XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label fauzi baadila. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label fauzi baadila. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Maret 2011

LOST IN PAPUA : Terdampar Menelusuri Kenangan Tak Hidup

Storyline:
Masih dibayang-bayangi Rangga tunangannya yang hilang 3 tahun lalu di kawasan RKT 2000, Nadia malah ditugaskan bosnya Pak Wijaya untuk pergi ke Papua untuk mencari lokasi tambang yang baru. Dengan berat hati disertai wejangan eyangnya, Nadia akhirnya berangkat. Di luar dugaan David, putra Pak Wijaya yang playboy itu membuntutinya hingga disana. Nadia tidak sendiri karena ditemani Ebi, Merry dkk untuk mengunjungi Suku Korowai di Buven Digu. Semakin jauh melangkah, mereka tidak menyadari bahwa ada sekelompok suku primitif yang semua anggotanya perempuan mengintai mereka. Benarkah Rangga masih hidup? Bagaimana Nadia dapat terus menyimpan harapannya sekaligus keluar dengan selamat dari sana?

Nice to know:
Diproduksi oleh Nayakom Mediatama dan Merauke Enterprice, gala premierenya dilangsungkan pada tanggal 8 Maret 2011 di Epicentrum XXI.

Cast:
Fanny Fabriana sebagai Nadia
Fauzi Baadilla sebagai David
Piet Pagau sebagai Eyang Joko
Didi Petet sebagai Pak Wijaya
Edo Borne sebagai Rangga
Petrus Taro Gerze sebagai Ebi

Director:
Irham Acho Bachtiar pernah menggarap Melodi Kota Rusa sebelumnya yang beredar secara terbatas di kalangan masyarakat Papua.

Comment:
Jika anda mencermati poster ini dengan seksama, niscaya akan mengetahui kemana arah yang dituju. Penulisan tagline dalam huruf besar “Unik, Romantis, Penuh Misteri & Mencekam rasanya sudah menjelaskan semua genre yang diusungnya. Dua pertiga film ini banyak diisi oleh misi budaya yang memperkenalkan aktifitas masyarakat Papua sambil sesekali dibubuhi oleh unsur roman dan komedi. Sedangkan sisanya baru mengetengahkan konsep slasher yang diyakini mampu meningkatkan tensi.
Namun apakah penonton akan cukup sabar mengikuti jalinan cerita skrip yang ditulis oleh Ace Arca dan Augit Prima tersebut? Bagi yang tidak terlalu berharap banyak sedari awal mungkin masih dapat menikmatinya sebagai sebuah hiburan belaka meskipun sedikit bertanya-tanya apa misi yang sesungguhnya diemban film ini?
Sutradara Irham terkesan berusaha menghadirkan sinematografi khas tahun 80an dengan teknik close up dan cutting scene yang dominan terutama di bagian awal film. Sayangnya proses editing masih terlihat kurang mulus antar perpindahan adegannya. Jika harus mencari kambing hitam, mungkin disebabkan pemotongan beberapa bagian oleh LSF yang dirasa terlalu mengganggu. Kekurangan lain adalah alam Papua yang seharusnya mendapat perhatian lebih dengan keasrian dan keindahannya malah terlihat seperti setting hutan biasa saja.
Sebagai nyawa film ini, Fanny bermain cukup apik. Pengekspresian suasana hatinya tergambar jelas di sepanjang adegan yang melibatkan dirinya. Interaksinya dengan Fauzi yang tampil ngocol berhasil mengundang “reaksi” penonton walau tak jarang terasa berlebihan. Aktor-aktris asli Papua yang terlibat disini bermain natural terlepas dari minimnya pengalaman mereka dalam sebuah produksi film layar lebar.
Secara keseluruhan, Lost In Papua rasanya tidak buruk dalam memenuhi standarisasi tontonan lokal di masa seperti ini. Hanya saja proses “mixing ideas” tidak diperhitungkan secara matang sehingga mengaburkan identitas film. Tak jarang berbagai konflik yang dikembangkan selama durasinya tidak berujung dengan sempurna. Hati-hati dengan isu seksual yang radikal dan eksplisit yang diketengahkan disini walau tidak memiliki dasar yang kuat, belum lagi suguhan kesadisan yang ternyata masih kurang meyakinkan. Sangat disayangkan mengingat plot ceritanya memiliki potensi yang cukup besar, andaikata tidak dicampuri terlalu banyak pihak dalam pengeksekusiannya.

Durasi:
105 menit

Overall:
7 out of 10

Movie-meter:

Senin, 01 Desember 2008

TAKUT / FACES OF FEAR : Antologi Horor Lokal Dengan Berbagai Rasa

And the SIX stories are..
SHOW UNIT (17min) by Rako Prijanto
Seorang pria (Lukman Sardi) yang tanpa sengaja membunuh anak perempuan kekasihnya (Marcella Zalianty). Berusaha menyembunyikan kenyataan, ia malah membunuh ayah anak tersebut (Donny Alamsyah). Masalah mulai muncul saat mayat anak itu hilang tanpa jejak.
Thrill-meter: 3 out of 5
Rako yang biasanya menangani film drama kali ini sedikit bereksperimen dalam konsep thriller bernuansa hitam putih yang dominan. Hasilnya tidak mengecewakan sebagai sebuah opening. Lukman tampil beda di film ini.

TITISAN NAYA (15min) by Riri Riza
Seorang gadis (Dinna Olivia) yang tidak mempercayai hal-hal mistis dan memilih menggoda sepupunya (Junior Lim) pada saat upacara adat pemandian keris di rumah kerabatnya sampai akhirnya ia mengalami delusi yang tidak pernah terbayangkan.
Thrill-meter: 3 out of 5
Riri yang lebih dikenal dengan film anak boleh diacungi jempol dalam usahanya memberikan sentuhan mistik dengan pencahayaan suram. Cukup menarik jika dikembangkan menjadi film panjang terutama dengan mempertahankan Dinna sebagai aktris utamanya.

PEEPER (10min) by Ray Nayoan
Seorang lelaki yang memiliki hobi mengintip (Epy) bertemu dengan penari opera (Wiwied Gunawan) yang memiliki rahasia kecantikan awet mudanya.
Thrill-meter: 2.5 out of 5
Ray menyuguhkan sesuatu yang beda disini. Thriller yang bersifat tradisional dan lebih kepada hukuman terhadap tabiat buruk seseorang. Menarik melihat Wiwied menari dan "bertopeng" disini dengan Epy sebagai lelaki mesum yang terlihat polos.

THE LIST (10min) by Robby Ertanto
Seorang wanita (Shanty) yang terobsesi mengerjai mantan pacarnya (Fauzi Baadila) lewat media dukun santet.
Thrill-meter: 2 out of 5
Meski section ini paling tidak menyeramkan, kredit boleh diberikan pada Robby yang juga bermain dengan sentuhan komedi. Shanty dan Fauzi tidak kalah memikat sebagai sepasang mantan kekasih yang saling membenci.

THE RESCUE (11min) by Raditya Sidharta
Penyelamatan seorang gadis cilik (Eva Celia) oleh tim gegana (Reuben & Shogi) saat penduduk kota menjadi zombie akibat wabah virus yang mematikan.
Thrill-meter: 2.5 out of 5
Rasanya Raditya ingin menampilkan sosok zombie versi Indonesia, tidak buruk tapi masih kurang orisinil. Ceritanya klise dan masih mengikuti pakem film sejenis buatan Hollywood.

DARA (22min) by Mo Brothers
Seorang chef wanita handal yang cantik (Shareefa Danish) dan digilai banyak pria termasuk (Mike Muliadro) menyimpan rahasia kelam seorang psikopat pembunuh nan sadis.
Thrill-meter: 4 out of 5
Bagian penutup yang manis sekaligus mengerikan, aplaus patut diberikan pada Shareefa yang mampu bermain "dingin" dengan sorot mata dan mimik mukanya. Mo Brothers rupanya mempunyai bakat membuat film gore dengan subsidi kantung darah yang konon banyak digunakan dalam film ini. Boleh ditunggu karya mereka selanjutnya.

Komentar:
TAKUT boleh dibilang cukup berhasil memadukan film horor kontemporer yang diberi sentuhan art dan ethnic. Semua ceritanya memang tidak berhubungan tapi memberikan citarasa yang berbeda-beda. Well done! Pembuatan film ini memang masih mendapat bantuan dan sentuhan sineas-sineas luar yang sudah berpengalaman mengerjakan thriller horror berkualitas tapi diharapkan hanya untuk sebuah awal. Untuk berikutnya, diharapkan bisa memacu kreatifitas filmmaker kita dalam menghasilkan karya yang semakin baik lagi terutama di genre yang sangat populer beberapa tahun terakhir ini.

Overall:
8 out of 10

Penilaian:
Karya seni tidak boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!