XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label marc forster. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label marc forster. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 22 Juni 2013

WORLD WAR Z : Reinvent Zombie Invasion For Better Experiences

Tagline:
Remember Philly!

Nice-to-know:
Paramount Pictures lewati proses panjang demi peroleh hak adaptasi novel Max Brooks, World War Z: An Oral History of the Zombie War.

Cast:
Brad Pitt sebagai Gerry Lane
Mireille Enos sebagai Karin Lane
Daniella Kertesz sebagai Segen
James Badge Dale sebagai Captain Speke
Ludi Boeken sebagai Jurgen Warmbrunn
Matthew Fox sebagai Parajumper


Director:
Merupakan feature film kesepuluh bagi Marc Forster setelah Machine Gun Preacher (2010).

W For Words:
Film zombie apocalypse terbaik bagi saya sejauh ini adalah 28 Days Later (2002) yang dilanjutkan dengan sekuelnya 28 Weeks Later (2007) yang sangat British itu. Kini Hollywood mencoba peruntungannya dengan memproduksi film sejenis yang diadaptasi dari novel Max Brooks keluaran tahun 2006. Sebagai daya tarik utama dipasang nama aktor handal, Brad Pitt dengan sederet cast yang belum banyak dikenal publik. Tidak tanggung-tanggung, jadwal rilis film berformat 2D, 3D dan IMAX 3D (di sebagian negara) pada periode summer mengindikasikan rasa percaya diri Paramount Pictures selaku distributor internasional.

Kota-kota besar di dunia mulai hancur karena wabah misterius yang mengganas yakni mengubah manusia normal menjadi zombie hanya dalam hitungan detik. Pihak Pemerintah dan militer Amerika Serikat kelimpungan. United Nations mengutus pegawainya, Gerry Lane melancong ke beberapa negara demi menemukan sumber virus sekaligus mencari penangkalnya. Sebagai imbalan, istrinya Karin dan dua putrinya dijanjikan tempat penampungan aman. Gerry harus berpacu dengan waktu sebelum umat manusia punah walau harus mempertaruhkan nyawanya sendiri. 

Skrip yang digagas oleh empat orang kreatif masing-masing Matthew Michael Carnahan, Drew Goddard, Damon Lindelof, J. Michael Straczynski ini memiliki alur linier. Adegan pembuka sudah langsung menempatkan anda di tengah situasi yang kian memburuk yang dialami tokoh utamanya. Paruh awal sukses memacu adrenalin anda tatkala melihat chaos dimana-mana baik dari sudut pandang orang pertama atau ketiga. Paruh akhir memang tidak terlalu intens karena lebih menekankan pada harapan hidup yang patut diperjuangkan walaupun kecil.

Sutradara Forster berhasil membangun setting ‘tidak biasa’ untuk  eksekusi sebuah premis yang sebenarnya sudah sering diangkat. Budapest, Skotlandia dan UK pun menjadi panggung bertutur yang fresh. CGI yang digunakan juga terbilang mencengangkan sekaligus efektif  dalam merajut ketegangan. Kapan lagi anda bisa melihat ratusan bahkan ribuan zombie yang teramat agresif hingga bisa meleburkan penghalang apapun. Gimmick 3D mungkin bisa meningkatkan intensitas meskipun tidak terlalu membantu ketika pendekatan shaky cam digunakan di beberapa bagian.

Pitt menghidupkan karakter Gerry Lane secara gemilang baik sebagai andalan umat manusia ataupun kepala keluarga yang dibebani tanggung jawab penuh. Kita mungkin akan memanggilnya lucky bastard tapi tetap tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya sepanjang durasi bergulir. Enos menjaga sisi dramatis film lewat karakter Karin yang samasekali tidak terlihat lemah. Sebaliknya Kertesz menyuguhkan penampilan heroik tentara wanita Israel berambut cepak bak Demi Moore dalam G.I. Jane (1997). Badge Dale, Boeken, Mokoena beserta duo aktris cilik Jerins dan Hargrove mampu mendukung para tokoh inti dalam film. 

World War Z memang menjual pengalaman bagi penonton. Itulah sebabnya banyak penjelasan signifikan yang digelorakan di sana-sini demi menjahit unsur logika dengan kemungkinan yang tak pernah terbayangkan dapat terjadi. Tentunya berbagai konsep menarik tetap dikedepankan termasuk penyelesaiannya yang cukup mindfuck tersebut. Sebuah suguhan summer blockbuster tahun ini yang berbeda karena memadukan drama kemanusiaan dengan action horror post-apocalyptic yang rasanya masih masuk akal. Prepare yourself for a thrilling fast-paced journey from start to finish!

Durasi:
116 menit

U.S. Box Office:
$66,411,834 till Jun 2013

Overall:
8 out of 10

Movie-meter:

Jumat, 02 Desember 2011

MACHINE GUN PREACHER : Transformasi Pendeta Pejuang Anak Sudan

"Heartwrenching faith and gunfight. Butler handled mixed emotions perfectly. U don't see this kind of movie everyday!"

Tagline:
Hope is the greatest weapon of all.


Storyline:
Bebas dari penjara, Sam Childers bersama rekannya Donnie mendatangi Bandar narkoba yang telah menjebak mereka. Peristiwa tersebut berujung pada kematian seorang pria India yang kemudian mengubah Sam untuk mengikuti jalan Tuhan atas petunjuk istrinya Lynn. Pelan-pelan Sam mulai menata hidupnya dan merintis usaha konstruksi yang kemudian membawanya ke Sudan. Disanalah, Sam benar-benar merasa terpanggil jiwanya untuk menyelamatkan ratusan anak yang dipaksa untuk menjadi tentara perang. Keputusan yang mungkin akan mengubah hidupnya selamanya.

Nice-to-know:
Sebelum Michelle Monaghan, Vera Farmiga awalnya merupakan pilihan utama untuk peran Lyn tetapi batal karena tengah mengandung.

Cast:
Baru saja menyelesaikan peran Tullus Aufidius dalam Coriolanus, Gerard Butler bermain sebagai Sam Childers dalam film yang juga diproduserinya sendiri ini.
Terakhir mendampingi Jake Gyllenhaal dalam Source Code, Michelle Monaghan berperan sebagai Lynn Childers
Kathy Baker sebagai Daisy
Michael Shannon sebagai Donnie
Madeline Carroll sebagai Paige
Souleymane Sy Savane sebagai Deng

Director:
Merupakan film ke-9 bagi Marc Forster setelah terakhir menggarap 007-Quantum of Solace (2008).

Comment:
Pernah menyaksikan perjuangan seseorang yang bukan siapa-siapa tetapi berani mempertaruhkan segalanya demi kemanusiaan? Sebagian dari anda bisa jadi menyebutkan Hotel Rwanda (2004) sebagai referensinya. Kali ini penulis skrip Jason Keller melakukan upaya terbaiknya yang didasarkan kisah nyata yang dialami oleh Sam Childers. Tema keagamaan bercampur dengan konflik sipil yang diakibatkan oleh krisis penderitaan rakyat Sudan tentu bukan topik yang mudah untuk diangkat.
Salah satu aktor favorit saya, Gerard Butler di luar dugaan menunjukkan akting terbaik di sepanjang karir aktornya. Transformasi emosi yang terus berubah-ubah di sepanjang film sesuai perjalanan hidup Sam Childers terasa amat nyata. Lihat bagaimana multiperan sebagai narapidana, pengedar narkoba, suami bertobat, ayah pemberontak, penembak jitu, pendeta optimis hingga pejuang kemanusiaan yang dilakoni Butler yang bukan kebetulan memiliki penampakan yang mirip dengan Childers asli.

Michael Shannon sebagai mantan partners in crime Childers juga menunjukkan bakat maksimal walau sutradara Forster tidak banyak memberikannya ruang ekspos. Sama halnya dengan Michelle Monaghan yang secara gemilang mampu bertindak sebagai istri suportif dalam susah maupun senang walaupun harus menyimpan rapat gejolak emosinya sendiri. Puluhan anak-anak Afrika yang ambil bagian disini juga menyuguhkan kontribusi natural sesuai kepentingan cerita.
Sutradara Forster menghadirkan sinematografi yang brilian dengan dukungan ilustrasi musik menyayat hati dari Tito Rahman. Perang sipil yang diwarnai penyiksaan, pembunuhan, penyanderaan hingga penghancuran benar-benar menghempaskan perasaan. Plot yang demikian rumit dan kontroversial ini dijabarkan secara detil memberikan waktu bagi penonton untuk mencerna makna demi maknanya. Satu kekurangan mendasar adalah tidak adanya timeline yang jelas sehingga kita tidak tahu berapa lama Sam Childers memperjuangkan semuanya di Sudan.

Catatan terpenting adalah isu yang diangkat dalam film ini mungkin tidak selalu sesuai bagi penonton yang memiliki imannya masing-masing. Proses menemukan Tuhan yang terkesan instan itu ditambah dengan fanatisme khotbah di hadapan umat Kristen yang berapi-api merupakan sebagian adegan yang cukup sensitif. Belum lagi reaksi kaum hipokrit akan pertentangan kebenaran secara logika dan hakiki yang silih berganti menemukan keberpihakannya itu.
Machine Gun Preacher mungkin bukan film yang anda ingin tonton lebih dari satu kali karena isinya yang membuat sanubari terasa miris. Namun momen-momen kuat di dalamnya berulang kali menyentuh perasaan anda. Sam Childer adalah seorang inspirator hitam di atas putih, yang untuk sejenak mungkin akan membuka mata anda terhadap realita kekejaman perang sekaligus mengetuk pintu hati agar mau berbuat sesuatu yang berarti bagi kaum-kaum yang kurang beruntung di luar sana.

Durasi:
129 menit

U.S. Box Office:
$531,595 till mid Nov 2011

Overall:
8 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent