Storyline:
Syamsul mulai menjalani hari-hari barunya sebagai santri muda di Pesantren Al Furqon. Sayangnya ia difitnah oleh sahabatnya sendiri, Burhan yang mengakibatkan diusir dari Pesantren dengan tidak hormat. Keluarganya juga tidak mempercayainya sehingga membuat hati Syamsul terluka. Iapun pergi meninggalkan semuanya dan menjadi pencopet handal. Dalam perjalanan ia sempat menyelamatkan Zizi yang ditodong, bahkan Silvi yang ia copet dompetnya. Akankah pada akhirnya Syamsul kembali ke jalan yang benar dan mampu secara bijaksana memilih jodoh terbaiknya?
Nice-to-know:
Diproduksi oleh Sinemart Pictures dan gala premierenya dilangsungkan di Gandaria City XXI tanggal 21 Desember 2010.
Cast:
Dude Harlino sebagai Syamsul Hadi
Asmirandah sebagai Silvi
Meyda Sefira sebagai Zizi
Boy Hamzah sebagai Burhan
Tsania Marwa
El Manik
Ninik L. Karim
Elma Theana
Umar Libus
Neno Warisman
Iszur Muchtar
Berliana Febriyanti
Kaharudin Syah
Director:
Jika dalam dwilogi Ketika Cinta Bertasbih, Habiburrahman El Shirazy mempercayakan Chaerul Umam untuk duduk di kursi sutradara maka kali ini ia mendapuk dirinya sendiri.
Comment:
Bisa dibilang 50 menit pertama film ini terlalu alot untuk dicerna. Konflik intern dalam diri Syamsul terasa terlalu didramatisasi tanpa pendalaman karakter yang masuk akal. Penonton dipaksa menerima permasalahan begitu saja tanpa peduli mengundang simpati atau sebaliknya. Bayangkan seseorang yang sudah difitnah sedemikian rupa kemudian melakukan sesuatu yang dituduhkannya. Walaupun bertujuan baik rasanya kita akan mengernyitkan dahi menyaksikannya. Beruntung di paruh kedua, segala permasalahan disampaikan dengan lebih menarik dan berkembang secara natural. Lompatan emosi antar tokohnya mulai dapat dirasakan disini. Meskipun pada akhirnya terasa sedikit ngebut dengan banyaknya subplot demi subplot yang berusaha dijabarkan.
Penunjukkan Dude sebagai Syamsul sedikit beresiko karena ia lebih dikenal sebagai aktor layar gelas yang secara notabene berbeda jauh dengan layar kaca. Dan kekhawatiran saya terbukti karena Dude terasa naik-turun dalam menjiwai karakternya. Keterampilannya sebagai ustadz justru tidak terlalu ditonjolkan disini, hanya di kulit luarnya saja. Namun transformasi yang dilakukannya masih tergolong lumayan dan setidaknya terlihat meyakinkan sebagai sentralisasi cerita. Sebaliknya Asmirandah berhasil mencuri perhatian dengan karakter Silvi yang tidak hanya cantik tetapi juga soleh dan berani bersikap. Meyda Sefira masih kurang mendapat porsi yang layak sehingga terkesan menjadi pelengkap saja sebagai Zizi.
Kang Abik sebagai sutradara memang harus diakui berkemampuan menyajikan drama religi yang mengusung banyak problema tapi sayangnya masih terlalu teaterikal. Banyak sekuens yang terasa berlompatan disana-sini sehingga mengganggu proses penceritaan itu sendiri. Musik yang digunakan sebagai latarnya merupakan bantuan yang sangat berarti bagi film ini untuk membangun mood. Endingnya cenderung bisa ditebak dengan mudah oleh anda semua. Dalam Mihrab Cinta tidaklah sefenomenal KCB dalam berbagai aspeknya tetapi setidaknya dapat dijadikan obat penawar rindu anda akan kehadiran drama religi itu sendiri.
Durasi:
105 menit
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
6-sampah!
6.5-jelek ah
7-rada parah
7.5-standar aja
8-lumayan nih
8.5-bagus kok
9-luar biasa
Kayaknya Masih Menggurui ya Film ini, soalnya berbau Pesantren. Saya orang Pesantren, agak nggak suka dengan film2 yg berasal dari kang abik. Cinta yg dibalut religi. Senetron. nggak kayak 3 Doa 3 Cinta. Realitas banget.
BalasHapus