Sabtu, 28 September 2013

INSIDIOUS : CHAPTER 2 Lambert’s Horror Saga Goes Full Circle


Quote:
Young Elise Rainier: In my line of work things tend to happen when it gets dark.

Nice-to-know:
Ketika Specs dan Tucker memasuki rumah Elise, terdapat lukisan African Tribal tergantung di dinding. Sama persis dengan yang ada di kamar Daniel dan rumah nenek di Paranormal Activity 2 dan 3.

Cast:
Patrick Wilson sebagai Josh Lambert
Rose Byrne sebagai Renai Lambert
Ty Simpkins sebagai Dalton Lambert
Lin Shaye sebagai Elise Rainier
Barbara Hershey sebagai Lorraine Lambert
Steve Coulter sebagai Carl
Leigh Whannell sebagai Specs
Angus Sampson sebagai Tucker


Director:
Merupakan feature film ketujuh bagi James Wan yang memulainya lewat Stygian (2000).

W For Words:
Masih segar dalam ingatan bagaimana The Conjuring sukses menakuti jutaan penonton Indonesia dua bulan lalu. Film yang kemudian menjadi summer hit dimana-mana bahkan dinobatkan sebagai salah satu horor terbaik sepanjang masa. Berlebihan? Tidak. We all know the mastermind behind it. None other than the talented James Wan. Pria kelahiran Malaysia tersebut, bahkan sebelum dua filmnya di tahun 2013 beredar, sudah menyatakan cukup dengan genre yang satu ini. Kabar yang tidak menggembirakan mengingat tak banyak sutradara yang ahli sepertinya. Namun keputusan tersebut dirasa masuk akal, terlebih semua trik miliknya mungkin sudah dikeluarkan, dimana anda akan mulai terbiasa dibuatnya. His bag of tricks might be empty after this! Let him fastforward to FF7 then.

Kematian misterius cenayang Elise Rainier membuat polisi mencurigai Josh Lambert sebagai pelakunya meski sang istri Renai membela habis-habisan. Mereka sepakat mengungsi ke rumah masa kecil demi suasana baru bersama sepasang putra Dalton-Jordan dan bayi mereka Cali. Lambat laun kelakuan Josh mulai aneh, bersamaan dengan teror supernatural yang menghampiri Renai. Ibu Josh, Lorraine lantas menghubungi rekan lama Elise, Carl untuk menguak misteri masa lalu dengan bantuan dua asisten Elise, Specs dan Tucker di sebuah rumah sakit tua sebelum semuanya benar-benar terlambat.
Dua tahun lalu Insidious menggebrak dengan horor psikologis yang memperkenalkan proyeksi astral. Penulis Whannell dan Wan langsung melanjutkan kejadian dari ending tersebut hingga membentuk satu kesatuan utuh. Klausa sebab akibat dijelaskan melalui dua plot yang berjalan bersisian. Beruntung mereka tidak terang-terangan mendikte logika penonton saat melakukannya. Nalar kita tetap dibiarkan bebas berasumsi sekaligus menganalisa di sepanjang prosesnya. Tidak sulit bagi anda yang memiliki banyak referensi dari puluhan (bahkan ratusan) horror/thriller sebelumnya.

Wilson dan Byrne yang pada prekuelnya mendapat karakter 'linier' kali ini berkesempatan lebih untuk mengeksplorasi kemampuan akting mereka. Shaye yang sebenarnya digambarkan sudah tiada justru masih memegang peranan kunci di sini. Begitupun Hershey yang harus menggunakan ingatan masa lampaunya untuk menarik benang merah dari semua kutukan yang menimpa. Duet pinpinbo Whannell dan Sampson memang berfungsi mencairkan suasana mencekam dengan aksi komedi mereka di beberapa bagian. Si kecil Simpkins yang sebelumnya menjadi sentral cerita di sini kebagian porsi yang minim tapi memorable, terlebih di bagian ber'telepon'. Penampilan Fitzpatrick dan Bisutti terbilang tidak mengecewakan walaupun harus terbantu dengan tim make-up dan wardrobe.
Sutradara Wan memang mahir menerapkan slogan, "It comes when least expected." Adegan-adegan yang dijamin membuat anda terpekik atau terlompat dari kursi. Setting rumah masa kecil Josh yang dominan warna lampu merah kuning temaram dengan ruang yang saling terhubung sudah cukup efisien sebagai panggung bercerita, ditambah lagi dengan rumah sakit terbengkalai yang menyimpan banyak misteri gelap. Konsep ruang dan waktu yang saling bertubrukan mungkin akan menjadi pertanyaan anda. Sah-sah saja mengingat selalu ada 'pintu' psikologis yang bisa menjungkirbalikan seluruh peristiwa. Scoring music dari Joseph Bishara kian memperkuat nuansa creepy yang dibangun. Judul ber font merah dan sound yang mendirikan bulu kuduk yang mengiringinya bahkan masih dipertahankan.

Insidious Chapter 2 terlepas dari pergeseran genre menjadi psychological thriller yang justru lebih menonjolkan kekerasan fisik tetap memikat sebagai tontonan yang tak boleh dilewatkan. Uniknya bagi saya yang beragama Buddha, premis film ini sangat kental dengan hukum karma dan hypnotherapy yang belakangan kerap dibahas. Bagaimana seseorang melacak masa lalunya untuk memperbaiki apa yang salah. Bagaimana karma seseorang bisa mempengaruhi karma orang lain. Tak ada pengulangan formula yang biasanya jadi stereotype sebuah sekuel. It will come in full circle. Another benchmark in Wan's young career that should be fully appreciated. It’s not only about haunted house but keeping what you love most before taken away.

Durasi:
106 menit

U.S. Box Office:
$69,349,509 till September 2013

Overall:
8 out of 10

Movie-meter:

1 komentar:

  1. Chapter 2 udh nonton...skrg chapter 3 yg blumm....udh gag sbar.. 😱😁

    BalasHapus