Tagline:
Some calls are best left unanswered.
Nice-to-know:
Brittany Murphy sempat dicast sebagai Mary Kee sebelum digantikan Rachelle Lefevre.
Brittany Murphy sempat dicast sebagai Mary Kee sebelum digantikan Rachelle Lefevre.
Cast:
Rachelle Lefevre sebagai Mary Kee
Stephen Moyer sebagai John Guidi
Lorna Raver sebagai Rose Lazar
Ed Quinn sebagai Steven Campbell
Luis Guzmán sebagai George
Rachelle Lefevre sebagai Mary Kee
Stephen Moyer sebagai John Guidi
Lorna Raver sebagai Rose Lazar
Ed Quinn sebagai Steven Campbell
Luis Guzmán sebagai George
Director:
Merupakan feature film kedua bagi Matthew Parkhill setelah Dot the I (2003).
Merupakan feature film kedua bagi Matthew Parkhill setelah Dot the I (2003).
W For Words:
Jika telepon dapat dikategorikan sebagai sebuah teror, anda akan mendapati suguhan thriller atau horor. Contoh dari klan thriller adalah Phone Booth (2002) atau Cellular (2004). Sedangkan dari klan horror, kita punya The Phone (2002) atau One Missed Call (2003) dari Korea dan Jepang. Bagaimana jika Puerto Rico mencoba melakukannya dengan mixed up thriller/horror yang beralaskan misteri? Maka didapatlah judul terbaru produksi kolaborasi Alcove Entertainment, Head Gear Films, Pimienta dan The Salt Company International ini yang terpaksa ‘ditinggalkan’ seorang aktris muda berbakat Hollywood.
Jika telepon dapat dikategorikan sebagai sebuah teror, anda akan mendapati suguhan thriller atau horor. Contoh dari klan thriller adalah Phone Booth (2002) atau Cellular (2004). Sedangkan dari klan horror, kita punya The Phone (2002) atau One Missed Call (2003) dari Korea dan Jepang. Bagaimana jika Puerto Rico mencoba melakukannya dengan mixed up thriller/horror yang beralaskan misteri? Maka didapatlah judul terbaru produksi kolaborasi Alcove Entertainment, Head Gear Films, Pimienta dan The Salt Company International ini yang terpaksa ‘ditinggalkan’ seorang aktris muda berbakat Hollywood.
Mary Kee baru saja bercerai dengan Steven Campbell meski sang suami masih kerap menyambanginya tanpa alasan. Pada suatu ketika, Mary mulai menerima telepon-telepon aneh dari wanita misterius yang mengaku bernama Rose Lazar. Ternyata Rose berasal dari masa lalu hingga tega meneror Mary yang dianggap mengabaikannya. Hubungan Mary yang baru dengan seorang guru bernama John Guido pun berantakan. Susah payah Mary berupaya memutuskan hubungan dengan Rose tetapi apa yang sedari awal ditakutkan terjadi juga. Siapa sesungguhnya Rose?
Premis yang dimiliki Sergio Casci ini sesungguhnya menjanjikan. Sekelumit latar belakang yang minim di bagian pembuka seakan disengaja untuk memancing rasa penasaran penonton. Memang berhasil di awal tapi mulai mengganggu begitu memasuki pertengahan hingga akhir. Apa sebab? Petunjuk yang demikian sedikit terasa tak sebanding dengan durasi yang begitu panjang. Intensitasnya pun cenderung turun naik. Anda dipaksa untuk duduk manis menunggu telepon berdering di sepanjang film sambil berujar, "What's next?"
Sutradara Parkhill banyak memanfaatkan pencahayaan minimalis untuk mempertegas teror klastrofobik yang terjadi di dalam rumah. Ya sebagian besar di antaranya bahkan terjadi di malam hari. Tempo film yang cukup lambat berusaha disiasati dengan elemen-elemen klise nan mengejutkan seperti derit pintu, ketokan dinding, suara erangan dll. Kemunculan berbagai karakter pendamping memang menarik sebagai pengalih, hanya saja tidak ditunjang oleh karakteristik memadai yang tujuannya tentu saja memperkaya konflik.
Jangan salahkan Rachelle Lefevre yang sedang mencoba keluar dari bayang-bayang Twilight saga. Sebagai frontliner Mary Kee di sini, ia cukup
solid menokohkan sejak menit pertama. Sikap tak berdaya menghadapi mantan suami
penyiksa, keraguan mempercayakan hatinya lagi hingga rasa parno mendengar
dering telepon dilakoninya dengan meyakinkan. Stephen Moyer yang kebagian peran
John juga tidak mengecewakan. Lorna Raver yang sepanjang film hanya terdengar
suaranya saja berhasil menuntaskan tugas dengan baik. They all should be appreciated eventhough relatively unknown.
The Caller seperti sudah disebutkan di atas merupakan film menarik berkelas medioker yang berangsur-angsur kehilangan daya tariknya seiring durasi bergulir. Suspensi yang disiapkan jadi tak ada artinya karena penonton kadung merasa bosan. Begitu banyak plot holes disana-sini tanpa adanya penjelasan logis antara dunia paralel masa silam dan masa kini kian memperburuk pemahaman twist yang sesungguhnya telah tersimpan rapat selama lebih kurang 53 menit. In the end, we will questioning like "is it worth staying on the line?" Well, i think you already knew the answer.
Durasi:
92 menit
92 menit
Overall:
6.5 out of 10
6.5 out of 10
Movie-meter:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar