Kamis, 02 Juni 2011

KENTUT : Pengharapan Sepele Puncak Persaingan Politik

Quotes:
Jasmera: Jadi kalo masih ada yang tergilas, itu wajar. Apalagi tertindas, itu juga masih wajar. Sebab kesengsaraan memang diciptakan untuk manusia..

Storyline:
Kabupaten Kuncup Mekar dipimpin oleh Bupati Anwar yang segera mengakhiri masa jabatannya. Dua kandidat kuat penggantinya adalah Patiwa dan Jasmera yang memiliki program masing-masing yang sangat bertolak belakang. Patiwa jelas idealis sedangkan Jasmera radikal dan keduanya harus menjalani serangkaian debat agar publik dapat menentukan pilihannya. Ketika sebuah insiden menimpa Patiwa yang mengharuskannya dirawat di rumah sakit, Jasmera merasa berada di atas angin dan mulai menghalalkan segala cara. Kesembuhan Patiwa membutuhkan waktu dan harus ditandai dengan keluarnya kentut terlebih dahulu sebelum putaran kedua dimulai..

Nice-to-know:
Diproduksi oleh Citra Sinema dan gala premierenya diselenggarakan di PPHUI pada tanggal 30 Mei 2011 yang lalu.

Cast:
Deddy Mizwar sebagai Jasmera
Ira Wibowo sebagai Irma
Keke Soeryo sebagai Patiwa
Cok Simbara sebagai Dokter Ferru
Iis Dahlia sebagai Delarosa
Anwar Fuady sebagai Bupati Anwar
Rahman Yakob sebagai Rahman Sianipar
Hengky Tornando

Director:
Merupakan film ketiga bagi Aria Kusumadewa yang memenangkan gelar Sutradara Terbaik di ajang Festival Film Indonesia 2009 di karya sebelumnya yaitu Identitas.

Comment:
Nyaris tanpa gaung tiba-tiba film ini muncul dengan judul satu kata yang sangat enteng. Namun melihat nama-nama di belakangnya, optimisme akan sebuah film lokal berkualitas pun mencuat. Siapa yang tidak kenal Deddy Mizwar? Dan kali ini ia bertandem dengan Aria Kusumadewa yang meskipun baru menghasilkan dua film sebelumnya tapi sudah diakui eksistensinya sebagai sutradara papan atas Indonesia.
Plotnya sendiri terdiri dari tiga babak yang mudah dicerna dan faktual dengan kondisi politik negara ini. Babak pertama, pengenalan dua kubu yang saling bersaing. Babak kedua, debat terbuka demi meyakinkan publik akan program masing-masing. Babak ketiga, keterlibatan banyak pihak dalam melakukan intervensi sosial politik terhadap kedua pihak tersebut. Lihat bagaimana segala kompleksitas tersebut tersaji lewat interaksi-interaksi cerdas dalam balutan dialog-dialog sinis di antara tokoh-tokohnya, tak jarang memancing tawa membahana audiens yang menyaksikannya.
Deddy menunjukkan kelasnya dalam peran Jasmera. Penampilannya yang sangat tidak sedap dipandang dengan segala jenis warna merah yang melekat di tubuhnya itu berbanding lurus dengan pola pikirnya yang mengagungkan poligami dan hedonisme yang bertanggungjawab. Tanpa lupa aksen dan gaya bicaranya tak jarang menyindir tokoh-tokoh masyarakat yang sudah dikenal luas. Tidak perlu saya sebutkan disini karena hanya akan memprovokasi tanpa dasar. Jauh bertolak belakang dengan peran Nagabonar yang idealis itu.
Keke yang mengawali karirnya di dunia modeling ternyata memikat dalam debutnya sebagai aktris ini. Peran Patiwa berhasil mencuri perhatian di paruh pertama film dimana sosok wanita keibuan yang arif dan bijaksana terbukti memenangkan hati calon pemilihnya. Ira Wibowo juga tak kalah konsisten sebagai asistennya yang bernama Irma. Lihat interaksinya dengan Dokter Ferry yang secara mengejutkan menandai kembalinya Cok Simbara di ajang layar lebar. Jangan lupakan pula kontribusi Rahman Yakob sebagai Kepala Satpam yang berkarakter unik itu.
Sutradara Aria kembali menggunakan pendekatan personal dalam membangun karakterisasi para tokohnya disini. Penegasan konflik di babak pertama dan kedua memang jauh lebih tajam dan menarik karena terpusat pada karakter Patiwa dan Jasmera saja. Sedangkan di babak ketiga, ia terkesan berupaya menjejali penonton dengan berbagai macam karakter dari yang paling penting hingga tidak terlalu penting. Hal ini menyebabkan film sedikit keluar dari jalurnya meski apa yang disuguhkannya tetaplah menarik untuk disimak.
Kentut merupakan suguhan satir yang sukses menyentil masyarakat kita sendiri. Persaingan kekuasaan dan kepentingan di tingkat Kabupaten ini jelas dapat diaplikasikan pada skala yang lebih besar lagi. Sayangnya Aria yang juga bertindak sebagai penulis skrip telanjur menganggap penonton sudah tahu bagaimana menyimpulkan endingnya sehingga memutuskan untuk mengakhirinya dengan lebih cepat tanpa banyak konklusi. Namun usahanya tetap harus diapresiasi karena menyajikan sesuatu yang berani sekaligus berbeda di jaman yang serba tidak kondusif ini.
Kentut memang tidak selalu berbau ataupun bersuara, tapi proses pembuangan gas itu sendiri tidak pernah dapat dipungkiri. Sama halnya seperti manusia dalam bersikap ataupun berpendapat, pasti memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai.

Durasi:
85 menit

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar