XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label neil patrick harris. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label neil patrick harris. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 03 Agustus 2013

THE SMURFS 2 : Might Better Stay In Comic Book Format


Quote:
Papa: It doesn't matter where you came from. What matters is who you choose to be..

Nice-to-know:
Sofía Vergara
sempat memerankan cameo Odile Anjelou dari episode sebelumnya tapi adegan tersebut akhirnya dihapus.  

Cast:
Hank Azaria
sebagai Gargamel
Neil Patrick Harris sebagai Patrick
Brendan Gleeson sebagai Victor
Jayma Mays sebagai Grace
Jacob Tremblay sebagai Blue
Katy Perry sebagai Smurfette
Christina Ricci sebagai Vexy
Jonathan Winters sebagai Papa Smurf
J.B. Smoove sebagai Hackus
George Lopez sebagai Grouchy Smurf
Anton Yelchin sebagai Clumsy Smurf
John Oliver sebagai Vanity Smurf
Frank Welker sebagai Azrael

Director:
Merupakan f
ilm kesembilan bagi Raja Gosnell yang mengawali karir penyutradaraannya sejak Home Alone 3 (1997).

W For Words:
Ada kekhawatiran tersendiri saat mengetahui bahwa The Smurfs pada tahun 2011 yang lalu akan diangkat ke layar lebar. Bukan apa-apa. Salah satu buku komik terfavorit sepanjang masa itu tidak pernah saya lewatkan barang satu edisi pun karena kisahnya yang ringan, lucu, menghibur dan kaya karakteristik itu. Nyatanya film tersebut cukup memenuhi standar saya meski belum sesuai ekspektasi. Hasil box-office di kisaran 140 juta dollar di Amerika Serikat saja tampaknya jadi alasan kuat bagi produser dalam merencanakan sekuelnya dua tahun kemudian. Here it is!

Penyihir jahat Gargamel menciptakan sepasang makhluk mini serupa smurf yang bernama Vexy dan Hackus untuk memenuhi ambisinya mengisi ramuan tongkat saktinya. Nyatanya tidak berhasil dan tetap membutuhkan sari smurf yang asli. Maka diculiklah Smurfette yang kebetulan sedang kesepian karena mengira tak satu smurf pun mengingat ulang tahunnya. Papa Smurf dan kawan-kawan sekali lagi bertualang ke Paris demi membebaskannya. Patrick dan Grace yang sudah dikaruniai seorang putra sepakat membantu walau terganggu dengan kedatangan ayah tiri Patrick, Victor yang eksentrik.
Skrip yang masih ditulis oleh J. David Stem, David N. Weiss, Jay Scherick kali ini turut menggandeng David Ronn dan Karey Kirkpatrick berdasarkan karakter rekaan Peyo memberikan ‘bentuk’ petualangan lain kepada Papa Smurf dan Patrick lewat konsep parenthood dalam mewakili dunianya masing-masing selain krisis identitas yang menimpa Smurfette. Saya menghargai maksud baik ini tetapi sayangnya dalam eksekusi tidak cukup banyak waktu tersisa untuk melakukan eksplorasi menyeluruh. Alhasil jatuhnya menjadi tanggung dan hanya menyisakan berbagai slapstick untuk menjaga minat penonton.

Sutradara Gosnell masih memaksimalkan setting Paris termasuk katedral Notre Dame atau menara Eiffel dalam bercerita terutama di malam hari dimana warna biru smurf begitu kontras. Efek 3D nya tidak lebih baik dari prekuelnya karena cuma sedikit ‘kedalaman’ yang mampu memanjakan mata. Modernisasi coba dilakukan melalui tablet PC yang menggantikan buku sihir tua dengan exposure lebih besar melalui popularitas Gargamel di kota mode tersebut. Selebihnya masih mengandalkan slapstick (mostly adult) khas ketidaktahuan para smurf akan dunia manusia yang sebagian di antaranya malah membuat anda mengernyitkan kening.
Beban berat diemban NPH dimana tokoh Patrick mengalami perubahan karakter dengan tingkat kedewasaan yang cukup signifikan dari seri pertama. Sayangnya ia tidak melakukannya dengan baik. Berbagai aktor/aktris yang terlibat juga gagal memaksimalkan penjiwaan mereka termasuk Ricci dalam menyuarakan Vexy atau Gleeson sebagai Victor. Azaria pun masih terlalu satu dimensi sebagai Gargamel yang menyebalkan itu. Yang masih mencuri perhatian mungkin Azrael dan smurf narator yang disulihkan oleh Tom Kane sebagai pembuka dan penutup film itu.

The Smurfs sejak dahulu adalah dongeng quirky yang rajin melontarkan humor pengundang senyum sambil menyelipkan pesan moral bagi generasi muda, anak-anak pada khususnya. Seri kedua ini tak kehilangan akarnya tentang bagaimana menerima diri sendiri apa adanya, memilih jalan hidup yang diyakini terlepas dari latar belakang yang membentuknya. Satu smurf, satu karakter. You can also choose what you want to be. I wish there was a better presentation rather than weak storytelling that somehow undeniably still sells all over the world. Well, my opinion hasn’t changed yet that some comic books might better stay on its format.

Durasi:
105 menit

U.S. Box Office:
$
32,646,189 till Aug 2013

Overall:
7 out of 10

Movie-meter:

Sabtu, 08 Oktober 2011

THE SMURFS : Petualangan “Nyata” Makhluk Biru Mini

Quotes:
Grouchy: Where the Smurf are we?
Gutsy: Up the smurfin' creek without a paddle, that's where!


Storyline:
Ketenteraman dunia para smurf mendadak terganggu saat si penyihir jahat Gargamel bersama kucingnya Azrael kembali menyerang desa. Papa Smurf, Smurfette, Gutsy, Clumsy, Brainy, Grouchy tanpa sengaja tersedot pusaran bulan biru yang membawa mereka ke New York City! Di sana mereka bertemu pasangan suami istri Patrick dan Grace Winslow yang menyenangkan. Para smurf tersebut harus mencari cara untuk kembali ke dunianya sambil menghindari Gargamel yang memiliki rencana buruk dengan kekuatan yang lebih besar lagi.

Nice-to-know:
Gutsy Smurf, Crazy Smurf dan Narrator Smurf adalah anggota baru setelah pengarang cerita ini Pierre “Peyo” Culliford meninggal di tahun 1992.

Cast:
Pernah 3x memenangkan Piala Emmy dari serial kartun terlama The Simpsons, Hank Azaria bermain sebagai Gargamel
Angkat nama sebagai dokter muda dalam serial televisi Doggie Howser, M.D. yaitu Neil Patrick Harris yang kali ini kebagian tokoh Patrick Winslow
Jayma Mays sebagai Grace Winslow
Sofía Vergara sebagai Odile

Voice:
Jonathan Winters sebagai Papa
Alan Cumming sebagai Gutsy
Katy Perry sebagai Smurfette
Fred Armisen sebagai Brainy
George Lopez sebagai Grouchy
Anton Yelchin sebagai Clumsy

Director:
Film ke-8 bagi Raja Gosnell setelah terakhir Beverly Hills Chihuahua (2008).

Comment:
Fakta pertama yang ingin saya sampaikan bahwa saya tumbuh bersama komik Smurfs di tahun 1990an, sebagian pinjam dan sebagian lagi mengkoleksi. Karakter-karakternya begitu melekat dengan segala nama yang mengacu pada keistimewaan masing-masing, membuat saya kecil pada waktu itu percaya bahwa manusia pun demikian adanya. Sayangnya selepas meninggalnya sang creator Peyo, komik tersebut dihentikan.
Beranjak dewasa mendengar Jordan Kerner akan mengerjakan proyek layar lebarnya yang menggabungkan animasi dengan live action selayaknya Alvin & The Chipmunks, rasa excited itu timbul meskipun sempat dihantam keraguan karena rating dan review buruk yang langsung mengalir begitu filmnya dirilis. J. David Stem dan David N. Weiss ditunjuk mengerjakan ceritanya serta dibantu oleh Jay Scherick dan David Ronn dalam penulisan skenarionya. Ide bulan biru itu menurut saya orisinil karena mampu menjadi penghubung dunia manusia dengan dunia smurf itu sendiri.

Seperti diduga sebelumnya, cukup sulit menggabungkan konsep animasi dengan live action secara seimbang. Namun sutradara Gosnell berhasil melakukannya dengan baik, terbukti penempatan para smurfs tersebut di dunia nyata tanpa kesan dipaksakan. Tokoh-tokoh manusianya pun tidak hanya bertindak sebagai pelengkap saja tetapi mampu melebur ke dalam bangunan cerita seiring bergulirnya konflik. Aspek 3D yang dibebatkannya mampu berbicara banyak bahkan hingga credit title bergulir!
Azaria hampir tidak dikenali sebagai Gargamel dengan dandanan dan penampilan freak nya. Sesaat saya melupakan bahwa nama Neil Patrick Harris sudah tenggelam karena tokoh Patrick di tangannya cukup hidup. Mays pun sama menyenangkannya sebagai calon ibu yang berhati lembut. Dari jajaran pengisi suara, Katy Perry memulai debutnya dengan baik sedangkan Cumming, Yelchin, Winters samasekali tidak mengecewakan.

Eksploitasi terhadap para smurf tersebut memang dipersempit untuk memfokuskan diri pada karakter-karakter kunci tetapi gaya bahasa “smurf” sebagai pengganti kata-kata masih dipertahankan, beberapa kali hal tersebut mampu memancing tawa lepas. Kemunculan smurf narator di penghujung cerita menjadi highlight sendiri karena sukses mencuri perhatian. Lagu kebangsaan smurf yang mewarnai berbagai scene bisa jadi melekat dalam ingatan hingga tanpa sadar bisa membuat anda bersiul sendiri.
Memang The Smurfs sepertinya hanya diperuntukkan bagi mereka yang menggemari karakter makhluk biru berukuran mini tersebut. Untuk kalangan umum bisa jadi sulit tergerak untuk menikmati akibat tidak adanya koneksi yang kuat. Manusia dan para smurf ini memang tidak berniat menggurui tetapi pelajaran tentang bagaimana menyikapi hidup, menghargai orang sekaligus diri kita sendiri adalah kewajiban yang hakiki. Maka smurf-lah mata, telinga dan hati anda untuk yang satu itu sebelum orang lain yang men-smurf-nya untuk anda!

Durasi:
103 menit

U.S. Box Office:
$138,809,045 till Oct 2011

Overall:
8 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Jumat, 10 Juni 2011

BEASTLY : Kutukan Buruk Rupa Pengharapan Cinta

Quotes:
Kyle: Pretty gruesome, huh?
Lindy: I've seen worse.

Storyline:
Kyle mungkin memiliki segala yang diimpikan remaja pria di dunia mulai dari ayah terkenal, rumah mewah, harta berlimpah, wajah rupawan, tubuh atletis dsb. Hal tersebut menjadikannya tinggi hati dan selalu memandang rendah orang-orang yang buruk rupa terutama Kendra yang sebetulnya seorang penyihir. Meski demikian siswa-siswi SMU mengidolakannya dan memilihnya menjadi Ketua Perkumpulan. Kendra yang sakit hati diam-diam memanterai Kyle sehingga berubah rupa menjadi teramat buruk. Syarat untuk kembali adalah kata-kata “aku mencintaimu” yang tulus dari seorang gadis dalam waktu satu tahun atau ia akan tetap begitu. Harapan pun ada pada Lindy, gadis manis pendiam yang bertekad hidup mandiri.

Nice-to-know:
Sempat dipertimbangkan nama Zac Efron untuk mengisi peran Kyle disini.

Cast:
Karir aktornya diawali lewat Alex Rider: Operation Stormbreaker di usia 16 tahun, Alex Pettyfer kini bermain sebagai Kyle
Lebih banyak terlibat dalam serial televisi remaja termasuk terakhir Robot Chicken (2009), Vanessa Hudgens sebagai Lindy
Mary-Kate Olsen sebagai Kendra
Neil Patrick Harris sebagai Will
Lisa Gay Hamilton sebagai Zola
Peter Krause sebagai Rob

Director:
Merupakan film kedua bagi Daniel Barnz sejauh ini setelah Phoebe In Wonderland (2008).

Comment:
Saya tidak pernah membaca novel berjudul sama karangan Alex Flinn ini. Namun sudah mendengar kabar bahwa inti ceritanya merupakan versi bebas dari Beauty and the Beast yang fenomenal di awal 90an lalu. Atas dasar itulah, saya memutuskan untuk menyaksikannya untuk melihat sejauh mana transformasi sebuah kisah klasik ke jaman modern dapat dilakukan. Apalagi melihat nama-nama pemeran utamanya yang eye-candy itu.
Nyatanya Barnz terlalu asyik dengan dunianya sendiri dalam menerjemahkan skripnya. Dunia remaja yang mungkin hanya pernah dilihatnya saja sewaktu masa sekolahnya dulu tanpa pernah mengalaminya langsung. Itulah sebabnya karakter-karakter disini terasa dangkal tanpa kompleksitas yang dibutuhkan untuk membangun konflik secara lebih emosional. Bagaimana perasaan ketertarikan, kebencian, kesepian, terbuang dst disuguhkan begitu saja dengan datar.
Pettyfer hanya mampu memesona dengan mata biru, rambut pirang dan perut 6 packs nya tetapi transisi penjiwaannya dari Kyle rupawan menjadi Kyle buruk rupa tidak terlalu signifikan. Hanya saja kinerja tim make-up bolehlah mendapat apresiasi dalam menghadirkan sosok botak berwajah penuh luka dan tato aneh di sekujur tubuhnya yang jika boleh jujur sebetulnya lebih bernuansa futuristik dibandingkan ugly.
Hudgens seakan kehilangan charm yang ia tampilkan dalam HSM. Yang membuat penonton jatuh hati pada karakter Lindy mungkin hanya pesona mata dan senyum manisnya saja. Selebihnya tidak terlalu kuat alasan seorang gadis rajin sepertinya bisa “berubah sikap” pada Kyle dengan mudahnya. Satu-satunya yang outstanding disini cuma Harris yang sarkastis sekaligus jenaka sebagai tutor yang buta tetapi selalu menjaga sikapnya itu.
Sebagai sutradara, Barnz terlihat kesulitan mengatur sekuens adegan demi adegannya hingga akhirnya terburu-buru menuju klimaks yang terlampau mudah dan memaksa penonton menerima begitu saja. Dialognya pun sulit terkontrol kontennya sehingga terdengar klise dengan didominasi rayuan gombal yang membuat anda tersenyum (atau mengerutkan kening?). Kelebihannya jelas ada di scoring music yang berhasil membangun mood film secara keseluruhan sehingga enak diikuti.
Drama ini mungkin hanya berhasil pada penonton muda usia pada umumnya dan kalangan perempuan pada khususnya dengan alur mendayu-dayu tanpa keterikatan emosi yang kuat terhadap penonton. Bagi saya hanya mendapat ponten cukup, tidak spesial tapi juga tidak sampai lebur. Beastly (sekali lagi) berusaha mengajarkan manusia untuk melihat kedalaman jiwa seseorang dibandingkan kedangkalan penampilan luarnya saja. Siapa yang tahu jika pada akhirnya orang yang paling tidak diharapkan justru dialah yang dapat anda andalkan.

Durasi:
85 menit

U.S. Box Office:
$27,854,896 till May 2011

Overall:
7 out of 10

Movie-meter: