XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label conor allyn. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label conor allyn. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 Juni 2011

HATI MERDEKA : Lanjutkan Perjuangan Bebaskan Dendam Hati

Original title:
The hearts of freedom.

Storyline:
Tanpa diduga Amir mundur dari Angkatan Darat karena ingin fokus pada keluarga terutama istri yang selalu mengkhawatirkannya. Maka Tomas, Dayan, Marius pun melanjutkan gerakan perjuangan kemerdekaan itu didampingi pula oleh Senja yang dicintai Tomas dan Marius sekaligus. Mereka menuju Bali lewat laut demi membalaskan dendam pada Belanda terutama Kolonel Raymer yang telah membunuh keluarga Tomas di waktu lalu. Tak lama kemudian mereka dibantu pemimpin pemberontak bawah tanah bernama Wayan Suta untuk mempertahankan ideologi dan melanjutkan revolusi yang sudah terpatri di dada masing-masing itu.

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Media Desa Indonesia & Margate House Film dan gala premierenya diadakan di Epicentrum XXI pada tanggal 4 Juni 2011.

Cast:
Darius Sinathrya sebagai Marius
T. Rifnu Wikana sebagai Dayan
Lukman Sardi sebagai Amir
Donny Alamsyah sebagai Tomas
Rahayu Saraswati sebagai Senja
Astri Nurdin sebagai Melati
Nugie sebagai Wayan Suta
Ranggani Puspandya sebagai Dayu
Michael Bell sebagai Kolonel Raymer

Director:
Masih digawangi oleh Yadi Sugandi yang bertandem dengan Conor Allyn selayaknya dalam Darah Garuda (2010).

Comment:
Sebandingkah kesabaran anda untuk menikmati trilogi ini dalam rentang waktu 3 tahun? Jawabannya tentu tidak mutlak sama bagi setiap orang. Namun bagi saya pribadi cukup sebanding karena bagaimanapun juga potret sejarah perjuangan patriotisme bangsa Indonesia patut dihargai setinggi-tingginya. Dan film inilah satu-satunya yang berani mengangkat hal tersebut di era baru abad 21 yang banyak didominasi oleh genre horor dan komedi.
Garis besar ceritanya sendiri tidak berbeda jauh dari apa yang sudah ditampilkan dua prekuelnya yaitu bagaimana melumpuhkan tentara Belanda sekaligus meminimalisir korban yang berjatuhan. Yang berbeda adalah setting pertempurannya yang satu terjadi di atas lautan dan yang lain mengambil setting Pulau Dewata. Konsep yang menarik untuk menghadirkan inovasi baru yang menyegarkan walaupun tidak mutlak harus dilakukan sebetulnya.
Karakter utama yang ditonjolkan kali ini adalah Tomas dan Marius. Donny dan Darius menjawab tantangan tersebut dengan baik terbukti penjiwaan mereka terasa lebih detil apalagi didukung oleh dominannya scene yang melibatkan keduanya. Rahayu juga bermain menawan karena tokoh Senja kali ini cukup mendapat porsi besar sekaligus mengedepankan arti pejuang wanita yang masih dapat dihitung jari sepanjang sejarah perebutan kemerdekaan Indonesia. Kredit khusus bagi penampilan aktor asing (alm) Michael Bell yang berakting ciamik sebagai Kolonel Raymer.
Sutradara Yadi dan Conor cukup cerdik memaksimalkan spesial efek tembakan dan ledakan yang terjadi di setiap scene yang memungkinkan. Bagaimana lokasi dapat disiapkan sedemikian rupa untuk menjadi medan peperangan yang realistis. Namun yang sedikit mengganggu adalah faktor “keberuntungan” para tokoh utamanya yang bisa selamat berkali-kali dari terjangan peluru ataupun percikan bom. Bukan berarti saya mengharapkan mereka tewas dalam pertempuran tetapi setidaknya dapat dibuat dengan lebih meyakinkan lagi.
Hati Merdeka pun menutup petualangan Amir-Dayan-Tomas-Marius dengan happy ending. Sebuah proyek ambisius yang dikemas dengan cukup membumi dan bersahabat dengan para penonton dari berbagai lapisan masyarakat. Belum sepenuhnya dikatakan karya anak bangsa tapi semangat filmmaker yang terlibat patut diacungi jempol. Semoga saja semakin banyak produser yang tergerak untuk membangkitkan genre sejenis sekaligus menggairahkan kembali semangat nasionalisme di antara kita semua tanpa terkecuali.

Durasi:
95 menit

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:

Sabtu, 11 September 2010

DARAH GARUDA : Perjuangan Nasionalisme Perang Gerilya 1947

Storyline:
Perang gerilya tahun 1947, Amir memimpin rekan-rekannya yaitu Tomas, Marius dan Dayan untuk menyelamatkan wanita-wanita yang mereka cintai yaitu Lastri, Senja dan Melati yang ditawan Belanda. Selepas itu mereka melanjutkan perjuangan di daerah Jawa Barat dan berjumpa dengan tentara Jenderal Sudirman untuk kemudian bersatu menuntaskan misi menghancurkan lapangan udara Belanda. Jenderal Van Mook yang berhasil lolos dari tawanan Dayan tidak tinggal diam. Ia menghimpun pasukannya untuk mendesak Amir cs yang secara jumlah dan persenjataan masih kalah. Namun semangat dan perjuangan merupakan suatu suntikan yang bisa membalikkan semua keadaan. Pertanyaannya apakah Amir cs mampu meminimalisir kerugian moral ataupun materiil dalam menghadapi Kompeni kali ini?

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Margate House Film.

Cast:
Donny Alamsyah sebagai Tomas
Rahayu Saraswati sebagai Senja
Lukman Sardi sebagai Amir
T. Rifnu Wikana sebagai Dayan
Atiqah Hasiholan sebagai Lastri
Darius Sinathrya sebagai Marius
Astri Nurdin sebagai Melati
Ario Bayu sebagai Yanto
Rudy Wowor sebagai Van Mook

Director:
Masih disutradarai Yadi Sugandi sejak prekuelnya. Namun kali ini didampingi Conor Allyn yang sudah beberapa kali berpengalaman menggarap spesial efek film-film bujet besar Hollywood.

Comment:
Cukup disayangkan melihat nama Allyn Brothers yaitu Conor dan Rob sebagai penulis cerita dalam bahasa Inggris yang kemudian diterjemahkan langsung. Mengapa? Sebab ini adalah salah satu film kolosal modern kita yang mengacu langsung pada sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Namun tidak terlalu penting mengingat Yadi menjalankan fungsi sutradara dengan baik. Plotnya melanjutkan apa yang tertinggal di prekuelnya yaitu masa-masa paska kemerdekaan Indonesia dimana Kompeni masih berusaha menduduki wilayah-wilayah yang belum "merasa" dipersatukan NKRI. Semua konflik yang dihadirkan di paruh pertama film lebih merupakan konflik intern para pejuang nasional tersebut saja mulai dari kelompok Amir sampai pertemuan mereka dengan gerombolan pejuang Sudirman. Bagaimana satu sama lain berusaha meyakinkan dirinya sendiri untuk menjalankan misi di tengah keterbatasan sumber daya sekalipun ataupun mencoba bekerjasama dengan pihak baru yang masih mempertanyakan integritas bangsanya sendiri. Di paruh kedua barulah pertempuran melawan Belanda menjadi suguhan yang menarik dimana adu tembak, strategi hingga pelarian terasa cukup nyata.
Dari jajaran cast, menurut saya Rifnu tergolong paling outstanding disini. Emosinya saat berjuang maupun terluka benar-benar terekam kamera dengan baik. Selain Rudy, Aryo dan Alex Komang tentunya yang sudah membuktikan kualita akting masing-masing. Jangan lupakan Atiqah yang membuka opening scene dengan gemilang. Sayangnya akting Lukman sebagai seorang pemimpin disini masih tergolong mentah lebih dikarenakan sentralisasi tokoh kerapkali berpindah-pindah selama durasi 95 menit tersebut.
Spesial efek yang digunakan secara keseluruhan terlihat lebih rapi dan meyakinkan dibandingkan Merah Putih. Tensi ketegangan dan permainan emosi di dalamnya juga sedikit meningkat sehingga jiwa nasionalisme penonton turut dilibatkan disini. Namun Darah Garuda belumlah sempurna dikarenakan kemonotonan unsur drama yang berlarut-larut dan penyelesaian konflik yang terkesan serba tanggung. Saya harapkan sekuel penutup trilogi ini mampu mencapai klimaks yang diharapkan kita semua. Mari tunggu bersama!

Durasi:
95 menit

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa