XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Tampilkan postingan dengan label simon baker. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label simon baker. Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Maret 2012

MARGIN CALL : Positioning For The Sake Of Choices


Quotes:
John Tuld: There are three ways to make a living in this business: be first, be smarter, or cheat.

Nice-to-know:
J.C. Chandor said that he wrote the script for the story he had been carrying around in his head for about a 'year-and-a-half' in just four days, filling time between job interviews in Boulder, Colorado.

Cast:
Kevin Spacey sebagai Sam Rogers
Paul Bettany sebagai Will Emerson
Jeremy Irons sebagai John Tuld
Zachary Quinto sebagai Peter Sullivan
Penn Badgley sebagai Seth Bregman
Simon Baker sebagai Jared Cohen
Demi Moore sebagai Sarah Robertson
Stanley Tucci sebagai Eric Dale

Director:
Merupakan debut penyutradaraan J.C. Chandor.

W for Words:
Saya bukanlah seorang pialang saham meskipun sempat magang untuk sementara waktu di sebuah perusahaan keuangan yang terletak di bilangan Thamrin beberapa tahun lalu. Film ini diyakini akan membuat ingatan anda melambung pada Wall Street: Money Never Sleeps (2010) ataupun prekuelnya yang mengulas kejatuhan harga pasar secara signifikan. Bedanya J.C. Chandor yang menulis sekaligus menyutradarai mempersempit ruang lingkup kasusnya yaitu sebatas di antara para eksekutif papan atas di perusahaan tersebut.
Sebuah perusahaan investasi terkemuka yang berlokasi di Manhattan baru saja memecat kepala manajemen resiko, Eric Dale tanpa penjelasan yang masuk akal. Eric pergi dengan kecewa dan sempat menitipkan flashdisk pada bawahannya sang analyst, Peter Sullivan. Peter memeriksa data tersebut dan mendapati keuangan perusahaan di ambang kehancuran. Terpanggillah para petinggi seperti Will Emerson, Sarah Robertson, Jared Cohen yang bertanggungjawab penuh pada CEO, John Tuld dalam rapat dadakan tengah malam. Waktu sempit yang tersisa harus digunakan untuk menghasilkan keputusan terbaik.

Salah satu yang paling outstanding menurut saya adalah karakter demi karakternya yang diperkenalkan seiring konflik berjalan. Inilah yang membuat penonton mampu mengenali wajah demi wajah dan beragam kepribadian mereka dalam menangani masalah urgensi nan pelik. Tak hanya itu, peran masing-masing dalam perusahaan juga terdefinisikan dengan jelas berikut resiko dan tanggungjawabnya. Bahkan perbedaan penghasilan yang mempengaruhi gaya hidup juga dihadirkan melalui dialog satir dari mulut Seth, Peter ataupun Will.
Sulit mempercayai bahwa inilah debut Chandor yang tampak begitu menguasai semua departemen dalam film ini. Anda akan menemukan ketegangan yang tampak di raut wajah masing-masing karena berpacu dengan waktu atau keputus asaan yang tergambar dari bahasa tubuh karena bingung dengan keadaan yang tidak terselamatkan meskipun tanpa kekerasan atau kematian sekalipun. Tidak ada tokoh baik dan jahat disini karena jika anda memposisikan diri sebagai mereka mungkin akan menemukan motivasi yang berbeda-beda terhadap satu sama lain.

Kesemua aktor dan juga Demi Moore tampil luar biasa dalam peran masing-masing. Favorit saya adalah Zachary Quinto yang bertindak sebagai staf analyst dari latar belakang yang jauh bertolak belakang dan juga seperti biasa Kevin Spacey tang berperan sebagai pembuat keputusan tertinggi di luar CEO yang juga dimainkan secara karismatik oleh Jeremy Irons. Sedangkan Penn Badgley dan Paul Bettany juga sama efektifnya dalam posisi yang terjepit di tengah-tengah. Jangan lupakan Stanley Tucci yang sukses menyita perhatian di pembuka film dengan penjiwaan gemilang karyawan terPHK semena-mena.
Anda tidak akan dikuliahi oleh aspek investasi keuangan disini karena Margin Call bercerita dengan kreatif. Meskipun tidak mengerti keseluruhan konflik yang terjadi di dalamnya, anda tetap merasakan hal tersebut penting dan akan membuat anda terjaga hingga credit title bergulir. Jempol bagi Chandor yang berhasil menyuguhkan narasi yang tajam dengan sinematografi yang meyakinkan sebagai pendukungnya. Ironi memang bisa terjadi dalam situasi apapun dimana pilihan menjadi amat terbatas atau bahkan tidak ada samasekali.

Durasi:
107 menit

U.S. Box Office:
$5,344,104 till Jan 2012

Overall:
8 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Rabu, 03 Agustus 2011

THE KILLER INSIDE ME : Pembunuh Psikotik Problema Perempuan

Quotes:
Sheriff Bob Maples: Name of Joyce Lakeland. Lives about four or five miles out on Derrick Road past the old Branch place.
Lou Ford: Oh, I know the old Branch place. She a hustling lady, Bob?
Sheriff Bob Maples: Well, I guess so, but she's - she's been pretty decent about it.



Storyline:
Hidup di Oklahoma pada akhir tahun 40an, wakil sheriff Lou Ford sepintas terlihat tenang dan berbudi pekerti yang baik. Saat bosnya sheriff Bob Maples menugaskan Lou untuk mengganggu pelacur bernama Joyce Lakeland, Lou malah terlibat percintaan panas yang dilakoni dengan seks setiap harinya. Saat Joyce menganggap Lou mencintainya, ia tidak tahu bahwa dirinya dimanfaatkan untuk menghabisi Elmer Conway, putra Chester Conway yang kaya raya di daerah tersebut. Pembunuhan demi pembunuhan keji pun dirancang Lou hingga bukti-bukti semakin memberatkannya. Namun Lou terbukti tetap tenang sampai saat-saat terakhirnya sekalipun.

Cast:
Pernah menerima nominasi Oscar untuk kategori Aktor Pendukung Terbaik lewat The Assassination of Jesse James by the Coward Robert Ford (2007), Casey Affleck bermain sebagai Lou Ford
Kate Hudson sebagai Amy Stanton
Jessica Alba sebagai Joyce Lakeland
Ned Beatty sebagai Chester Conway
Elias Koteas sebagai Joe Rothman
Tom Bower sebagai Sheriff Bob Maples
Simon Baker sebagai Howard Hendricks
Bill Pullman sebagai Billy Boy Walker

Director:
Pria kelahiran Inggris bernama Michael Winterbottom ini mengawali karir penyutradaraan lewat Forget About Me (1990).

Comment:
Dengan judul dan trailer yang demikian disturbing, rasanya konten film yang satu ini sudah dapat diprediksikan sebelum anda menonton filmnya. Diangkat dari novel karya Jim Thompson, konon produksi film ini sempat kocar-kacir akibat begitu banyaknya aktor-aktris yang drop off sebelum proses syuting dimulai. Pada akhirnya produser berhasil mendapatkan beberapa bintang under the radar yang juga kualitasnya tidak kalah.
Sejak awal, film memang tidak menyimpan suspensi apapun. Semua sudah terpampang secara jelas akan sepak terjang Lou Ford sebagai pembunuh keji berkedok keluguan. Yang menarik adalah bagaimana intensitas film dapat dipertahankan sambil membuat penonton penasaran akan closing brilian yang diharapkan. Inilah tantangan yang tidak mudah karena dibutuhkan komitmen antara sutradara dan cast yang harus saling bersinergi.
Casey Affleck terbukti tidak mengecewakan. Saya selalu menganggapnya aktor yang lebih versatile dibandingkan kakaknya yang jauh lebih populer. Lihat cara Casey membawakan peran Lou dengan karisma tersendiri, tenang nan menghanyutkan, hangat yang berdarah dingin. Bagaimana kenangan masa kecil demikian mempengaruhinya hingga tega menyiksa para wanita yang mencintainya itu. Kekerasan fisik yang dilakoninya begitu meyakinkan hingga membuat emosi penonton tercabik-cabik.
Alba dan Hudson sesungguhnya bukanlah aktris yang istimewa. Peran Joyce dan Amy memang tidak dominan tetapi sangat krusial saat berbagi layar langsung dengan Lou Ford. Sedangkan jajaran aktor senior macam Beatty, Koteas, Pullman, Bower, Baker samasekali tidak mengecewakan dengan karakternya masing-masing disini.
Sutradara Winterbottom sukses menjaga sisi artistik film yang dihadirkan dalam konsep noir tahun 40an sehingga atmosfernya teramat mendukung. Belum lagi sumbangsih musik oleh duet Cadbury dan Parmenter yang turut membangun suasana terlebih ketika Lou Ford “beraksi”. Esensi kekerasan yang dihadirkannya mungkin belum separah kinerja David Lynch ataupun Coen Brothers tapi sudah cukup realistis untuk mengganggu rasa kemanusiaan penonton.
Ending process yang diharapkan klimaks justru menjadi sedikit antiklimaks. Hal ini menurut saya disebabkan oleh durasi yang terlampau panjang (mungkin ada baiknya dipangkas 10-15 menit). Saat Lou Ford berusaha digiring memasuki kuburannya sendiri, bagian ini terasa kurang maksimal padahal seluruh tokoh kunci sudah berkumpul dalam satu frame. Belum lagi adegan ledakan yang terasa sekali spesial efeknya itu malah sedikit memancing tawa.
The Killer Inside Me mungkin dapat dikategorikan sebagai black comedy meski tidak banyak unsur humor yang dapat diangkat. Jelas bukan sebuah film yang dapat dinikmati mayoritas orang. Ini adalah sebuah contoh studi kasus bagaimana pikiran sakit seorang psikopat mampu menjerumuskannya ke dalam tindakan-tindakan di luar batas. Mudah-mudahan perilaku S/M yang disajikan secara gambling disini tidak menginspirasi anda untuk berbuat serupa!

Durasi:
105 menit

U.S. Box Office:
$214,966 till August 2010

Overall:
7 out of 10

Movie-meter: