Quotes:
Zo: Nama gue Zo. Thanks kalo loe gak mau kenalan sama gue <- Suer, dialog ini sempat bikin bola mata gue berputar mengelilingi bulan!
Storyline:
Mentalis ternama Deddy Corbuzier pernah memiliki asisten bernama Ki Ronggo Sewu. Sayang bertahun-tahun setelahnya, mereka memutuskan berpisah karena Deddy tidak ingin sulapnya terkotori oleh ilmu sihir yang diterapkan oleh Ronggo. Keduanya lantas sepakat berduel memainkan trik yang paling berbahaya sekalipun dimana anak masing-masing yaitu Zo dan Jane yang saling jatuh hati mendampingi orangtua mereka. Siapa yang akan unggul pada akhirnya?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Bintang Kawakibi Pictures dimana press conference tanpa pemutaran filmnya diadakan di Rolling Stone Cafe tanggal 4 November 2011 yang lalu.
Cast:
Deddy Corbuzier sebagai Deddy
Limbad sebagai Ki Ronggo Sewu
Vista Putri sebagai Cathy
Meiditha Badawijaya sebagai Jane
Hafil Andrio sebagai Zo
Denaya
Director:
Merupakan film ketujuh Walmer Sitohang setelah beberapa film esek-esek periode 90an.
Comment:
Ada yang mengenal nama Deodatus Andreas Deddy Cahyadi Sunjoyo? Rasanya tidak. Namun jika menyebut nama bekennya yaitu Deddy Corbuzier, rasanya publik Indonesia sudah dipastikan tahu dan mengikuti kiprahnya yang sudah lebih dari satu dekade malang melintang sebagai mentalist nomor wahid dalam pertunjukan live atau recording sekalipun yang kerapkali mengundang rasa heran dan decak kagum sekaligus.
Kini di tahun 2011, Deddy kembali mencoba “eksis” di layar lebar setelah sebelumnya mengisi layar gelas lewat sinetron Raja Sulap ataupun acaranya sendiri Hitam Putih berikut sederetan acara lainnya. Para produser macam Hengky Kurniawan, Lucky Hakim dkk pun mengutus nama Walmer Sitohang untuk duduk di belakang meja penulis maupun bangku sutradara. Sebuah keputusan yang tergolong nekad karena Walmer sendiri catatan filmografinya tidak membanggakan samasekali.
Hasilnya adalah skrip carut marut yang seakan ditulis oleh makhluk planet mana yang herannya mau bersusah payah turun ke bumi. Tiga poin utamanya adalah persaingan sengit Deddy dan Ronggo, keluarga masing-masing sampai putra-putri mereka yang menjalin hubungan. Sayangnya ketiga hal tersebut gagal total dieksplorasi, setidaknya secara logis. Satu sama lainnya saling melemahkan cerita dengan lobang disana-sini yang nyaris tidak termaafkan.
Deddy dan Limbad terlihat sama bingungnya mengusung konsep bukan sulap bukan sihir tanpa perbedaan yang nyata. Trik-trik yang diperagakan keduanya juga benar-benar membuat saya tidak mau membuka mata sedikitpun. Apa yang dipertontonkan Deddy di televisi rasanya 1011 kali lebih baik daripada ini. Sedangkan karakter Limbad tidak dijelaskan apakah bisu atau tidak mau bicara di sepanjang film semakin diperbodoh dengan penampilan aneh bin ajaib rambut awut-awutan, mata bohongan dan kostum hitam-hitam “man in bleki”. Astaganaga! *brb muntah
Berani-beraninya Zo dan Jane memeragakan peran ala Edward dan Bella Swan, lengkap dengan satu adegan jiplakan dalam Twilight. Mudah-mudahan mereka tidak keberatan menerima serangan tomat busuk 100 hari dari para fans franchise ini atas plagiasi tak bertanggungjawab. Alasan keduanya jatuh cinta juga dijelaskan lewat proses instan yang tak indah samasekali, hanya lewat tatapan mata, suara cempreng plus dandanan ala rocker takut sinar matahari? Dialog di antara keduanya pun teramat absurd hingga membuat saya merasa malu sebagai manusia. *masukpesawatulangalik
Sutradara Walmer juga tampaknya lupa bahwa ini adalah produksi film. Segala trik tentunya mampu dimanipulasi secara sempurna oleh efek grafis ataupun permainan kamera sekalipun. Atau jangan-jangan malah si Deddy Kok-Buset yang menolak triknya diganggu gugat secara sepihak? Seharusnya tim departemen produksi mau lebih bersusah payah menghadirkan segala sesuatu yang tidak pernah disaksikan penonton sebelumnya, bukan juga comotan adegan teror Ghostface dalam Scream yang langsung disajikan di depan mata!
The Mentalist sudah dipastikan akan masuk bursa persaingan memperebutkan gelar film terburuk tahun 2011 karena na’udzubillah berantakannya. Suatu proyek tidak penting yang tidak dibuat dengan niat, lihat saja nama-nama karakternya yang aneh pengucapannya dan berubah-ubah di sepanjang film. Upaya menyuguhkan twist di akhir cerita juga semakin menjadi-jadi ngaconya hingga mengalihkan perhatian kita dari duel yang sebetulnya paling ditunggu sejak menit pertama itu. Begitu credit title bergulir, saya hanya bisa bersyukur mendapati kantung muntahan yang mulai luber itu.
Durasi:
78 menit
Overall:
6 out of 10
Movie-meter:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar