XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label ferry salim. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ferry salim. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 Januari 2012

XIA AIMEI : Pelarian Hidup Prostitusi Terselubung

Quotes:
Mulai sekarang nama kamu adalah.. Xixi


Storyline:
Keluarga Xia Aimei yang berdiam di desa kecil Yangshuo, Cina terjerat hutang yang tidak sedikit. Untuk itu, ia dan sejumlah gadis lain dibawa ke Jakarta untuk menjadi perempuan penghibur club mewah bernama Le Mansion yang dimiliki oleh Jack. Nama XIa Aimei pun diubah menjadi Xi Xi dimana ia bertemu Lie Lie yang juga asal Cina dan Paulina yang asal Uzbekistan yang baik hati padanya. Jack tidak menunggu lama untuk menjual Xixi yang masih perawan pada Bos Marun, salah satu kepala gangster Jakarta. Xi Xi yang panik tanpa sengaja melukai Bos Marun sebelum melarikan diri yang membawanya bertemu dengan AJ Park dan Timun. Akankah AJ Park mampu menenangkan Xi Xi sekaligus membantu gadis itu kembali ke negara asalnya?

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Falcon Pictures dimana gala premierenya diadakan di Plaza Indonesia XXI pada tanggal 5 Januari 2012.

Cast:
Franda sebagai Xia-Aimei / Xi Xi
Ferry Salim sebagai Jack
Samuel Rizal sebagai AJ Park
Olga Lydia
Gilang Dirgahari sebagai Timun
Norman Kamaru
Shareefa Daanish sebagai Lie Lie
Jasmine Julia Machate sebagai Paulina

Director:
Merupakan debut penyutradaraan Alyandra yang sebelumnya menangani video klip Agnes Monica yaitu Paralyzed.

Comment:
Jarang sekali sebuah film nasional membahas sebuah problema dari sudut pandang etnis Cina. Beberapa di antaranya adalah Ca Bau Kan (2002) dan May (2008). Kali ini diangkatlah tema prostitusi yang amat erat hubungannya dengan human trafficking, masalah teranyar yang dihadapi oleh nyaris semua negara di dunia. Trio penulis Alyandra, Tohaesa dan Sally Anom Sari didapuk sebagai penulis skrip film yang fiktif ini walaupun bisa jadi kisahnya cukup dekat dengan kehidupan nyata.
Sayangnya semua terasa dangkal disini. Latar belakang etnis Cina hanya ditampilkan secuil, saya paham jika ini adalah kasus yang sensitif tetapi jika berani memasang tokoh utama gadis keturunan dengan judul yang khas pula tentunya harus konsisten dengan identitas. Lalu klausal human trafficking itu sendiri tidak juga dijelaskan secara detil selain pengenalan terhadap berbagai subyek/obyek pelakunya saja tanpa latar belakang yang jelas satu sama lain.

Kekurangan yang paling mencolok yaitu proses yang serba instan. Satu adegan menuju adegan lain terasa sekali tanpa transisi yang setia dengan logika. Tidak dijelaskan bagaimana Xi Xi bisa begitu mudahnya keluar masuk Le Mansion di tengah penjagaan security yang (konon) ketat tapi terlihat Cuma 3 orang saja? Belum lagi empati dan chemistry yang dipaksakan antar karakternya mengingat baru saja mereka berkenalan di tempat yang tidak tepat pula?
Sutradara Alyandra sebetulnya mampu menghasilkan gambar-gambar yang dinamis dan menarik untuk disimak layaknya video klip yang menjadi bidang spesialisasinya selama ini. Namun proses editingnya masih terlihat kasar, belum lagi penempatan musik latarnya juga terasa kurang tepat. Padahal jika mau dimaksimalkan, begitu banyak ruang dan waktu yang dapat dimaksimalkan untuk menggagas storytelling yang lebih menarik lagi daripada menyelesaikannya hanya dalam waktu 72 menit saja.

Debut akting layar lebar Franda patut diacungi jempol. Terlepas dari lemahnya karakterisasi Xi Xi, ia mampu berdialog dalam bahasa Mandarin dengan cukup meyakinkan. Bahasa tubuhnya juga lumayan lugas menekankan peran gadis “impor” yang menjadi komoditi prostitusi. Ferry Salim dan Samuel Rizal yang berseberangan pihak malah tergolong kaku dalam menerjemahkan tokoh hitam dan putih meskipun porsi mereka agak dominan kali ini.
Xia Aimei tak lebih dari sekadar tontonan alternatif film lokal yang lain dari biasanya. Sebuah proyek terbaru Falcon Pictures yang sepertinya digarap secara terburu-buru dan serba tanggung. Mudah-mudahan bukan karena ingin mengejar tanggal rilis yang berdekatan dengan jatuhnya perayaan Imlek. Drama yang semestinya disajikan dengan realitas getir yang berujung pada selipan pesan moral kuat untuk dapat mengikat emosi penontonnya, bukan sempilan humor disana-sini yang seakan ingin mengalihkan perhatian dari kelemahan di semua lini.

Durasi:
72 menit

Overall:
6.5 out of 10

Movie-meter:

Selasa, 18 Oktober 2011

SEMESTA MENDUKUNG : Olimpiade Fisika Kerinduan Ibunda

Quotes:
Muslat: Hati-hati ya. Kalau naik pesawat jangan keluarin anggota badan sembarangan.


Storyline:
Muhammad Arief yang berasal dari Sumenep, Madura sangat menggemari ilmu sains terutama Fisika. Ayahnya, Muslat hanyalah seorang sopir truk serabutan sedangkan ibunya, Salmah memilih pergi ke Singapura untuk menjadi TKW. Sepulang sekolah, Arief bekerja di bengkel untuk mengumpulkan uang demi mencari ibunya kelak. Suatu ketika, Ibu Tari Hidayat yang melihat bakat Arief mengirimnya ke Jakarta untuk mengikuti seleksi peserta Olimpiade Fisika di bawah bimbingan Pak Tio Yohanes. Awalnya Arief menolak karena merasa tidak mampu tapi begitu mengetahui kompetisi akan diadakan di Singapura, ia berubah pikiran. Disanalah ia bertemu dengan teman-teman barunya dengan berbagai karakteristik yaitu Thamrin dan Clara yang suporttif serta Bima yang sinis. Akankah harapan Arief dapat tercapai pada akhirnya?

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Mizan Productions & Falcon Pictures dimana saya menyaksikan special screeningnya pada tanggal 9 Oktober 2011 di Pejaten Village XXI.

Cast:
Sayef Muhammad Billah sebagai Arief
Revalina S. Temat sebagai Ibu Tari Hidayat
Lukman Sardi sebagai Muslat
Ferry Salim sebagai Pak Tio Yohanes
Feby Febiola sebagai Deborah Sinaga
Helmalia Putri sebagai Salmah
Indro Warkop sebagai Cak Kumis
Sujiwo Tejo sebagai Cak Alul
Rangga Raditya sebagai Bima Wangsa
Angga Putra sebagai Thamrin
Dinda Hauw sebagai Clara Annabela

Director:
Merupakan film ketiga John De Rantau setelah terakhir Obama Anak Menteng (2010).

Comment:
Rasanya khalayak umum sudah tahu jika setiap tahunnya siswa-siswi Indonesia aktif berpartisipasi dalam Olimpiade Fisika, bahkan beberapa di antara mereka terkadang berhasil menyabet juara ataupun gelar bergengsi lainnya. Sebuah prestasi yang patut dibanggakan sehingga Hendrawan Wahyudianto dan John De Rantau berduet menggarap skripnya yang dibumbui oleh ilmu pengetahuan, nilai-nilai persahabatan dan keluarga.
Judul film ini sendiri datang dari pedoman Prof Yohanes Surya PhD yang juga dikenal dengan sebutan Bapak Fisika Indonesia dimana istilah MestaKung dapat diartikan sebagai hukum alam dimana ketika suatu individu atau kelompok berada pada kondisi kritis maka semesta (dalam hal ini sel-sel tubuh, lingkungan dan segala sesuatu di sekitar dia) akan mendukung untuk dia keluar dari kondisi kritis. Cukup inspiratif, bukan?
Saya justru merasa film ini menjejalkan terlalu banyak tokoh yang berusaha menjadi fokus masing-masing subplot ceritanya. Katakanlah di paruh pertama, Arief terlihat sibuk berinteraksi dengan ayahnya Muslat, preman kampung Cak Alul, belum lagi bekerja di bengkel atau bahkan memantau karapan sapi. Di paruh kedua, Arief sibuk dengan guru-gurunya Pak Tio, Ibu Tari, Ibu Debby serta teman-teman barunya seperti Thamrin, Clara, Bima bahkan si penjual ketoprak Cak Kumis. Tujuan akhir bertemu Ibu dan berpartisipasi dalam Olimpiade Fisika dengan memuaskan seakan mendualisme ending.
Sutradara De Rantau gagal mengulang pencapaian sinematografi Denias, Senandung Di Atas Awan (2006) yang ciamik itu. Kali ini alam Sumenep alias Madura, Jakarta dan Singapura terkesan hanya tempelan lokasi syuting yang tidak tereksploitasi dengan baik. Beruntung penata musik Thoersi Argeswara dan band Goliath mampu menutupi kekurangan tersebut dengan cara membangun mood film lewat music scoring ataupun tembang hit secara inspiratif dan bersemangat.
Sayef memang menjiwai peran Muhammad Arief dengan natural, badannya yang tinggi bongsor kontras dengan wajahnya yang lugu itu. Namun Angga Putra justru lebih mencuri perhatian lewat karakter Thamrin yang setia kawan dan jenaka tersebut. Tokoh-tokoh dewasanya justru lebih bertindak sebagai pelengkap saja terutama Feby, Sujiwo dan Helmalia. Ferry, Revalina, Lukman, Indro mendapat porsi yang lebih besar meskipun pada saat mendekati penghujung cerita lantas menghilang begitu saja.
Semesta Mendukung terbukti membahas Fisika itu sendiri dengan cara yang ringan dan menyenangkan walau tidak sampai mendetil apalagi rumit. Konsep penyajiannya terhadap anak-anak pun cukup mengena terlepas dari keberagaman karakter di sekitarnya yang too crowded itu (lihat saja posternya!). Secara keseluruhan Mizan Production melanjutkan kiprahnya untuk menyuguhkan tontona inspiratif dengan penekanan bahwa dalam setiap kondisi kritis akan selalu ada jalan keluar bagi orang yang mau melangkah dengan menggunakan pikirannya. Jadilah pemenang atas diri anda sendiri!

Durasi:
100 menit

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:


Notes:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa