Selasa, 22 November 2011

FISFIC VOL. 1 : Enam Teror Omnibus Urban Lokal


@film_bioskop bekerjasama dengan akun @film_Indonesia membuka jalur khusus pemesanan DVD yang layak dikoleksi. Caranya mudah, cukup mention salah satu akun tersebut perihal ketertarikan judul yang diminati. Lalu kirimkan email ke official.filmIndonesia@gmail.com / official.filmbioskop@gmail.com yang menyertakan nama, alamat dan nomor telepon/ponsel yang dapat kami hubungi.

Untuk penawaran akhir bulan November ini ada "FISFiC Vol.1", sebuah film omnibus bergenre horor/thriller/fantasi yang baru saja diputar @iNAFFF pertengahan November 2011 lalu.

Agar lebih meyakinkan anda akan menariknya 6 film pendek garapan filmmaker masa depan Indonesia tersebut, silakan baca ulasan Database Film berikut:


Overview:
MEALTIME (20 min) by Ian Salim
”Surprising hidden agenda keeps u guessin. Consistent tone color added with good artistic. Catchy scoring music as well!”

Ian adalah sutradara yang pandai menyatukan konsep terlepas dari segala keterbatasan yang ada. Konsistensi warna yang digunakan menutupi kekurangan fokus kinerja kamera yang terkadang terlihat terlalu wide. Beruntung scoring music dari Albert Juwono berhasil menciptakan dinamika tersendiri untuk mempertahankan intensitas film.

Abimana Arya memang terlihat paling menonjol sebagai sipir bernama Sutisna dimana ekspresi kalutnya tertangkap dengan baik. Sayangnya terdapat beberapa pemotongan adegan yang menyebabkan eksplorasi hubungan antar karakternya menjadi sedikit terganggu. Satu sama lain terasa berakting sendiri-sendiri sesuai porsinya.

Khusus sobat saya, Josep Alexander. Pengalaman pertama ini patut disyukuri tetapi rasanya belum bisa dinilai banyak karena terlalu sedikitnya porsi yang diberikan dalam sebuah film pendek. Ada baiknya melatih mimik muka dan intonasi suara di kemudian hari karena amat kentara jika harus syut close-up scenes agar tidak terkesan datar.

Mealtime dengan misteri sipir-narapidana yang terjaga hingga akhir walau twistnya tidak luar biasa menempati peringkat 4 dalam Fisfic Vol. 1 versi Databasefilm.


RENGASDENGKLOK (19 min) by Dion Widhi Putra
“Rengasdengklok Interesting animation concept opens unimagineable thriller. Laughable till the end in a fun way experiment. “

Ide Yonathan Lim menyuguhkan sesuatu yang berbau nasionalisme jelas memiliki added value tersendiri apalagi dikaitkan dengan perjuangan kemerdekaan. Eksekusi Dion yang membuka thriller ini dengan sekelumit animasi kreatif juga patut diacungi jempol selain fakta bahwa penggunaan efek kamera lawas memang relevan dalam menghadirkan keotentikan gambar-gambar “tempo doeloe”.

Hosea Aryo, Surja, Ari dkk menyuguhkan akting seadanya tetapi tetap fun to watch, berulang kali membangkitkan senyum ataupun tawa penonton melihat wajah-wajah muda mereka dalam balutan kostum hijau tersebut. Make-up dan body language zombie-zombie ala Jepang di tengah hutan itu juga sedikit “tidak biasa” sebagai suguhan maut.

Rengasdengklok adalah terobosan peristiwa rahasia yang harus terjaga, fiktif tetapi provokatif menjadikannya ranking 5 dalam Fisfic Vol. 1 versi Databasefilm.


THE RECKONING (22 min) by Zavero G. Idris
“Has some very good editing and cinematography, not to mention the acts. I wish it was subtitles added.”

Zavero tampaknya terinspirasi dari gaya thriller penyanderaan bergaya documenter yang banyak digarap oleh sineas Hollywood. Demi melokalkan film pendeknya ini, maka digunakan sinematografi “hitam putih” ala Jonathan Hoo yang digabungkan dengan original score berbau musik tradisional dari Bhismo Kunokini. Pergerakan kameranya yang dinamis menyorot segala sisi ruang dalam sebuah rumah mewah ini memang menjadi kelebihan tersendiri.

Emil Kusumo mungkin mengingatkan anda akan Yama Carlos. Akting yang belum terlalu matang tetapi usahanya cukup terlihat maksimal. Nicole Jiawen Lee yang berwajah oriental terasa pas mengisi peran istri terabaikan yang seakan terpenjara dalam status rumah tangga belaka. Sebaliknya Katharina Vassar yang berwajah Indo itu teramat fasih berbahasa Inggris dan menjadikan dirinya villain yang unik.

The Reckoning cukup layak tonton dengan kinerja DoP yang ciamik menghadirkan teror metropolitan beresensikan perjanjian “tradisional” ini. Sayangnya penerjemahan konflik yang dirasa terlalu berlarut-larut membuat posisinya berada di urutan terbawah versi Database Film.


RUMAH BABI (22 min) by Alim Sudio
“Chinese horror style creates the perfect atmosphere. Great angles with sudden turns provide u memorable goosebumps!”

Alim adalah nama yang sudah mulai dikenal oleh pecinta film Indonesia karena keterlibatannya dalam beberapa proyek layar lebar sebelum ini. Oleh karena itu, cukup mengejutkan melihatnya muncul dalam kompetisi FISFiC yang notabene diperuntukkan bagi para pemula ini. Meski demikian, gaya dokumenter yang dikombinasikannya dengan horor amat berhasil membangun atmosfir menyeramkan yang dibangun oleh unsur gore dari manusia dan binatang itu sendiri.

Anwari Natari yang berpengalaman di panggung teater lumayan berhasil menghidupkan tokoh Darto, filmmaker ambisius yang mengabaikan hati nurani. Debut menarik Nala Amrytha yang bermain sebagai sang “korban” A Hun dengan kostum dan make-up yang amat mendukung perannya bahkan menyanyikan sendiri lagu berbahasa Mandarin gubahan Ng Su Chen yang kerapkali mendirikan bulu kuduk tersebut.

Rumah Babi yang sesungguhnya mengingatkan kita akan tragedi 1998 yang melibatkan etnis Cina itu secara konsisten mengajak penonton untuk benar-benar masuk ke dalam rumah kuno tersebut sambil menikmati sebagian kejutan tak terduga yang memantapkannya pada posisi teratas versi Database Film.


EFFECT (20 min) by Adriano Rudiman
“Nicely done from action to reaction sequential. Very urban characterization and storytelling. Sympathy for guilty feeling! “

Adriano Rudiman adalah salah satu nama yang patut ditunggu gebrakannya di masa depan. Citarasa filmmaker masa kini yang dimilikinya benar-benar terasa dalam short movie yang bergaya urban ini terutama dari kinerja kamera yang efisien dengan syut jauh dekatnya. Sekuensi cerita disuguhkan secara dinamis dimana scene demi scene tersusun rapi menggiring penonton untuk mengikuti hingga akhir.

Sita Nursanti menjiwai peran “killer boss” dengan meyakinkan lewat serangkaian bahasa tubuh, sorot mata sampai intonasi suara yang tegas. Sedangkan Tabitha menampilkan karakter wanita karir modern yang bercita-cita meningkatkan taraf hidupnya dengan kenaikan jabatan yang sudah berada di pelupuk matanya itu. Berbagai tokoh pendukung lain juga sukses menekankan arti “kerjasama” yang kompak satu sama lainnya.

Effect mencerminkan thriller mystery yang stylish mengenai isu dunia kerja yang seringkali tidak ramah bagi para profesional itu dengan sudut pandang yang memikat dan tidak biasa. Amat layak menaruhnya pada anak tangga ketiga versi Database Film.


TAKSI (16 min) by Arianjie AZ
“Horrifying incident with unpredicted twists. True engaging from start to finish. Again Shareefa rocks! “

Nadia Yuliani tampaknya memahami kesulitan kaum wanita saat sendirian dalam belantara ibukota di malam hari sehingga terciptalah sebuah skrip menarik bergaya feminis. Arianjie berhasil memanfaatkan ruang sempit di dalam sebuah kendaraan yang tengah berjalan dengan ciamik untuk menarasikan cerita dengan begitu alami. Bukan kebetulan juga jika setting lokasinya teramat familiar karena dekat dengan area perkantoran saya.


Shareefa sekali lagi membuktikan dirinya sebagai aktris spesialis thriller. Lihat bagaimana teraniayanya dia dalam situasi yang paling tidak diinginkannya. Tak kalah cemerlang adalah tiga pemeran pria yang berlaku sebagai “subyek” kali ini yaitu Hendra Louis, Manahan Hutauruk dan Alex Loppies dimana mereka benar-benar terlihat begundal dengan agenda tersembunyinya masing-masing.

Taksi menunjukkan apa arti intensitas tinggi yang dibutuhkan oleh sebuah film pendek untuk menyampaikan sesuatu terlepas dari sedikitnya waktu yang diberikan. Twist yang begitu mengejutkan menghadiahinya predikat nomor dua versi Database Film.

Durasi:
119 menit

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar