XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label heitor dhalia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label heitor dhalia. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 Juni 2012

LEWAT DJAM MALAM : Pembatasan Belenggu Pertanyakan Kemerdekaan


Quotes:
Iskandar: Sebuah kejadian yang sebelum disadari sudah selesai, itulah revolusi.

Nice-to-know:
Kopi 35 mm / VHS film yang ditayangkan di Seksi Cannes Classic, Festival Film Cannes ini dapat diakses dari Koleksi Sinematek Indonesia.

Cast:
AN Alcaff sebagai Iskandar
Netty Herawati sebagai Norma
Dhalia sebagai Laila
Bambang Hermanto sebagai Puja
Rd Ismail sebagai Gunawan
Awaludin sebagai Gafar
Titien Sumarni sebagai Ida
Aedy Moward sebagai Adlin

Director:
Merupakan film kedelapan bagi Usmar Ismail yang telah duduk di kursi sutradara untuk 28 judul semasa hidupnya.

W For Words:
Dari waktu ke waktu, industri perfilman Indonesia telah mengalami perkembangan demi perkembangan yang sangat menarik disimak perjalanannya. Salah satu koleksi terpilih untuk direstorasi adalah film garapan Usmar Ismail ini dimana National Museum of Singapore (NMS) bertindak sebagai pemrakarsa kerjasama yang turut melibatkan World Cinema Foundation, Sinematek Indonesia, Yayasan Konfiden dan Kineforum Dewan Kesenian Jakarta. Prosesnya sendiri berlangsung selama lebih kurang 2000 jam dari tahun 2011 lalu hingga bulan Maret 2012 ini di lab L’Immagine Ritrovata - Bologna, Italia.

Adalah Iskandar, mantan pejuang yang kembali ke masyarakat dimana tatanan kehidupan yang ada ternyata sudah jauh berbeda dari bayangannya. Didukung penuh oleh tunangannya Norma untuk memulai hidup baru, Iskandar melamar pekerjaan yang jauh dari harapan. Akhirnya ia menyambangi kawan lamanya, Gafar si kontraktor handal dan Gunawan si pebisnis sukses yang juga menemui jalan buntu. Ditemani bekas anak buahnya Puja yang bertindak sebagai germo Laila, Iskandar mulai memerangi pergolakan batinnya sendiri sekaligus menentukan mana yang benar dan mana yang salah.

Film yang didengungkan sebagai karya terbaik Usmar Ismail ini naskahnya digarap oleh Asrul Sani. Fokus cerita memang murni pada tokoh Iskandar yang digambarkan sulit lepas dari beban masa lalu. Situasi perang yang melibatkan pembunuhan ternyata terus menghantui sehingga ia tersesat dalam fase kehidupan berikut yang sesungguhnya telah menawarkan banyak hal padanya mulai dari tunangan yang pengertian, sahabat yang suportif serta tawaran pekerjaan yang memadai. AN Alcaff menokohkan Iskandar dengan penuh kegelisahan dan jiwa yang labil, tercermin dari spontanitas dan pengambilan keputusannya yang ceroboh itu.

Sutradara Usmar mampu menyiasati proses narasi yang penuh tarik ulur tersebut dengan dialog-dialog yang sepintas memang terdengar sederhana tapi cukup provokatif untuk mengundang reaksi baik tawa maupun terkejut, terutama kata-kata yang meluncur dari bibir Dhalia sebagai Laila yang naïf dan seduktif itu. Tak lupa kesenjangan sosial antar kasta juga ditampilkan melalui gaya pesta dan pemilihan busana yang jauh berbeda. Penempatan musik latar dan penata suara dari GRW Sinsu dan Bob Saltzman yang masih minim pada jamannya itu tergolong pas mengiringi setiap adegan.

Hasil restorasi film produksi Perfini dan Persari ini mengajak penonton untuk larut dalam nostalgia penuh makna. Sinematografi hitam putih yang otentik, proses editing yang masih kasar, departemen akting yang cenderung teatrikal dan banyak hal lainnya yang tidak akan anda temukan dalam sinema modern. Penggambaran jalan Braga yang penuh aktifitas, alun-alun (sekarang café) yang dipadati pengunjung serta tata artistik, rias dan kostum yang dijamin akan melambungkan imajinasi liar anda. Jangan lupakan adegan dansa yang inspiratif dengan iringan hit legendaris Rasa Sayange dan Potong Bebek Angsa itu.

Pemberlakuan "djam malam" sesungguhnya lebih merupakan analogi pembatasan kebebasan itu sendiri di tengah situasi kondisi bangsa yang dapat dikatakan sudah merdeka. Namun sIapa yang lebih diuntungkan? Pihak penguasa yang semakin menancapkan kukunya dari segi politik? Atau kaum borjuis yang semakin melebarkan sayapnya dari segi ekonomi? Benarkah perjuangan itu berujung pada kemenangan yang hakiki bagi semua lapisan masyarakat? Inilah yang harus dijawab oleh penonton masa kini sesuai relevansi proses sejarah panjang yang terjadi berpuluh-puluh tahun silam dari kacamata seorang Iskandar, satu dari sekian ribu pejuang tanah air yang pernah ada. Tidak hanya pengetahuan belaka tetapi juga refleksi historis yang layak menjadi pembelajaran bagi kita semua.

Durasi:
115 menit

Overall:
8 out of 10

Movie-meter:
 

Senin, 16 April 2012

GONE : Lazy Thriller Little Suspense

Tagline:
No one believes her. Nothing will stop her.

Nice-to-know:
Film yang berlokasi syuting di Portland, OR yang juga kampung kelahiran Joel David Moore ini tidak mengadakan screening di awal rilis.

Cast:
Amanda Seyfried sebagai Jill
Daniel Sunjata sebagai Powers
Jennifer Carpenter sebagai Sharon Ames
Wes Bentley sebagai Peter Hood
Sebastian Stan sebagai Billy
Nick Searcy sebagai Mr. Miller

Director:
Pria Brazil yang mengawali karir penyutradaraan feature film berjudul Nina (2004) bernama Heitor Dhalia ini mengerjakan film keempatnya sejauh ini.

W for Words:
Pemilihan judul film ini terbilang amat sederhana sehingga sulit bagi penonton untuk mereka apa kira-kira yang ingin disuguhkan oleh sutradara Dhalia dan penulis skrip Allison Burnett. Namun melihat nama dan wajah Amanda Seyfried terpampang besar-besar di poster, rasanya dialah nilai jual sekaligus karakter utama yang ingin dikedepankan. Sah-sah saja mengingat gadis bermata besar ini tengah naik daun di Hollywood berkat peran-peran yang sukses mencuri perhatian.
Jill yang baru pulih dari trauma penculikan yang dialaminya bertahun-tahun lalu kembali dilanda rasa takut saat adiknya yang alkoholik, Molly menghilang. Kasus yang belum terungkap membuat Jill yakin hal serupa akan akan terulang kembali. Jill menghubungi polisi yang tidak mempercayai kisahnya termasuk Peter Hood yang terus mengawasinya. Akankah Jill harus menghadapi sang penculik sendirian sekaligus membahayakan nyawanya sendiri?

Seyfried sendiri terbilang berhasil memerankan Jill yang paranoid (atau gila) karena dirundung kecemasan berlebihan. Meski demikian kemampuannya menganalisa, mencari alibi, mengumpulkan bukti sekaligus beraksi sendiri menghadapi penculik patut diacungi jempol. Terima kasih pada stereotype dimana pihak kepolisian lagi-lagi tidak bertindak sesuai harapan. Heroine wanita dalam sebuah film tergolong lebih mampu menimbulkan simpati penonton karena dianggap kurang “berdaya”.
Sepanjang film mungkin anda berusaha menebak apakah pelakunya ternyata salah satu dari orang-orang yang dikenal Jill. Kecurigaan bisa jadi dilayangkan pada polisi Peter atau kekasih Molly yaitu Billy. Suspensi tersebut disimpan rapat-rapat hingga bagian ending tapi sayangnya tak akan terlalu mengesankan anda pada akhirnya. Itupun dengan catatan, anda mampu bersabar menunggu menit demi menit dari sutradara Dhalia yang menggunakan tipikal film klasik Noir tanpa tendensi itu.

Bukan hanya itu, Dhalia tampak terlalu berusaha keras menghadirkan dunia yang gelap, misterius dan penuh sarkasme dimana setiap orang tampak memiliki agenda tersembunyi masing-masing. Hal yang mengaburkan batas antara nyata atau tidak sehingga penonton sulit untuk mengerti apa yang sesungguhnya terjadi. Gone memang lebih terkesan sebagai thriller kelas B dalam nuansa modern, hanya saja ambiguitas yang tak terjawab sempurna sangat mungkin meninggalkan rasa tidak puas selepas credit title bergulir.

Durasi:
94 menit

U.S. Box Office:
$11,527,305 till March 2012

Overall:
6.5 out of 10

Movie-meter:

Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent