Tagline:
Ditulikan oleh dendam, dibunuh oleh nafsu..
Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Sentra Films ini mengadakan pemutaran perdananya di Hollywood XXI pada tanggal 14 November 2012 yang lalu.
Film yang diproduksi oleh Sentra Films ini mengadakan pemutaran perdananya di Hollywood XXI pada tanggal 14 November 2012 yang lalu.
Cast:
Tyas Mirasih sebagai Magda
Keith Foo sebagai Bram
Amel Alvie sebagai Ira
Awang Sogi sebagai Royce
Febriyanie sebagai Inge
Zidni Adam sebagai Kojek
Anie Klaus sebagai Ayu
Tyas Mirasih sebagai Magda
Keith Foo sebagai Bram
Amel Alvie sebagai Ira
Awang Sogi sebagai Royce
Febriyanie sebagai Inge
Zidni Adam sebagai Kojek
Anie Klaus sebagai Ayu
Director:
Merupakan film kedua bagi Findo Purwono Hw di tahun 2012 setelah Fallin’ In Love.
Merupakan film kedua bagi Findo Purwono Hw di tahun 2012 setelah Fallin’ In Love.
W For Words:
Formula horor Indonesia saat ini memang sudah bergeser ke komedi seks. Bukan hanya aktris seksi berbikini tetapi juga aktor topless yang biasanya diakhiri dengan adegan berhubungan intim. Momok horor yang muncul biasanya berupa pocong dan/atau kuntilanak yang sedianya hanya jadi pelengkap. Tidak masalah jika skripnya digarap dengan rapi layaknya beberapa produksi Korea atau Thailand sehingga kualitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Karya terbaru Findo dari Sentra Films ini tak jauh berbeda dari yang sudah-sudah termasuk film terdahulunya Setan Budeg (2009) dari Maxima Pictures.
Formula horor Indonesia saat ini memang sudah bergeser ke komedi seks. Bukan hanya aktris seksi berbikini tetapi juga aktor topless yang biasanya diakhiri dengan adegan berhubungan intim. Momok horor yang muncul biasanya berupa pocong dan/atau kuntilanak yang sedianya hanya jadi pelengkap. Tidak masalah jika skripnya digarap dengan rapi layaknya beberapa produksi Korea atau Thailand sehingga kualitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Karya terbaru Findo dari Sentra Films ini tak jauh berbeda dari yang sudah-sudah termasuk film terdahulunya Setan Budeg (2009) dari Maxima Pictures.
Kojek baru saja diputus pacarnya Ira karena terlalu pelit. Ia lantas diyakinkan kawan-kawannya Magda, Inge, Royce dan Bram untuk membiayai rekreasi demi memulihkan sakit hati. Mobil butut dan penginapan murah bernama hotel Cempaka pun disewanya sehingga memancing protes. Mereka berlima akhirnya sepakat pindah ke hotel yang lebih bagus sebelum diganggu oleh pocong dan kuntilanak. Mau tak mau Kojek, Bram, Royce, Inge dan Magda kembali ke hotel Cempaka untuk mencari ketenangan dimana teror hantu budeg dengan tusuk konde telah menanti.
Skrip yang ditulis oleh Midhu Laksana ini berisikan setiap elemen klise yang ada di sebuah film horor sebut saja foto berpenampakan, penginapan berhantu lengkap dengan kuntilanak bermuka pucat dan pocong berwajah bubur. Namun tidak adanya logika memadai yang melatarbelakangi membuat semuanya berantakan seperti motif perjalanan yang mengada-ada, reaksi atas kejadian yang tidak relevan dsb. Kesemua itu membuat kepedulian anda terhadap karakter-karakternya menjadi nol, tidak akan melihat lagi betapa menariknya penampilan fisik mereka di layar lebar.
Sutradara Findo tak berupaya menjadikannya lebih watchable lagi. Pengulangan formula dari judul-judul yang ditanganinya kembali dimasukkan. Momok hantu budeg itu sendiri yang seharusnya kuat tak lagi istimewa. Permainan kamera shaky untuk menegaskan teror suara yang membuat seseorang budeg samasekali tidak inspiratif kalau tidak mau dibilang konyol. Ya ya ya, saya tahu kalau hantu yang membunuh manusia dengan cara menusuk telinganya itu memang inovatif tapi belum cukup untuk menghadirkan unsur kengerian yang diharapkan.
Saya katakan Hantu Budeg adalah repetisi formula Setan Budeg dalam bentuk lain tapi tidak ditunjang oleh kualitas yang lebih baik. Akting predictable dari Tyas dan Keith tak mampu ditutupi terlepas dari sensualnya adegan intim yang mereka lakukan. Lagi-lagi sebuah horor komedi yang akan segera anda lupakan dalam hitungan detik begitu meninggalkan gedung bioskop. Kualitas skrip yang memadai tampaknya masih menjadi masalah utama yang dihadapi industri perfilman Indonesia layaknya sebuah masakan yang tidak akan enak rasanya jika tak ditunjang oleh bahan dan bumbu yang tepat. Sampai kapan mereka (atau kita) akan pura-pura “tuli” mendengar kritik serupa?
Durasi:
88 menit
88 menit
Overall:
6.5 out of 10
6.5 out of 10
Movie-meter:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar