XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label viva westi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label viva westi. Tampilkan semua postingan

Senin, 17 September 2012

RAYYA, CAHAYA DI ATAS CAHAYA : Sinergi Dua Kalbu Terhempas Cinta


Quotes: 
Rayya: Rayya itu gelap, kegelapan butuh ngomong pada bintang-bintang bercahaya di atas langit, bukan ngomong pada sesama kegelapan.

Nice-to-know: 
Film yang diproduksi oleh Pic[k]lock Production dan Menara Alisya Multimedia ini gala premierenya akan diselenggarakan di Hollywood XXI pada tanggal 17 September 2012.

Cast: 
Titi Sjuman sebagai Rayya
Tio Pakusadewo sebagai Arya
Alex Abbad sebagai Kemal
Christine Hakim sebagai Bude
Lila Azizah sebagai Dea
Arie Dagienk
Verdi Solaiman
Masayu Anastasia
Fanny Fabriana
Vedie Bellamy
Bobby Rachman

Director: 
Merupakan film kelima bagi Viva Westi setelah terakhir kurang berhasil dalam Pocong Keliling (2010).

W For Words: 
Salah satu film yg paling saya tunggu akhir tahun 2011 lalu ini ternyata mengalami penundaan rilis hingga 10 bulan, bahkan mengalami pergantian judul menjadi Rayya saja dimana judul semula menjadi subjudul. Tak mengapa jika pada akhirnya tetap dapat dinikmati dan tentunya diapresiasi oleh para penikmat film lokal. Rasa optimis itu muncul kala melihat keterlibatan nama-nama besar di dalamnya, sebut saja Titi Sjuman, Tio Pakusadewo di jajaran cast serta sutradara Viva Westi yang juga menulis skripnya langsung bersama Emha Ainun Nadjib. 

Selebritis Rayya tengah mengerjakan proyek pembuatan autobiografinya dengan melakukan sesi foto sepanjang perjalanan Jakarta sampai Bali. Fotografer muda Kemal tak tahan dengan sikap moodynya hingga memutuskan mundur, digantikan oleh fotografer senior Arya. Sesungguhnya Rayya tengah menyimpan duka karena kekasihnya Bram memilih menikahi wanita lain. Beruntung Arya mampu memahaminya dengan baik karena kenangan pahit masa lalu yang juga disimpannya. Akankah kedua hati yang terluka itu dapat menimbulkan ikatan yang kuat?


Tokoh utama bernama Rayya ini digambarkan sempurna, setidaknya itulah anggapan orang-orang. Ia cantik, terkenal, kaya, bebas dan bisa menaklukkan hati pria manapun juga. Namun sebaliknya penonton diajak melihat sisi rapuh sebuah kesempurnaan, yang lahir karena kegundahan dan kasih tak sampai, lantas merasa berhak melampiaskannya dalam bentuk kemarahan. Sayangnya kita hanya mengenal Rayya dari fase tengah hidupnya, tanpa mengetahui latar belakang yang lebih dari itu. Proses pencapaian "status" tertinggi itupun tak digubris, menghapus marka penting yang dapat membantu pemahaman utuh terhadap karakternya.

Tokoh utama lain dari gender berlawanan adalah Arya yang jelas bukanlah tandingan Rayya. Ia konvensional, miskin dan pernah gagal membina rumah tangga bersama Dea yang telah memberinya satu putra. Namun pengalaman pahit tersebut justru menguatkan dirinya untuk menjalani cobaan hidup yang kian berat. Jika biasanya pria takluk pada Rayya, Arya justru mampu meredamnya dengan kharisma, kedewasaan dan kecerdasan yang tidak biasa, terlihat dari pemilihan kata-kata bernada sarkastik yang mementahkan semua tudingan.

Titi Sjuman bermain gemilang dalam mendefinisikan karakter Rayya walau tak semumpuni bayangan saya. Kemarahannya terkadang dilontarkan secara berlebihan tanpa kendali emosi yang wajar. Sebaliknya Tio berhasil menjiwai karakter Arya lewat pemaparan aksi reaksi yang terkontrol matang. Chemistry keduanya terbilang kuat dan believeable meski mendekati ending terkesan sedikit mengalami deviasi dikarenakan intensitas tinggi sejak menit pertama film bergulir. Penampilan singkat Christine Hakim tetap mencuri perhatian. Selain itu cameo berbagai artis yang tak asing lagi juga silih berganti hadir mengisi layar.

Sutradara Viva Westi memanfaatkan pemandangan panoramik sebagai latar belakang penceritaan yang mengalir penuh riak. Durasi 118 menit dimaksimalkan sedemikian rupa untuk mempresentasikan setiap adegan di segala sudut kota Yogya dan Bali dalam berbagai suasana pagi, siang, sore, malam memang semakin menegaskan bahwa aspek sosial budaya juga penting jika dilibatkan secara benar. Esensi road movie bermobilitas tinggi berhasil disampaikan secara detil tanpa impresi terburu-buru. 

Rayya sukses memberikan pengalaman sinema yang teramat dewasa untuk dimengerti benar. Sebuah studi kasus kompleksitas egosentris dan penyerahan diri seorang manusia dalam menyikapi setiap permasalahan yang menghampiri. Sisipan pesan moral disana-sini patut menjadi renungan tanpa muatan elemen yang terlampau berat untuk dipikul bersama. Cahaya akan selalu menjadi musuh kegelapan sekaligus memaknai harapan yang datang kelak. Momen dimana Rayya siap menyongsongnya dengan pribadi baru yang bersinar.


Durasi: 
117 menit

Overall: 
8 out of 10

Movie-meter:

Rabu, 07 Juli 2010

POCONG KELILING : Saat "Poling" Resahkan Warga Komplek

Storyline:
Jamal dan istrinya Astrid dilanda kepanikan saat satu-persatu penghuni rumah di kompleks sekitar mereka mulai pindah. Semua dikarenakan adanya pocong keliling yang kerapkali mengetuk pintu utama warga setempat setiap malam. Rumah-rumah yang ditinggalkan pun kosong dan sulit sekali mencari calon pembeli apalagi isu tersebut sudah santer kemana-mana yang menarik minat kameraman dan pembawa acara yaitu Akbar dan Monique yang sepakat meliput kejadian itu. Ada lagi Bombay dan Asbun, si maling kuburan yang mengambil kesempatan dari kericuhan tersebut. Ditambah kepala keamanan setempat, Dadang dan wanita simpanan, Barbara yang juga heboh sendiri. Apa yang sesungguhnya menyebabkan teror pocong keliling tersebut?

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Maxima Pictures dan gala premierenya diselenggarakan di fX pada tanggal 6 Juli 2010.

Cast:
Catherine Wilson sebagai Barbara
Indah Kalalo sebagai Astrid
Donita sebagai Monique
Indra Birowo sebagai Jamal
Eric Scada sebagai Dadang

Director:
Pernah meraih predikat Sutradara Terbaik FFI lewat May (2008), Viva Westi menulis dan menyutradarai komedi horor pertamanya ini.

Comment:
Entah mengapa banyak sutradara berbakat Indonesia yang sengaja mendegradasikan dirinya belakangan ini demi mengikuti trend investor film lokal. Kali ini saya berbicara mengenai Viva Westi. Jujur saya tidak terlalu menggemarinya tapi mengapresiasi Suster N dan May yang cukup berkarakter itu.
Saya akan menyoroti 4 pasangan yang merangkai cerita dalam film ini. Pertama, dua orang maling kuburan yakni Bombay dan Asbun yang berusaha melucu tetapi sayangnya basi yang membuka prolog film yang entah apa relevansinya dengan tema cerita. Bahkan melibatkan hantu wanita Cina kaya yang meninggal? Oh no! Kedua, pasutri Jamal dan Astrid yang mulai mendingin dan sibuk dengan "mainan"nya masing-masing, Ketiga, kru televisi Monique dan Akbar yang ditugaskan liputan "tidak jelas" dan benar-benar terkesan salah tempat dan waktu. Keempat, pasangan Barbara dan Dadang yang baru diekspos di akhir cerita yang sepertinya bisa muncul dan menghilang lebih sering dibanding penampakan itu sendiri. Delapan orang itu secara bergantian mengambil posisi mereka dalam scene masing-masing. Namun sayangnya tidak ada benang merah cerita yang jelas yang mampu mempertegas karakterisasi yang berusaha dibawakan.
Pocong Keliling yang ditampilkan terlalu datar dan konstan sepanjang film ini akan membuat anda mati kebosanan sambil menyaksikan adegan demi adegan dengan rasa getir yang amat sangat selama kurang dari satu setengah jam. Saya pun terlelap dengan sukses tanpa menyadari anak-anak remaja tanggung yang entah sengaja atau berniat iseng sesekali melempari butiran-butiran popcorn dari arah belakang.

Durasi:
80 menit

Overall:
6 out of 10

Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa