XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label elizabeth olsen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label elizabeth olsen. Tampilkan semua postingan

Minggu, 09 September 2012

RED LIGHTS : Believers Versus Non-Believers Prejudice

Quotes:
Margaret Matheson: There are two kinds of people out there with a special gift. The ones who really think they have some kind of power. And the other guys, who think we can't figure them out. They're both wrong.


Nice-to-know:
Pada lab video dimana Buckley bekerja terdapat poster "I Want To Believe" dari The X-Files tetapi quote nya diubah menjadi "I Want To Understand".

Cast:
Robert De Niro sebagai Simon Silver
Cillian Murphy sebagai Tom Buckley
Sigourney Weaver sebagai Margaret Matheson
Elizabeth Olsen sebagai Sally Owen
Toby Jones sebagai Paul Shackleton
Joely Richardson sebagai Monica Handsen

Director:
Merupakan feature film ketiga bagi Rodrigo Cortés setelah Buried (2010).

W For Words:
Gejala paranormal disini tidak melulu berarti ada hubungannya dengan hantu melainkan kemampuan cenayang seseorang yang dapat digunakan untuk memanipulasi pikiran atau kenyataan. Premis yang tidak biasa ini lahir dari buah pemikiran seorang Rodrigo Cortes. Namun ia bersama Adrian Guerra yang juga bertindak sebagai produser tampaknya tidak yakin film ini dapat dinikmati oleh orang banyak sehingga rilisnya terbatas. Padahal menilik jajaran castnya samasekali tidak mengecewakan dimana kombinasi senior dan junior lagi-lagi dilibatkan disini.
 
Psikolog Margaret Matheson dan asistennya yang turut mempelajari aktifitas paranormal, Tom Buckley seringkali mengungkap tabir rahasia para psychic lewat penjelasan-penjelasan rasional. Mendapat sokongan dana dari Dr. Shackleton untuk menunjang kegiatan operasional, mereka juga mengajar di kampus sebagai gantinya. Tatkala psychic kelas dunia yang sudah 30 tahun menghilang, Simon Silver tiba-tiba muncul kembali, rasa penasaran Tom menjadi tumbuh walaupun tantangan tersebut ditentang oleh Margaret yang masih menyimpan trauma di masa lampau.

Saya tidak pernah meragukan talenta seorang Cillian Murphy. Sejak awal tokoh Tom dibawakan secara misterius. Pergeseran dari second menjadi first act selama film bergulir semakin memberikan ruang padanya untuk bereksplorasi lebih. Meski kemunculannya tidak sampai akhir, Sigourney Weaver tetap memikat untuk disaksikan. Tokoh Margaret yang sebetulnya logis kerap menemui jalan buntu kala dihadang keraguan demi keraguan. Sedangkan Robert De Niro tidak mengecewakan terlepas dari peran “watak” tipikal pada tokoh Silver yang penuh muslihat. Selain itu masih ada Elizabeth Olsen yang semakin menancapkan namanya dan juga Toby Jones yang menunjukkan senioritasnya.
 
Ide milik Cortes ini bagi penonton yang agamais mungkin akan menganggapnya atheis, radikal dan skeptis. Namun bagi saya teori Occam’s Razor yang mendasari semua itu dimana prinsip utamanya adalah penjelasan yang lebih sederhana dari segala sesuatu yang dianggap rumit. Pertentangan ilmuwan melawan cenayang merupakan pertarungan analytical minds yang menarik. Imbasnya tentu saja mempengaruhi orang-orang awam yang menjadi saksi, bagaimana mereka mempercayai semua teori sekaligus menjaga harapan positif dari kemalangan sekalipun.

Red Lights tersaji dalam tempo yang tepat, semakin gelap dan menyeramkan menjelang epilog yang ternyata menyimpan twist tersendiri. Tidak usah mencoba memahami seratus persen maksud filmmakers disini, cukup pahami garis besar dari hubungan antara Tom-Margareth-Simon saja. Penampilan gemilang para pendukung film ini setidaknya menjaga rasa penasaran anda dalam menyatukan kepingan puzzle misteri yang tersebar. What you have to believe that anything’s possible. It’s not wrong either to accept the fact that possession might lead to certain mental powers especially if you had ever experienced it yourself.

Durasi:
113 menit

Worldwide Box Office:
$8,513,616 till August 2012

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Rabu, 18 Juli 2012

SILENT HOUSE : Dark Ride One Woman Show

Tagline:
Experience 88 minutes of real fear captured in real time.

Nice-to-know:
Keseluruhan film seakan disyut secara kontinuitas tanpa terputus. Sesungguhnya dilakukan setidaknya 10 menit per segmen sebelum diedit secara halus untuk menyamarkannya.

Cast:
Elizabeth Olsen sebagai Sarah
Adam Trese sebagai John
Eric Sheffer Stevens sebagai Peter
Julia Taylor Ross sebagai Sophia
Adam Barnett sebagai Stalking Man
Haley Murphy sebagai Little Girl

Director:
Dalam menggarap film ketiganya ini, Chris Kentis menggandeng sang istri, Laura Lau yang memulai debutnya.

W For Words:
Sebagian besar dari anda mungkin tidak pernah mendengar film Uruguay yang diinspirasi dari kejadian nyata berjudul La Casa Muda di tahun 2010 karya sutradara Gustavo Hernandez. Jangan khawatir karena Chris Kentis yang terkenal lewat Open Water (2003) memutuskan untuk meremakenya dengan mengandalkan gadis berusia 23 tahun, Elizabeth Olsen yang lebih populer sebagai saudari termuda Olsen twins yaitu Mary Kate dan Ashley. Yet, she already proved that her last role in Martha Marcy May Marlene (2011) was no luck.

Sarah bersama ayahnya John dan pamannya Peter sepakat membereskan rumah peristirahatan keluarga yang rencananya akan dijual dengan tampilan yang lebih menarik. Listrik yang mati membuat mereka harus mengandalkan lampu portable untuk menjelajahi setiap ruangan. Sarah mulai mencurigai adanya penyusup misterius yang berujung pada kondisi dimana ayahnya tidak sadarkan diri di lantai atas. Sayangnya Peter tidak begitu saja percaya tanpa berinisiatif mencari bantuan dari luar rumah yang terisolasi itu sehingga Sarah harus berjuang sendiri mengungkap misteri yang terjadi di tempat itu.

Penghargaan pantas dilayangkan bagi Olsen yang mampu menjaga kualita aktingnya di sepanjang film yang amat dominan. Yes, it’s a one-woman-show! Ekspresi ketakutan sekaligus kebingungan Sarah diimbanginya dengan sisi emosional yang stabil mengikuti pergeseran konflik. Ia tidak mengumbar pekikan histeris yang mengganggu telinga tapi disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Anda tidak akan bosan menyaksikannya hilir mudik mengatasi klastrofobia mencekam, melainkan penasaran yang berujung pada simpati akan nasib tokoh yang dimainkannya itu. Trese dan Sheffer Stevens memang tak banyak mendapat kesempatan screen time tetapi sudah cukup memenuhi standar yang diinginkan.

Sutradara Kentis dan istrinya Lau secara cerdas memanfaatkan ruang sempit dan pencahayaan terbatas untuk menipu teknis kamera yang seakan berjalan linier dari menit ke menit tanpa terputus. Penggunaan berbagai sudut pandang, mostly from Sarah’s POV, membuat penonton seakan diajak menelusuri setiap sudut rumah tersebut. Kejutan demi kejutan disiapkan sehingga anda dibiarkan terus menerka-nerka gambar keseluruhan apa yang sesungguhnya ingin disampaikan oleh filmmakers. Momen terbaik jelas saat Sarah berada dalam kegelapan pekat dan hanya mengandalkan kamera Polaroid untuk melihat apa yang ada di hadapannya. Creepy!

Silent House adalah sebuah film dimana semakin sedikit petunjuk maka semakin mungkin anda menikmatinya. Sebuah presentasi yang dilakukan tanpa mengekspos aksi kekerasan ataupun momok ketakutan yang biasa disuguhkan film horor thriller found-footage. Namun lebih pada kegelapan yang mengerikan sehingga nalar anda dibiarkan bermain liar tanpa batas. Overall, the theme reminds me of our own, Joko Anwar’s Modus Anomali with similar one main character is seeking for an answer. Well, the conclusion itself might be as confusing as Kentis-Lau wanted to end but surely this is type of movie that either you love it or hate it.

Durasi:
86 menit

U.S. Box Office:
$12,555,230 till April 2012

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:






Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent