XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label rhoma irama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rhoma irama. Tampilkan semua postingan

Kamis, 03 November 2011

SAJADAH KA’BAH : Eksis Cara Ayah Anak Rhoma

Quotes:
Rhoma: Nabi tidak menggunakan jam untuk menentukan waktu sholat tetapi menggunakan matahari.


Storyline:
Seorang musafir bernama Rhoma Irama dalam kunjungan silaturahmi dan syiar Ukhuwah Islamiyah bersama forum Fahmi Tamami di Lombok di luar dugaan bertemu musuh lamanya, Towi. Perang urat syarat segera meruncing di antara keduanya terlebih setelah proyek Tanjung Aan Paradise Resort milik Andrean yang dipercayakan pengawasannya pada Towi ditentang habis-habisan oleh Rhoma yang tidak ingin perjudian dan segala macam kegiatan yang bertentangan dengan agama dilegalkan. Di sisi lain, putra Rhoma yaitu Ridho justru menjalin cinta dengan putri Towi yakni Rara. Tarik ulur perselisihan Rhoma dan Towi pun menyangkut kehidupan seorang janda cantik bernama Sohibah dengan putrinya Saimah hingga harus diselesaikan dalam duel Peresean satu lawan satu.

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Falcon Pictures dan Rumah Kreatif 23 dimana screeningnya diadakan di Epicentrum XXI pada tanggal 22 Oktober 2011.

Cast:
Rhoma Irama sebagai Rhoma
Ida Iasha sebagai Sohibah
Ruhut Sitompul sebagai Towi
Ridho Rhoma sebagai Ridho
Michella Adlen sebagai Rara
Leroy Osmani sebagai Usman
Zahwa Aqilah sebagai Saimah
Qomar sebagai Marbot

Director:
Merupakan debut penyutradaraan Rhoma Irama.

Comment:
Masih ingat Dawai 2 Asmara (2010) yang ditulis dan disutradarai oleh Asep Kusdinar? Mungkin duet ayah-anak kondang Rhoma Irama dan Ridho Rhoma yang anda ingat dalam film penyemarak liburan Idul Fitri tahun lalu itu. Setahun kemudian, keduanya kembali bertandem dalam sebuah film yang kandungan religinya lebih kental. Tidak tanggung-tanggung, Rhoma memulai kirahnya sebagai orang di balik kamera alias sutradara disini.
Asep yang kali ini hanya bertindak sebagai penulis skrip mengetengahkan sebuah benang merah yang teramat umum dan banyak dijumpai dalam film-film India dimana semua karakternya dapat ditarik garis lurus disana-sini yaitu “reuni” dua musuh bebuyutan yang melibatkan keturunan masing-masing. Itulah sebabnya tidak terlalu sulit bagi anda menebak jalan ceritanya dari opening hingga endingnya, cukup duduk manis bersabar menunggu credit title bergulir di bangku bioskop yang nyaman.
Rhoma tampaknya “nyaman” berakting sebagai dirinya sendiri. Musafir sejati yang bahkan sempat memberikan dakwah di pertengahan film sekitar 5-10 menit sampai menyumbangkan suaranya dalam 2 tembang. Ridho juga tak mau kalah memberikan sumbangsih 3 hit Melayu lengkap dengan koreografi ala India nya termasuk adegan hujan-hujanan mengemis cinta. Epik! Saya tidak akan mengomentari Ida Iasha yang masih terlihat cantik atau Michella Adlen yang juga ayu itu. Kasihan!
Poltak alias Ruhut Sitompul lebih menyedihkan lagi dalam menyuguhkan akting antagonis datar dengan dialog-dialog tekstual. Kemampuan “bertarung” pun seadanya plus penampilan dengan penutup mata sebelah ala bajak laut yang tidak sukses memunculkan momok apapun. Sama halnya “si bule” Andrean yang numpang lewat dengan sederetan kalimat berbahasa Inggris. Atau si petarung berbusana daerah yang cupu abis tetapi rajin wara-wiri di layar gelas.
Sebagai sutradara debutan, Rhoma masih perlu belajar proses editing yang rapi. Sekuens perpindahan berbagai babak yang diketengahkannya terasa terseok-seok dengan tempo yang tidak dinamis samasekali. Belum lagi adegan aksi yang diharapkan seru malah terkesan monoton dimana efek suara pukulannya justru lebih menggigit telinga, tanpa terkecuali duel peresean yang tidak seru dan antiklimaks itu. Tidak heran jika beberapa penonton memilih walkout sebelum film berakhir.
Sajadah Ka’bah hanyalah sebuah upaya Rhoma Irama dan Ridho Rhoma untuk “eksis” di kancah perfilman nasional. Semua jurus yang dikeluarkannya untuk membuat sebuah film menghibur harus diakui terlambat 20 tahun. Andai saja film ini rilis periode 90an yang lalu, bisa jadi apresiasi yang diterima akan lebih menggembirakan daripada selembar sajadah kuning bergambar kabah yang bertindak sebagai “saksi” perseteruan harga diri yang dibumbui oleh dramatisasi cinta lawas.

Durasi:
105 menit

Overall:
6.5 out of 10

Movie-meter:

Rabu, 08 September 2010

DAWAI 2 ASMARA : Inspirasi Perjalanan Dua Pilihan Hati

Storyline:
Thufa tengah bimbang saat kliennya memutuskan untuk memakai jasa penyanyi dangdut senior Rhoma Irama untuk pentas panggungnya padahal ia telah berjanji pada kekasihnya Delon yang penyanyi pop untuk tampil. Belum selesai memutuskan, teman semasa kecilnya Ridho pulang ke Indonesia karena dipanggil ayahnya dengan tugas menciptakan nuansa baru pada musik dangdut yang didaulat musik asli tradisional Indonesia. Ridho sendiri tengah dekat dengan Haura Sydney, mahasiswi Australia yang sedang membuat karya tulis di Indonesia. Konflik cinta segitiga tersebut semakin memuncak ketika kepentingan demi kepentingan seakan saling bertubrukan. Siapa yang akhirnya dipilih Thufa dan bagaimana Ridho dapat menjawab tantangan ayahnya itu?

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Rumah Kreatif 23

Cast:
Rhoma Irama
Ridho Rhoma
Cathy Sharon
Delon
Pepeng Naif

Director:
Endri Pelita & Asep Kusdinar

Comment:
Kesan paling tepat menggambarkan film ini menurut saya adalah tidak fokus! Duet sutradara Endri dan Asep memegang peranan yang sangat penting disini, Endri merangkap sebagai produser dan Asep memegang posisi penulis. Keduanya tampak terlalu ambisius menyajikan suatu tontonan yang mumpuni dari berbagai lini. Alhasil konsep cerita menjadi tercerai-berai tidak karuan. Coba bayangkan sebagai berikut:
Pertama, ada sang legenda Rhoma Irama yang berusaha menginspirasi sebagai tokoh dangdut kenamaan Indonesia. Ia mencoba memperkenalkan putranya yang baru pulang studi dari luar negeri sekaligus mempertahankan kharismanya sendiri. Lihat beberapa scene yang mempertontonkan ilmu kanuragan dan kearifan guru besar yang dimiliki Rhoma. Masih cukup menjual rasanya.
Kedua, ada cinta segitiga antara Ridho, Cathy dan Delon. Jujur saja ketiganya tidak berbagi chemistry dengan baik. Beruntung dari segi akting, Cathy masih cukup konsisten lumayan menutupi kekurangan Ridho dan Delon yang seringkali terlihat canggung kalau tidak mau dikatakan aneh di sebagian besar scene yang mereka lakukan kecuali scene menyanyi tentunya!
Ketiga, ada penggemar berat Ridho yang berprofesi sebagai supir taksi. Subplot tambahan ini dibuat untuk memperpanjang konflik walau menjadi tidak terintegrasi dengan baik ke dalam bangunan cerita. Ending yang melibatkan tokoh ini teramat sangat ganjil dan terlalu didramatisir.
Keempat, ada tokoh gadis bule yang entah darimana terpikir membuat karya tulis 200 halaman tentang dangdut?! Lihat bagaimana dengan mudahnya ia terpikat pada sosok Ridho dan mau terlibat dalam semua hal berbau dangdut tersebut. Weird!!
Sinematografi yang ditampilkan sedikit bernuansa film tahun 1980an yang sayangnya tidak didukung oleh editing yang baik terutama saat pergantian scene sehingga terkesan seperti meloncat-loncat dari satu potongan klip ke yang lainnya. Musik latar yang disuguhkan malah lebih terasa India dibandingkan Melayu, entah jika kuping saya yang salah tangkap. Pada akhirnya Dawai 2 Asmara hanyalah sebuah proyek idealis yang dibuat dengan semangat tinggi tetapi belum memberikan hasil maksimal sebagai suatu tontonan utuh yang solid dari berbagai aspek.

Durasi:
100 menit

Overall:
7 out of 10

Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa