XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label kellan lutz. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kellan lutz. Tampilkan semua postingan

Jumat, 11 November 2011

IMMORTALS : Peperangan Raja Tirani Busur Ajaib

Tagline:
The Gods Need a Hero


Storyline:
Dihantui gila kekuasaan, Raja Hyperion menyatakan perang terhadap kemanusiaan dengan menciptakan sebuah armada tentara tangguh yang haus darah. Bukan hanya itu, ia bertekad menemukan Busur Epirus yang legendaris itu yang mampu membuatnya berkuasa hingga ke Surga sekaligus membebaskan the Titan. Ramalan lama yang menyebutkan akan ada seorang manusia biasa yang mampu menghentikan maksud Raja Hyperion seakan timbul dalam diri Theseus yang baru kehilangan ibunya dan tidak pernah mengenal ayahnya itu. Siapa yang memenangkan pertarungan pada akhirnya?

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Relativity Media, Atmosphere Entertainment MM, Hollywood Gang Productions, Virgin Produced dan mendapat kehormatan diputar sebagai film pembuka iNAFFF 2011 di Blitzmegaplex Grand Indonesia tanggal 11 November 2011.

Cast:
Sebelum ini disibukkan dalam serial televisi Tudors (2007-2010), Henry Cavill ditunjuk sebagai Theseus
Terakhir banyak mengisi peran antagonis dalam film-filmnya, Mickey Rourke kebagian peran Raja Hyperion
Stephen Dorff sebagai Stavros
Freida Pinto sebagai Phaedra
Luke Evans sebagai Zeus
John Hurt sebagai Old Man
Kellan Lutz sebagai Poseidon
Isabel Lucas sebagai Athena

Director:
Merupakan film ketiga Tarsem Singh yang keturunan India ini setelah The Fall (2006).

Comment:
Nama Tarsem Singh mungkin cukup tenar sebagai sutradara internasional di samping M. Night Shyamalan yang kebetulan sama-sama berkebangsaan India. Terbukti debut dan karya terakhirnya diterima baik karena sangat visioner. Namun mengangkat sebuah kisah para dewa dan manusia dalam mitologi Yunani tentunya tidaklah mudah. Lihat saja hasil akhir dari Charley Parlapanides dan Vlas Parlapanides yang banyak mengundang pertanyaan itu.
Mengapa dewa bisa mati? Mengapa Zeus melarang para dewa ikut campur membela manusia? Mengapa Theseus seakan lebih ”superior” dari para dewa itu sendiri? Jawaban-jawabannya memang bisa ditemukan tetapi tidak didukung oleh logika yang pasti. Semakin diperburuk dengan rentang waktu yang dituturkan dalam film, kadang yang panjang terasa pendek dan begitupun sebaliknya. Semisal panah ajaib yang ditemukan di kuburan ibu Theseus yang baru saja meninggal? Saya tidak berani memberikan opini kali ini.

Sutradara Singh juga menggunakan tempo lambat yang seharusnya tidak menjadi masalah jika saja dilengkapi dengan percakapan menarik di antara aktor-aktrisnya. Sayangnya hal itu tidak terjadi disini. Demikian yang tersisa hanyalah berbagai adegan stop motion pertarungan disana-sini yang sangat memanjakan mata sekaligus memiriskan hati jika kelewat sadis, seperti kepala pecah ataupun pencacahan anggota-anggota tubuh dari pedang terhunus dsb.
Cavill tidak diragukan lagi memiliki modal yang cocok sebagai Theseus. Ia tegap dan rupawan, tetapi dari segi akting tidak terlalu maksimal karena cenderung datar-datar saja. Begitu pula dengan Pinto, saya tidak melihat banyak perbedaan dari apa yang sudah disuguhkannya dalam Rise of the Planet of the Apes baru-baru ini. Sedangkan Rourke memang mampu menghadirkan sosok antagonis keji dan mengundang antipati walaupun masih teramat monoton.

Nyaris tidak ada kedalaman karakter-karakter dalam film ini sehingga tidak sulit bagi anda untuk menebak adegan apa yang akan terjadi sesungguhnya bahkan sampai endingnya. Reaksi yang timbul setelah munculnya aksi begitu seterusnya apalagi tidak adanya twisted plot yang diharapkan oleh khalayak penonton. Mereka bagaikan kawanan domba yang digiring patuh oleh gembala melewati padang rumput sampai batas waktu tertentu. Inilah yang tidak terhindarkan.
Immortals jelas cuma memiliki kelebihan dalam visualisasi memikat dan terkonsep penggunaan warna-warni simbolik mitologi Yunani yang kental. Suatu aspek yang dimanfaatkan demi menutupi kelemahan-kelemahan yang sudah tersebut di atas. Penggunaan 3D “timbul”nya juga tidak terlalu krusial, mungkin akan mengingatkan anda pada 300 (2006) atau Clash of the Titans (2010). Launching tanggal keramat 11-11-11 bisa jadi menyita perhatian penikmat film internasional untuk setidaknya mau menengok sosok Theseus dan dewa-dewa lainnya yang berpostur indah layaknya mitos Yunani tapi sayangnya tidak mampu berbahasa Greek.

Durasi:
110 menit

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Sabtu, 03 September 2011

LOVE WEDDING MARRIAGE : Saat Pernikahan Di Ambang Ketidakpercayaan

Tagline:
Here comes the ride.


Storyline:
Ava yang menyandang gelar Ph.D jatuh cinta dengan Charlie. Keduanya pun sepakat menikah di tengah perayaan ulang tahun perkawinan orangtua Ava yang menginjak usia 30 tahun. Berkarir di bidang konselor pernikahan, Ava kaget mendapati ayah ibunya akan bercerai karena perselingkuhan yang dilakukan ayahnya 25 tahun lalu, bahkan sebelum kelahiran adiknya Shelby. Ava pun berjuang keras menyatukan kembali kedua orangtuanya tersebut hingga tidak sadar bahwa Charlie diam-diam merasa terpinggirkan.

Nice-to-know:
Suami istri dalam kehidupan nyata Alexis Denisof dan Alyson Hannigan memerankan pasangan yang membutuhkan terapi di bagian awal film.

Cast:
Terakhir menyumbangkan suara merdunya dalam Tangled (2010), Mandy Moore bermain sebagai Ava
Salah satu proyek yang dilakoninya sebelum dua episode pamungkas Twilight Saga, Kellan Lutz berperan sebagai Charlie
Christopher Lloyd sebagai Dr. George
Jessica Szohr sebagai Shelby
Michael Weston sebagai Gerber
James Brolin sebagai Bradley
Jane Seymour sebagai Betty

Director:
Merupakan debut penyutradaraan bagi Dermot Mulroney yang lebih terkenal sebagai aktor yang telah membintangi 75 judul film.

Comment:
Baiklah melihat judul film ini rasanya anda sudah bisa menerka apa saja yang ingin disuguhkan oleh duet penulis skrip Anouska Chydzik dan Caprice Crane. Tiga tahap yang biasa terdapat dalam sebuah drama romantis yaitu jatuh cinta, menikah dan menjalani rumah tangga. Bedanya film ini justru dimulai setelah pembahasan singkat ketiga prosesi tersebut. Berusaha menyajikan hal baru? Mungkin saja karena pasangan yang terlihat sempurna sekalipun bisa saja terlibat masalah perkawinan yang serius.
Sulit rasanya membayangkan duet Moore dan Lutz berpasangan dalam sebuah film. Nyatanya ini terjadi! Chemistry yang tercipta di antara mereka malah terkesan aneh meski tak dipungkiri, keduanya memiliki daya tarik fisik yang tinggi. Tidak diceritakan secara detail bagaimana Ava dan Charlie jatuh cinta, penonton langsung disuguhi drama pernikahan di antara keduanya yang dibumbui juga oleh krisis rumah tangga puluhan tahun Bradley dan Betty.
Permasalahannya Moore terlihat canggung sebagai konselor pernikahan yang mapan. Ekspresi dan intonasinya jauh dari kesan serius. Dua pasang klien yang ditanganinya pun tak mampu meyakinkan posisinya itu. Sama halnya seperti Lutz yang teramat mengandalkan torsonya sehingga tanpa alasan yang jelas sekalipun, ia begitu mudahnya melepaskan kaos dan bertelanjang dada. Lantas apakah yang ada di pikirannya hanya seks belaka? Benar-benar tipikal pemuda dengan tingkat kecerdasan yang patut dipertanyakan.
Dosa terbesar pembuatan film ini bisa jadi ada di tangan Dermot Mulroney. Debut penyutradaraannya teramat mengecewakan. Pengalaman di depan kamera selama ini tidak membantu karena terlalu banyak scenes yang disyut di luar ketentuan jarak pandang ataupun sudut pengambilan gambarnya. Satu hal yang boleh dibanggakannya adalah mengajak aktor-aktris sekaliber Brolin dan Seymour untuk mau ikut serta meski pada akhirnya nama karakternya tidak dicantumkan dalam credit title.
Love Wedding Marriage berisikan kumpulan adegan komedik gagal, dialog klise hingga momen menyentuh yang teramat dipaksakan untuk mengisi tempatnya masing-masing. Apalagi dengan skrip tidak begitu kuat semakin mengesankan film ini layaknya salah satu episode married teenagers MTV yang super boring dan super artificial selama sejam dengan extended version yang sama menyedihkannya. Rom-com lovers, don’t mess your favorite genre with this one!

Durasi:
85 menit

U.S. Box Office:
$1,378 in opening week June 2011

Overall:
6.5 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Karya seni ga boleh dibawah 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
No such perfect 9.5 or 10!