XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label kartika putri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kartika putri. Tampilkan semua postingan

Kamis, 13 Desember 2012

PEREMPUAN DI RUMAH ANGKER : Cinta SMU Berbuntut Teror dan Kematian


Quote: 
Erwin: Sopan itu sama orangtua, kalo sama setan itu takut.

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Mitra Pictures dan BIC Productions.

Cast: 
Keith Foo sebagai Erwin
Kartika Putri sebagai Karina
Joe Richard sebagai
Hardi Fadhillah sebagai Bule
Tya Restyana

Director: 
Merupakan film ketiga bagi Findo Purwono HW di tahun 2012 setelah terakhir Hantu Budeg beberapa minggu lalu.

W For Words:
Menilik judul film ini, anda lantas bisa menarik satu kesimpulan: Miskin kreatifitas! Bisa kita telaah kata per kata satu persatu. Perempuan, asumsikan dia hantu alias kuntilanak. Rumah, tempat tinggal yang mungkin menyimpan misteri. Angker, suasana menyeramkan yang mendirikan bulu kuduk. Apakah ketiga pernyataan tersebut sudah cukup membuat anda menerka isi cerita? Ya! Sayangnya penulis skrip Tb Ule Sulaeman yang biasanya “mendukung” Nayato ini terlalu malas untuk menggunakan nalar sehingga yang terjadi adalah tambal sulam ide yang jatuh tak jauh dari pohon kebodohan.

Erwin yang tengah berkencan dengan kekasihnya Karina tiba-tiba ditelpon perempuan misterius yang mengaku teman dekatnya semasa SMU dulu. Hal ini memicu kecemburuan Karina yang segera meminta putus. Erwin yang bingung juga mendapat SMS ancaman bahwa Karina akan dibunuh jika ia tidak datang ke sebuah rumah yang ditunjuk. Sahabat Erwin, Bule juga kerap diganggu oleh pocong dan kuntilanak yang sama. Erwin pun nekad menemui kepala sekolahnya dulu untuk mencari informasi mengenai perempuan yang disinyalir bernama Murni itu. Misteri apa yang tersembunyi di baliknya?

Keith Foo rupanya belum bosan bermain dalam film-film sejenis. Entah apa yang ingin dibuktikannya. Karakter Erwin sejak awal sudah tidak meyakinkan untuk menuai simpati penonton. Pertanyaan yang mengganggu adalah bagaimana ia sempat potong rambut di sela-sela syuting sehingga terdapat perbedaan gaya rambut yang cukup mencolok di bagian pembuka dan penutup film. Casting director nya pun terlampau malas mencari sosok Erwin di masa SMU sehingga Keith diberikan topi yang dipakai terbalik untuk menegaskan ke”remaja”annya. Meh!

Kartika Putri rupanya sibuk belajar gangnam style dengan iringan lagu Iwak Peyek. Tak tanggung-tanggung, ia melakukannya di toilet! Tidak lupa dada yang membusung masih menjadi andalan utamanya hingga tetap memamerkannya di kampus dan rumah sakit sekalipun. Oh well! Interaksi Hardi dengan pocong dan kuntilanak sesungguhnya memiliki esensi humor tersendiri tapi jika dilakukan terlalu frekuentif? Hm. Joe Richard cuma muncul selayang pandang tanpa kesan berarti. Sama halnya dengan tokoh Murni dan Endang yang sibuk bertengkar layaknya dalam sinetron remaja televisi swasta. WTF!

Sutradara Findo yang tampaknya mulai menjelma sebagai andalan baru Mitra Pictures dan BIC Productions ini memilih kecelakaan mobil dengan cara yang paling sederhana, menabrak pohon! Bukan hanya sekali tapi dua kali. Sesungguhnya saya tidak kasihan pada Keith atau Kartika tetapi pada pemeran pocong dan kuntilanak yang terjatuh dari motor akibat boncengan Bule. Semoga mereka tidak cedera dan menemui ajal untuk kedua kalinya. Lho emang bisa? Bisa dong! Arwah perempuan saja bisa main BB, berkomunasi via telepon serta menunggu jodohnya dunia dan akhirat.

Perempuan Di Rumah Angker memang proyek kebutan yang bertujuan mengeruk keuntungan (diharapkan) dalam waktu singkat dengan cara yang mudah. Sayang apresiasi penonton dikorbankan begitu saja dengan serentetan adegan absurd yang membuat bola mata anda berputar 360 derajat. Logika cerita yang berantakan dipaksa menebar twist disana-sini tapi semuanya gagal total dalam menghadirkan unsur kejutan apapun juga. Arwah laki-laki dan perempuan bisa bersama pada akhirnya. Happy ending? Jelas! Horor komedi yang satu ini amat patut mendapatkan standing ovation!


Durasi: 

81 menit

Overall: 
6 out of 10

Movie-meter:

Selasa, 16 Oktober 2012

TALI POCONG PERAWAN 2 : Ritual Pikat Cowok Berbuntut Jerat Pocong


Quotes: 
Janet: Sebenarnya ada cara paling cepet buat kamu memikat cowok.
Tania: Apa?
Janet: Tali pocong perawan.

Nice-to-know: 
Film yang diproduksi oleh Movie Eight dan Unlimited Production ini screeningnya diselenggarakan di fX Platinum XXI pada tanggal 15 Oktober 2012 yang lalu.

Cast: 
Wiwid Gunawan sebagai Tania
Kartika Putri sebagai Grace
Nikita Mirzani sebagai Janet
Framly Nainggolan sebagai Jordy
Bella Esperance sebagai Ibu Tania
Icha Anisa sebagai Nisa

Director: 
Merupakan debut penyutradaraan Volkan Maida.

W For Words: 
Sejarah perfilman Indonesia mencatat bahwa pada tahun 2008 yang lalu ada sebuah horor urban legend yang berhasil mencatat jumlah penonton satu juta orang yaitu Tali Pocong Perawan dari rumah produksi Maxima Pictures. Empat tahun berlalu dan kondisi industri yang semakin sepi membuat para produser ingin mengambil jalan pintas dengan melanjutkan apa yang dulu pernah laris. Movie Eight yang notabene masih bagian dari Maxima secara total memperbarui konsep cerita walau masih dengan benang merah yang sama. Untuk itu ketidakhadiran tiga pemeran utama terdahulu bisa dimaklumi.

Tania adalah gadis introvert. Di rumah, ia harus mengurus ibunya yang sakit-sakitan terbaring di ranjang dengan temperamen tinggi. Di kantor, ia mesti menghadapi rekan-rekan kerja yang kerap menyudutkannya termasuk Grace, asisten Pak Jordy yang diam-diam dicintainya. Tetangganya Janet berupaya membantu Tania dengan memberi ide untuk memakai tali pocong perawan agar membuka auranya. Awalnya memang berhasil dimana hidup Tania berubah tapi keadaan tak bertahan lama terlebih ia kerap dikunjungi pocong Nisa yang menuntut talinya kembali. 

Bono Sutisno memang cukup cerdas menggabungkan berbagai elemen horor ke dalam skripnya. Tokoh Tania yang cenderung psycho karena sering mengamati idolanya diam-diam atau melukai dirinya sendiri sangatlah pantas menjadi sentral cerita. Selebihnya tinggal tambahkan tokoh-tokoh yang tidak menyenangkan seperti Grace ataupun Ibunya sendiri di samping tokoh-tokoh netral seperti sang penolong Janet dan sang pujaan Jordy. Saya menilai 80% film ini justru bergenre drama dimana unsur horor yang ada hanya sebagai pelengkap belaka.

Sutradara Volkan banyak dicurigai sama dengan sutradara prekuelnya yaitu Arie Azis. Jika benar rasanya tidak bijak menggunakan nama samaran untuk sesuatu yang kelasnya tidak jauh berbeda. Sekuensi cerita yang runut, tempo yang tepat dan editing yang lumayan rapi membuat narasi film ini mengalir lancar. Penampakan pocong perawan belia cukup meyakinkan walau suara yang mengisinya terlalu dewasa. Sayangnya transformasi sikap Ibu Tania dari awal ke akhir terasa dipaksakan, belum lagi penjelasan tidak penting yang dibabarkannya demi kebutuhan cerita. 

S
POILER ALERT! Masih banyak logika yang mengganjal dalam film ini. Kematian Grace karena (errr) tusuk rambut? Tali pocong yang bisa dikeluarkan lagi dari mulut Tania? Inkonsistensi sikap Janet yang awalnya menganjurkan tapi berbalik menyangkal? Fungsi Restu Sinaga sebagai teman Framlie? Apa yang membuat Tania berubah sesungguhnya, memakan tali pocong atau rombak penampilan? Apa maksud tanah bergetar di akhir cerita jika tidak berniat mengubur Tania hidup-hidup? Semua itu mungkin terkesan sepele tapi terbukti cukup mengusik intelejensi penonton kritis.

Tali Pocong Perawan 2 memang tak sampai membombardir penonton dengan teror suara” seperti prekuelnya. Namun beberapa penampakan terbukti hadir secara efektif sesuai dengan kapasitas. Kredit khusus bagi Wiwid Gunawan yang mampu memberi “nyawa” dalam peran Tania sekaligus menutupi kekurangan akting aktor-aktris lainnya. Franchise ini memang masih konsisten menawarkan mitos, horor, drama percintaan yang dibalut dengan (guess what) pesan moral yang melatarbelakanginya, sayang endingnya cenderung bermain “aman”. Terlepas dari status layak tonton, saya tidak menginginkan ada seri ketiganya.


Durasi: 
83 menit

Overall: 
7 out of 10

Movie-meter: