana yang ingin disampaikan oleh filmmaker. Sebuah niat baik yang patut dihargai untuk ditelaah lebih jauh menjadi pembelajaran bersama meski belum terlahir dalam proses eksekusi yang memadai.

Durasi:
114 menit

Overall:
7 out of 10

Movie-meter:

Selasa, 14 Februari 2012

REPUBLIK TWITTER : Trending Cinta Impian Media Sosial


Quotes:
Sukmo: Dasar generasi menunduk. Tuh liat semua, nunduk aja..

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Rupakata Cinema dan Amalina Pictures dimana gala premierenya dilangsungkan di Senayan City XXI pada tanggal 15 Februari 2012.

Cast:
Abimana Aryasatya sebagai Sukmo
Laura Basuki sebagai Hanum
Ben Kasyafani sebagai Andre
Enzy Storia sebagai Nadya Cahyadi
Tio Pakusadewo sebagai Kemal Pambudi
Leroy Osmani sebagai Arif Cahyadi
Jennifer Arnelita sebagai Rika
Edi Oglek sebagai Belo Harahap

Director:
Merupakan debut penyutradaraan Kuntz Agus

W For Words:
Rupakata Cinema dan Amalina Pictures rupanya cukup jeli melihat potensi film yang didasari oleh akun sosial media yang tengah digandrungi masyarakat internasional termasuk di Indonesia sendiri dimana pengguna Twitter konon sudah mencapai 20 juta atau masuk 5 besar di dunia per tahun 2012 ini. Lantas ditunjuklah nama ES Ito sebagai penulis skrip dan Kuntz Agus sebagai sutradara, dua nama yang boleh dibilang masih asing di industri perfilman Indonesia.
Mahasiswa Yogyakarta, Sukmo nekad datang ke Jakarta untuk menemui wartawati cantik, Hanum yang dikenalnya lewat Twitter. Didampingi sahabat setianya, Andre dan pacar ABG nya, Nadya, Sukmo malah gelagapan dan mengacaukan semuanya. Takdir membawanya bertemu dengan Belo yang menawarkannya pekerjaan sebagai buzzer akun Twitter petinggi bernama Arif Cahyadi untuk menjadi trending topic atas permintaan Kemal Pambudi. Kelihaian Sukmo mengolah 140 karakter ternyata tak sebanding dengan permasalahan pelik yang dihadapinya hari demi hari.

Sutradara Kuntz Agus menyuguhkan berbagai subplot yang terhubung satu sama lain lewat karakter Sukmo dan kemampuan ngetweetnya dengan mumpuni sehingga penonton mudah mengikuti konflik yang ada dari awal sampai akhir. Sayangnya tempo yang dipilih terasa amat lambat apalagi minimnya gimmick yang dapat memperkuat antusiasme penonton seperti komposisi musik latar yang membangun suasana ataupun konsistensi dialog tajam yang menggigit di sepanjang durasinya.
Twitter itu sendiri dibedah dengan gamblang disini. Bagaimana persoalan unfollow bisa begitu seriusnya ditanggapi atau deactivasi akun sebagai jalan keluar dari masalah yang ada. Belum lagi trending topic yang menjadi ukuran massalnya sesuatu hal yang dieksplorasi lewat hashtag. Lantas penonton diajak percaya bahwa ada sekelompok buzzer di luar sana yang bekerja di balik akun sosial media public figure demi mengangkat harkat dan martabat mereka di mata masyarakat.

Abimana Aryasatya berperan lugas sebagai pemuda ndeso Sukmo yang cerdas bertanggungjawab. Sebaliknya Laura Basuki terasa agak datar sebagai wartawati Hanum yang seharusnya passionate dan enerjik dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Edi Oglek juga berhasil mencuri perhatian sebagai pemimpin buzzer Belo Harahap yang tegas berlogat Batak kental itu. Lain lagi Ben Kasyafani dan Enzy Storia yang berlakon sebagai pasangan unyu beda kutub, satu gaptek, satu penggila teknologi. Kemunculan tokoh-tokoh pendukung lainnya turut memberikan warna-warni tersendiri untuk melengkapi karakteristik yang silih berganti menghadirkan problema yang kait-mengait.
Republik Twitter memang berupaya keras mengangkat fenomena akun sosial media paling tren saat ini dalam balutan cerita yang ringan tetapi tetap cerdas. Hanya saja sasaran yang dituju rasanya belum seluas itu mengingat fakta masih minimnya penonton bijak yang dapat mengapresiasi apa yang tersaji di hadapan mereka. Sebuah contoh riil bagaimana kebebasan dan keterbatasan tak pernah berjalan di jalur yang sama. Berbagai sentilan terbukti cukup tajam dilayangkan bagi para pengguna yang sehari-hari aktif mention ataupun tweeting dalam konteks yang sedianya dapat dipertanggungjawabkan.

Durasi:
105 menit

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:

Kamis, 01 Juli 2010

3 HATI 2 DUNIA 1 CINTA : Perbedaan Agama Terhadap Visi Kehidupan

Tagline:
Seorang pemuda muslim. Seorang gadis katolik. Will they live happily ever after?


Storyline:
Bekerja sebagai wartawan freelance dan juga penyair, Rosid yang lahir di keluarga Muslim yang taat memang terlihat santai menjalani hidup dengan gayanya sendiri. Itulah yang menarik bagi Delia yang berlatarbelakang Katolik dan juga seorang aktifis kampus. Keduanya mempertahankan keyakinannya masing-masing tetapi saling mengagumi satu sama lain. Sayangnya ortu masing-masing tidak setuju. Ayah-ibu Delia terang-terangan menolak sedangkan ayah-ibu Rosid malah menjodohkannya dengan gadis berjilbab yang soleh, Nabila. Selain itu Rosid juga dipertanyakan keagamaannya karena tidak bersedia memakai peci dan baju koko yang dianggapnya hanya meneruskan tradisi belaka. Akankah cinta dapat mengalahkan semua pandangan dasar tersebut pada akhirnya?

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Mizan Pictures dan gala premierenya diselenggarakan di Planet Hollywood pada tanggal 29 Juni 2010.

Cast:
Reza Rahadian sebagai Rosid
Laura Basuki sebagai Delia
Arumi Bachsin sebagai Nabila
Ira Wibowo sebagai Martha
Robby Tumewu sebagai Frans
Henidar Amroe sebagai Muzna
Rasyid Karim sebagai Mansur
Zainal Abidin Domba
Jay Wijayanto

Director:
Ditulis dan disutradarai oleh Benni Setiawan yang baru saja menyelesaikan Cinta 2 Hati beberapa waktu lalu.

Comment:
Diangkat dari novel laris Da Peci Code serta Rosid dan Delia, film ini bisa jatuh ke dalam genre religi. Beruntung Benni yang merangkap disini tidak terkesan berusaha menggurui topik yang sensitif tersebut tetapi menerjemahkannya menjadi sebuah drama ringan menghibur yang tetap berisi. Lupakan sejenak Cinta 2 Hati yang mendayu-dayu dan merengek-rengek tersebut.
Interpretasi Reza Rahadian terhadap si kribo Rosid patut diacungi jempol. Aksesoris yang dikenakan di kepalanya bukan hanya sekadar aksesoris tetapi benar-benar merasuk pada penjiwaannya sebagai seseorang yang idealis sekaligus puitis. Reza mampu berkoar dengan lugas di kalangan "penganut peci putih" dan juga berpuisi dengan jumawanya di atas panggung. Menarik sekali menyaksikan aktor muda berbakat ini mendalami perannya. Terus terang saya ingin melihat lebih banyak lagi penampilan Laura Basuki di masa mendatang. Ia tidak hanya indah di mata tetapi sangat natural membawakan tokoh Delia yang santun dan menghormati pluralisme. Cukup menarik melihat Arumi Bachsin sedikit "keluar" dari peran-peran khas Nayato disini. Aktor-aktris pendukung senior sebagai orangtua Rosid dan Delia semakin memperkuat jalinan cast yang ada. Jangan ragukan Robby, Ira, Henidar, Rasyid yang konsisten dengan emosinya masing-masing.
Pada akhirnya 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta tidak dapat dikatakan sebuah film utuh dengan penyelesaian yang klise dan tipikal melainkan lebih mirip suatu wacana yang mengembalikan pemahamannya pada masing-masing penonton akan makna cinta, keluarga dan pandangan hidup itu sendiri. Open endingnya cenderung diselesaikan dengan informasi tertulis, bukan dengan bahasa gambar. Thumbs up untuk puisi-puisi WS Rendra yang tajam menyentil dan kena pada garis besar topiknya!

Durasi:
105 menit

Overall:
8 out of 10

Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa