XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label ira maya sopha. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ira maya sopha. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 Januari 2012

MOTHER KEDER : EMAKKU AJAIB BENER Lebih Kurang Arti Keluarga

Quotes:
Mami: Kebahagiaan itu bukan dari apa yang kita dapet tapi dari apa yang kita rasa..


Storyline:
Hidup mapan dengan karir bagus, mobil dan apartemen pribadi membuat Vivi sibuk dengan urusannya sendiri. Ia tak kepalang kaget menyaksikan kekasihnya Valdi malah berselingkuh. Problematika di kantor pun membuat Vivi mengundurkan diri dan memutuskan pulang ke rumah orangtuanya. Kenyataan tak terduga lagi-lagi menghampiri ketika mengetahui adiknya Dinda akan menikah lebih dahulu dengan Bayu. Berhasilkah Vivi menyelesaikan semua masalah pribadinya dan melebur dalam sebuah jalinan keluarga yang utuh terlepas dari segala ke”ajaib”an ayah ibunya?

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Visi Lintas Film dimana gala premierenya dilangsungkan di fX Platinum XXI pada tanggal 10 Januari 2012.

Cast:
Ira Maya Sopha sebagai Mami
Qory Sandioriva sebagai Vivi
Jill Gladys sebagai Dinda
Pong Hardjatmo sebagai Papi
Yoga Prasetya sebagai Valdi
Zahra Nurani Farisza sebagai Inka
Yati Surachman sebagai Nenek
Athoy Herlambang sebagai Bayu

Director:
Merupakan debut penyutradaraan Eko Nobel.

Comment:
Masih ingat dengan Putri Indonesia Fotogenik 2001 yaitu Viyanthi Silvana? Jika tidak, inilah kisahnya yang menginspirasi Reka Wijaya untuk mengembangkan skrip film yang berjudul unik. Seorang ibu merupakan permata keluarga dimana pancaran kasihnya selalu tulus menerangi setiap anggota tanpa terkecuali. Namun bagaimana jika sosok ibu digambarkan eksentrik, bahkan mendapat predikat ajaib? Tentu itulah alasan utama anda untuk menoleh pada film ini.
Ira Maya Sopha memang jagoan dalam berakting. Aktris senior yang satu ini mampu menjiwai peranan “Mami” annoying ataupun “Istri” penggerutu secara natural. Lihat gesturnya yang meyakinkan apalagi dengan bantuan outfit daster, rol rambut bahkan kacamata hitam mentereng. Emosinya pun mampu berbalik 180 derajat dari senang menjadi sedih dengan wajar sesuai tuntutan skenario. Anda akan geregetan sekaligus bersimpati dibuatnya.

Qory Sandioriva dan Jill Gladys memperlihatkan ikatan kakak adik dengan menarik. Respek satu sama lain pun tercipta dengan sendirinya, bagaimana si adik sesungguhnya iri pada kemandirian hidup sang kakak hingga berusaha lari dari rutinitas rumah yang tidak “normal” itu dengan jalan menikah muda. Tokoh Vivi sendiri sangat lekat dengan cerminan wanita ibukota masa kini yang sibuk berkarir sampai melupakan urusan asmaranya sendiri yang tidak terpelihara dengan baik.
Saya jadi teringat pada salah satu curhat teman saya, “Jangan pernah kembali ke rumah orangtua jika sudah bertahun-tahun hidup mandiri dan tinggal sendiri. Jika itu terjadi, maka posisimu akan kembali dari nol di mata orangtua alias diperlakukan sebagai anak kecil kembali.” Itulah yang menimpa tokoh Vivi, dimana ia harus berurusan dengan ayah-ibunya yang ajaib dan ketiga adiknya yang sulit diatur. Ayah ibu akan tetap menjadi orangtua dan putra putri mereka akan selalu menjadi anak-anaknya. Hubungan keluarga tidak pernah mengenal usia atau jabatan sekalipun.

Kekurangan mendasar adalah Eko Nobel terlalu datar dalam menggarap karya perdananya. Film ini seperti takut dikategorikan sebagai drama kekomedian atau komedi kedramaan. Akibatnya fokus cerita menjadi hilang, apakah sentral ada di Mami dengan sudut pandang Vivi? Namun Dinda juga ternyata menyita perhatian besar disini. Melihat penekanan di tokoh ibu ajaib, lebih baik kecemplung sekalian dalam genre komedi slapstick jika tujuan utamanya menghibur. Toh, pesan moral masih bisa diselipkan di berbagai lini tanpa harus kehilangan identitas.
Mother Keder : Emakku Ajaib Bener sesungguhnya dibangun di atas pondasi yang memikat tetapi lemah dalam eksekusi ide. Film ini tak lebih seperti sebuah sinetron tanpa jeda iklan. Terkadang anda akan melirik jam untuk mengetahui berapa lama durasinya sudah berjalan. Setidaknya berbagai adegan konyol akan membuat anda tertawa lepas tanpa banyak berpikir. Jangan lupakan message film ini, esensi orangtua adalah pembangun sekaligus pendukung anda untuk tumbuh dewasa karena di mata mereka, anda akan selalu menjadi anaknya yang teristimewa!

Durasi:
97 menit

Overall:
7 out of 10

Movie-meter:

Minggu, 02 Oktober 2011

SIMFONI LUAR BIASA : Tujuan Musisi Anak Berkebutuhan Khusus

Quotes:
Rinjani to Jayden: You are young enough to try anything once!


Storyline:
Kehidupan keras untuk menembus cita-cita sebagai musisi dialami Jayden di Mania sehingga tantenya mengutusnya untuk kembali ke Jakarta. Dengan berat hati, Jayden pun bertemu kembali dengan ibunya Marlina beserta ayah tirinya Hans dan adik tirinya Carissa yang sangat menyambutnya. Demi mengisi kekosongan waktu, Jayden setuju mengajar di Sekolah Luar Biasa pimpinan Ibu Rinjani. Disanalah ia berkenalan dengan murid-murid spesial seperti Amelia, Zaky, Arda, Dafa, Jemima, Rangga, Juan, Cindy dsb. Belum lagi guru seni Laras, guru olahraga suportif Pak Bimo hingga guru ilmu pengetahuan sinis Pak Dimas. Berhasilkah Jayden mempertahankan mimpinya sendiri sekaligus mewujudkan mimpi anak-anak berkebutuhan khusus tersebut pada akhirnya?

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Nation Pictures & Primetime dimana gala premierenya dilangsungkan di Robinson’s Movie Galleria – Filipina pada 31 Juli 2011.

Cast:
Christian Bautista sebagai Jayden
Ira Wibowo sebagai Marlina
Ira Maya Sopha sebagai Rinjani
Maribeth sebagai Tante
Vallery Thomas sebagai Carissa
Verdy Solaeman sebagai Pak Dimas
Gista Putri sebagai Laras
Stanly Saklil sebagai Pak Bimo
Sophie Navita sebagai Helena

Director:
Merupakan film pertama Awi Suryadi di tahun 2011 setelah 2 film di tahun 2010 yang dirilis dalam pecan yang sama.

Comment:
Kebintangan seorang solois pria tampan asal Filipina bernama Christian Bautista ini bisa saja dieksploitasi secara berlebihan dalam sebuah film. Untungnya produser Delon Tio yang mempercayakan Maggie Tjiojakin dan Awi Suryadi sebagai penulis skenarionya memilih untuk mengetengahkan perjalanan hidup seorang pria muda dalam mengejar mimpi masa depan sekaligus menjawab pertanyaan masa kini dan masa lampau yang kerap menghinggapi pikirannya.
Bautista memberikan penjiwaan yang cukup natural. Rasa frustrasinya sebagai musisi gagal di awal cerita perlahan-lahan bergeser menjadi guru musik teladan bagi anak-anak berkemampuan khusus melalui proses interaksi dengan orang-orang di sekitarnya. Karakter Jayden di tangannya memang tidak luar biasa dalam artian kelas festival internasional tetapi rasanya sudah dalam kapasitas yang mencukupi kebutuhan. Menarik mendengarnya berbicara dalam 3 bahasa secara bergantian dengan cukup fasih.

Penampilan anak-anak SLB Cahaya Mulya juga lumayan memikat. Masing-masing tidak berusaha mengambil simpati penonton dengan tingkah lakunya yang “unik” melainkan kepolosan yang tulus sesuai usia masing-masing. Coba dengarkan aksi memukau mereka dalam menyanyikan Kidung ataupun Imagine lewat pembagian suara alto dan sopran yang merdu di telinga.
Gista, Verdy dan Stanly memberikan sumbangsih yang tidak sedikit sebagai staf pengajar dengan ragam karakter yang variatif. Ira Wibowo yang sebetulnya terasa terlalu muda sebagai Ibu Jayden mampu memposisikan dirinya sebagai istri, orangtua dan juga ketua yayasan sekolah luar biasa itu. Ira Maya seperti biasa menyuguhkan akting berkelas sebagai Kepsek yang arif dan berwibawa.

Dengan sisi-sisi positif yang saya sebutkan di atas, bukan berarti film ini tanpa cela. Kekurangan yang paling mencolok adalah eksplorasi karakter anak-anak yang dirasa amat kurang. Hanya 1-2 anak yang namanya patut diingat, itupun dengan latar belakang yang minim. Pertimbangannya bisa jadi karena film ini berkisah tentang Jayden sehingga hal tersebut dirasa tidak perlu. Belum lagi proses membentuk anak-anak luar biasa itu menjadi kelompok vokal terkesan terlalu instan.
Simfoni Luar Biasa di tangan Awi hadir dalam sinematografi klasik ala tahun 80an. Meski demikian film musikal ini mampu bertutur dengan nyaman sehingga minus yang ada menjadi termaafkan. Sisi emosionalnya cukup menghangatkan hati walau tidak sampai menyentuh batas tertinggi yang diharapkan bisa mengharu-biru penonton. Setiap manusia boleh saja memiliki tujuan hidupnya masing-masing tetapi yang terpenting adalah bagaimana ia beradaptasi dengan segala hambatan yang dihadapi sebelum mencapai garis finish.

Durasi:
105 menit

Overall:
8 out of 10

Movie-meter:


Notes:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa