Jumat, 24 Mei 2013

FAST AND FURIOUS 6 : Still Drives You Crazy Fun



Quote:
Brian O'Conner: Maybe the Letty we once knew is gone.
Dominic Toretto: You don't turn your back on family, even when they do.


Nice-to-know:
Michelle Rodriguez yang memerankan karakter Letty tidak memiliki SIM sampai syuting seri pertama dari franchise ini dimulai.


Cast:
Vin Diesel sebagai Dominic Toretto
Dwayne Johnson sebagai Luke Hobbs
Paul Walker sebagai Brian O'Conner
Michelle Rodriguez sebagai Letty Ortiz
Luke Evans sebagai Shaw
Elsa Pataky sebagai Elena
Gina Carano sebagai Riley
Jordana Brewster sebagai Mia Toretto
Joe Taslim sebagai Jah

Director:
Merupakan film keempat dari franchise Fast & Furious yang ditangani Justin Lin setelah tiga seri terakhirnya.


W For Words:
Jika kebanyakan franchise film Hollywood kualitasnya menukik tajam dari satu seri ke seri lain, tampaknya kasus itu tidak berlaku pada Fast & Furious. Adalah Justin Lin, pria kelahiran Taipei tahun 1973 yang sukses melakukan upgrade semenjak seri ketiganya bersubtitel Tokyo Drift (2006) yang berlanjut hingga seri keenamnya tahun ini. Bukan hanya itu kabar baiknya, aktor Indonesia yang sedang naik daun bernama Joe Taslim turut ambil bagian. Debut Hollywood nya ini dilakoni dengan semboyan “talk less, kick more.” dan hasilnya cukup mencuri perhatian sebagai Jah! We should be proud of him.
 
Usai perampokan di Rio, Dom disambangi Hobbs yang meminta bantuan mereka melacak sindikat pencurian internasional khusus alat-alat militer canggih yang dikepalai oleh Shaw. Dom menyanggupi dengan imbalan kebebasan bagi seluruh anggota timnya, Tej, Roman, Han, Gisele dam Brian yang terpaksa meninggalkan Mia dan bayi mereka. Asisten Hobbs, Riley menemukan fakta bahwa kekasih Dom yang dikira tewas, Letty ternyata hilang ingatan akibat kecelakaan hingga memihak Shaw sekarang ini. Mereka bertolak ke London demi memulai permainan kucing tikus yang menegangkan.
 
Skrip yang ditulis oleh Chris Morgan ini setidaknya membuktikan bahwa tidak selamanya film aksi berbujet besar dipersenjatai dengan skrip yang bodoh. Jika di masa lampau ada Die Hard, Lethal Weapon dsb maka yang satu ini meneruskan tradisi serupa. Tentunya dengan tambahan twist tersembunyi di penghujung film. Oke mungkin masih ada percakapan one-liner yang cheesy tapi secara keseluruhan tidak mengurangi unsur
fun. Plotnya masih berjalan pada pakem yang sama yaitu parade fast cars dan high octane action sequences yang akan memacu adrenalin anda dari menit pertama hingga terakhir.

Jika sebelumnya Diesel dan Johnson berhadapan maka kali ini mereka bekerjasama untuk memerangi Wilson. Konsentrasi anda akan terpecah menjadi Dom cs dan Shaw cs layaknya dua kelompok superhero yang kontradiktif dengan keahlian tiap personil yang spesifik. Lihat bagaimana pertarungan pamungkas disesuaikan dengan gender dan bobot tubuh masing-masing. Sutradara Lin rupanya tahu betul membagi porsi keseluruhan aktor-aktris yang terlibat di sini dimana ‘panggung bermain’ sudah disiapkan sedemikian rupa agar penonton nyaris tak memiliki waktu untuk menghela nafasnya.
Word mouth battle antara Bridges dan Gibson jadi satu atraksi sendiri untuk memancing tawa. Sedangkan romantisme Gadot dan Kang mendapat bagian yang lebih dibandingkan Walker dan Brewster. Tentunya tidak sampai melebihi beratnya dilema Diesel dan Rodriguez yang dihadapkan pada pilihan sulit untuk meneruskan hubungan mereka. Posisi Johnson tak kalah dominan sebagai “hakim” antara dua regu yang berseteru. Terlepas dari porsi minim yang diberikan, pendatang baru dalam franchise yaitu Carano dan Taslim lumayan memorable.

Fast & Furious 6
adalah suguhan brainless yang tahu bagaimana menyenangkan penonton dan tentunya mengeruk keuntungan besar dari peredaran domestik dan internasionalnya. Tak perlu repot menerka apakah seri ini akan berlanjut karena adegan selepas credit-title sudah menjawabnya. Nilai plus yang paling terasa dalam franchise ini adalah evolusi para tokohnya dan kekuatan chemistry di antara cast nya sehingga anda selalu peduli pada sepak terjang dan kelanjutan nasib mereka. Eventhough a little below Fast Five (2011) in terms of logically presentation, this one still drives you mad inside the cinemas.

Durasi:
130 menit


U.S. Box Office:
$117,036,995 till May 2013


Overall:
8 out of 10


Movie-meter:

 

Rabu, 22 Mei 2013

THE GREAT GATSBY : Timeless Love Issue About ‘What-If' Curiosity


Quote:
Nick Carraway: You can't repeat the past.
Jay Gatsby: Can't repeat the past? Why, of course you can.

Nice-to-know:
Syuting sempat tertunda tatkala sutradara Baz Luhrmann terantuk crane kamera yang berujung pada tiga jahitan di kepala.

Cast:
Leonardo DiCaprio sebagai Jay Gatsby
Carey Mulligan sebagai Daisy Buchanan
Tobey Maguire sebagai Nick Carraway
Joel Edgerton sebagai Tom Buchanan
Isla Fisher sebagai Myrtle Wilson 
Jason Clarke sebagai George Wilson
Elizabeth Debicki sebagai Jordan Baker
Amitabh Bachchan sebagai Meyer Wolfsheim

Director:
Merupakan feature film kelima bagi Baz Luhrmann setelah terakhir menangani Australia (2008).

W For Words:
Karakter Jay Gatsby memang fiktif. Namun fakta itu tidak menghalangi kesuksesan novel karangan F. Scott Fitzgerald berjudul The Great Gatsby yang terbit di tahun 1925. Betapa tidak, penulis asal Amerika Serikat tersebut berhasil memotretkan sejarah kehidupan sosialita Amerika pada masa ‘Roaring Twenties’ yang kental dengan kemakmuran ekonomi hingga memicu terjadinya berbagai tindak kriminal. Nah, tentunya anda sudah memiliki gambaran bagaimana seorang sutradara sekelas Baz Luhrmann akan mengadaptasinya ke layar lebar versi kedua apalagi didukung dengan jajaran cast yang menjanjikan.

Nick Carraway yang bekerja sebagai salesman di desa West Egg kerap diundang ke rumah sepupunya Daisy yang merupakan istri dari Tom Buchanan. Mereka mengenalkan Nick pada Jordan Baker, atlet golf ternama. Belakangan diketahui Tom memiliki affair dengan Myrtle, istri George Wilson yang tinggal di lingkungan kumuh. Suatu saat Nick berkenalan dengan konglomerat misterius Jay Gatsby yang ternyata pernah menjalin cinta dengan Daisy lima tahun lalu. Lewat bantuan Nick, api cinta mereka kembali berkobar. Kemana affair tersebut akan berujung? 

Luhrmann yang juga menangani skripnya langsung bersama Craig Pierce akan membangkitkan imajinasi penonton dengan kedetilan sisi teknis yang begitu tajam. Pesta super megah dimana semua undangan tampil dalam kostum stylish retro merupakan treatment tersendiri. Efek 3D yang dihasilkan terbilang memuaskan kecuali pada beberapa bagian percakapan. Sedikit gangguan bagi saya ada pada musik kombinasi pop ballad dengan hip-hop yang dirasa masih terlalu modern dari Shawn Carter alias Jay Z untuk nuansa tahun 20an yang seharusnya lebih dekat dengan jazz.

Tak mudah menerjemahkan karakter Gatsby yang terlihat tegar dan ambisius di luar tapi sensitif dan emosional di dalam. DiCaprio yang sudah tidak terlalu tampak babyface lagi melakukannya dengan gemilang sesuai evolusi karakteristiknya. Aktris kesayangan saya Mulligan juga menjiwai tokoh Daisy dengan semangat tinggi tanpa harus kehilangan sifat manja dan feminisnya. Edgerton yang semakin bersinar menunjukkan determinasi tinggi ketika berhadapan langsung dengan DiCaprio. Tokoh Tom yang terkesan ignorant justru posesif dan penuh perhitungan. Mereka membangun pondasi cinta segitiga lewat alasan dan motif yang juga sama kuatnya.

Kembalinya salah satu aktor favorit saya Maguire selepas dari karakter Peter Parker (2002-2007) ini mengobati kerinduan. Bagaimana mata lebar dan senyum khasnya terasa pas dalam diri Nick yang naïf sekaligus narator first person yang baik. Fisher dan Clarke juga tampil ciamik sebagai pasutri Wilson nan oportunis yang hidup di kota buangan lengkap dengan citarasa quirky masing-masing. Pendatang baru Debicki di luar dugaan lumayan mencuri perhatian lewat peran Jordan yang cantik menggoda. Penampilan khusus Amitabh Bachchan kian melengkapi nama-nama sohor yang terlibat di dalamnya.

The Great Gatsby versi terbaru ini mampu terlihat nyata dan absurd secara bersamaan. Kekuatan sebuah literatur klasik yang terbangun hidup tanpa harus melewati proses analisa mendalam. Penonton juga dapat menangkap metafora lewat simbolisasi kaya di sepanjang film, salah satu yang paling memorable bagi saya adalah konsep ‘green light’ yang melambangkan mimpi. It’s a mix of classic and modern Hollywood grandeur which deliver timeless love issue about 'what if' curiosity.

Durasi:
142 menit

U.S. Box Office:
$93,398,909 till May 2013

Overall:
8.5 out of 10

Movie-meter:

Jumat, 17 Mei 2013

STAR TREK INTO DARKNESS : Mesmerize Space Voyage Favors Non Trekkies


Quote:
James T. Kirk: If Spock were here, and I were there, what would he do?
Scotty: He'd let you die.

Nice-to-know:
Menurut J.J. Abrams, konsep perjalanan waktu dan kenyataan alternatif yang digunakan pada seri terdahulu mendorong kemungkinan adanya reboot film baru.

Cast:
Chris Pine
sebagai James T. Kirk
Zachary Quinto sebagai Spock
Zoe Saldana sebagai Uhura
Karl Urban sebagai Bones
Simon Pegg sebagai Scotty
John Cho sebagai Sulu
Benedict Cumberbatch sebagai Khan
Anton Yelchin sebagai Chekov
Bruce Greenwood sebagai
Pike

Director:
Merupakan feature film ke
empat bagi J.J. Abrams setelah terakhir menangani Super 8 (2011).

W For Words:
Apabila menilik sejarah panjang Star Trek dari serial televisi hingga film layar lebar, niscaya anda akan menemukan ratusan judul/episode dengan puluhan aktor-aktris yang pernah memerankan multi karakter dalam franchise ini. Lantas apa bedanya dengan garapan J.J. Abrams melalui dua seri reboot nya yang terpaut empat tahun sejauh ini? Jawabannya bisa jadi karena Hollywood minded. Ya, nama Abrams memang kian tersohor sebagai filmmaker, baik produser, penulis skrip maupun sutradara. Terbukti Star Trek (2009) berhasil meraup lebih dari 250 juta dollar lewat peredaran di Amerika Serikat saja.

Kembali dari misi Enterprise yang kontroversial karena mengancam keselamatan Komandan Spock, Kapten James T. Kirk menjadi sorotan organisasi karena melanggar beberapa peraturan dasar Starfleet. Saat
sidang tengah dilakukan di London, markas mereka diserang oleh seorang pria misterius yang belakangan diketahui bernama John Harrison. Kepalang tanggung, Kirk dan Spock kembali bertandem dan melakukan pengejaran hingga ke Klingon demi menghentikan teror penghancuran dunia. Persahabatan dan kesetiaan mereka pun diuji di atas ambang hidup dan mati.

Kolaborasi Roberto Orci dan Alex Kurtzman kembali menelurkan skrip yang mengambil kejadian beberapa bulan setelah kejadian film pertama. Bagi para Trekkies (die hard fans Star Trek) mungkin akan kecewa melihat penyempitan karakter menjadi segelintir saja. Namun penonton umum tampaknya tidak akan keberatan mengingat konflik dapat lebih terfokus lagi dalam skala yang lebih besar. Interaksi antar tokohnya menjadi lebih efisien setelah disesuaikan dengan kebutuhan cerita. Keputusan yang cerdas sehingga plotnya terkesan lebih dinamis tanpa harus meninggalkan ‘identitas’ Star Trek itu sendiri.

Abrams
masih mempertahankan trademark nya yaitu CGI mumpuni yang membuat setiap adegan aksinya terasa megah. Terlebih detail setting kapal dan angkasa luar nya yang menakjubkan, sesuai dengan bujet besar yang dihabiskan. Efek 3D nya pun tidak melulu gimmick, banyak eye-popping yang memanjakan mata. Apalagi kisaran tiga puluh menit adegan yang khusus disyut dengan kamera IMAX yang kian merelakan kocek lebih penonton. Semua itu bisa jadi mubazir jika tidak dilengkapi karakterisasi kuat yang untungnya tercipta meski tak seluruh tokoh mendapat porsi yang memadai.
 
Pine yang selama ini berupaya lepas dari bayang-bayang William Shatner sukses menerjemahkan karakter Kirk muda yang rebel sekaligus intuitif tanpa berlebihan. Tumbuh kembangnya yang dominan di atas karakter lain jadi kekuatan tersendiri. Quinto merupakan penyeimbang yang tepat di sini dimana karakter Spock yang sebetulnya Vulcan tetap mampu membawakan emosi manusia dengan gemilang. Munculnya karakter baru Dr. Carol Marcus dan John Harrison yang dijiwai secara memorable oleh Eve dan Cumberbatch tidak menghalangi Saldana, Urban, Cho, Yelchin, Pegg, Greenwood untuk mencuri perhatian pula selama durasi berjalan.

Star Trek Into Darkness memang masih menawarkan tipikal ending ‘hero movies’ yang kerap dipakai Hollywood beberapa tahun terakhir. Quite predictable if you already get used to it. Beruntung ikatan emosional Kirk dan Spock yang kental berhasil membangun nyawa film secara keseluruhan. Thanks to smart dialogue and humor sides that get along well! Imajinasi tinggi dengan twist dan turns yang variatif plus skala yang lebih besar tanpa harus meninggalkan ‘akar’ Star Trek akan membuat space voyage anda kali ini lebih berarti, better than its predecessor!

Durasi:
1
32 menit

Overall:
8 out of 10

Movie-meter:

Minggu, 12 Mei 2013

SHOUTOUT AT WADALA : Rise And Fall Bollywood Gangster Flick

Quote:
Zubair Imtiaz Haskar: Kaam kya kargea?
Manya Surve: Sharir mein 206 haddiya hain aur samvidhan mein 1670 kanoon. Haddi se lekar kanoon... sab thodta hoon!

Nice-to-know:
Turut dimeriahkan oleh Sunny Leone, Priyanka Shopra dan Sophie Chaudhary dengan special appearance nya
yang sensual itu.  

Cast:
John Abraham sebagai Manya Surve
Manoj Bajpayee sebagai Zubair Imtiaz Haskar

Kangana Ranaut sebagai Vidya Joshi
Anil Kapoor sebagai ACP Afaaque Bhaagran

Siddhant Kapoor sebagai Gyanchod
Tusshar Kapoor sebagai Sheik Munir
Sonu Sood sebagai
Dilawar Imtiaz Haskar

Director:
Merupakan film ke-10 bagi Sanjay Gupta yang mengawalinya sejak Aatish : Feel the Fire (1994)
.

W For Words:
Retro gangster flick selalu menarik perhatian saya. Jika Hollywood memiliki Gangster Squad (2012) yang diilhami dari kejadian nyata tahun 40an maka Bollywood mempunyai persembahan terbaru Balaji Motion Pictures dan White Feather Films ini yang bedanya mengambil setting tahun 70an. Biasanya anda akan menemukan bentrok antara polisi dan penjahat beserta kaum sipil yang menjadi saksi (atau bahkan korban?) di dalamnya. Penasaran? You should be! Apalagi melihat nama-nama pendukung dan sutradara yang track record nya lumayan memuaskan selama ini.

Mahasiswa bermasa depan cerah dengan kekasihnya yang cantik bernama Vidya, Manohar Surve tiba-tiba dijebloskan ke penjara karena dianggap membantu kakaknya yang seorang preman, Bhargav melakukan pembunuhan. Dalam sekejap dunianya berubah total. Kakaknya dibunuh sesama napi dan iapun menjadi target berikutnya. Beruntung napi yang paling dihormati Veera mau mengajarkannya pertahanan diri. Lantas Manohar memutuskan kabur bersama kawannya Sheikh Munir dan mengubah imejnya menjadi Manya yang segera menjadi momok baru di kalangan polisi dan sesama penjahat.

Skrip yang dikerjakan secara bersama-sama oleh Sanjay Bhatia, Abhijit Deshpande dan Sanjay Gupta ini tidak berisikan pertukaran dialog yang memadai dari Milap Zaveri, bahasa kasar dan humor cadasnya tak jarang membuat penonton mengernyitkan dahi. Storytelling nya pun masih terasa episodik sehingga kurang membentuk suatu kesatuan utuh, seringkali tidak benar-benar menjelaskan proses dari A ke B nya dengan aksi reaksi logis yang seharusnya ada. Contoh paling nyata adalah untuk apa Manya merekrut anak buah jika tidak dimaksimalkan dalam aksinya? 

Sebagai sutradara, Gupta berupaya keras menonjolkan unsur tahun 70an lewat setting lokasi, wardrobe sampai props tapi cenderung masih inkonsistensi. Koreografi tarungnya memang terlihat stylish dan meyakinkan tapi seiring film berjalan malah terkesan repetitif. Berbagai adegan berdarah-darah disiapkan untuk menjual sisi ‘machismo’ yang kental. Scoring musik yang mengiringi kerap terdengar berlebihan di beberapa bagian, tanpa lupa menyebut “sumbangsih” penampilan tiga aktris cantik seksi yaitu Sunny Leone, Priyanka Chopra dan Sophie Choudry.

Abraham sebagai lead actor tampak terlalu bulky dan berotot layaknya Hulk Hogan. Karismanya kuat terpancar tapi belum dibarengi dengan mulusnya transformasi dari Manohar menjadi Manya yang seharusnya lebih emosional. Sebaliknya Bajpayee dan Anil Kapoor tampak solid sebagai dua pihak yang berseberangan. Ranaut mewakili feminisme di sini sebagai Vidya yang dilematis. Menarik menyaksikan akting ‘beringas’ Sood dan Tusshar Kapoor yang ‘goofy’ sebagai supporting lead. Cameo dari Jackie Shroff semakin memperkaya jajaran cast yang mumpuni ini.
 
Shoutout At Wadala yang terinspirasi dari novel non fiksi berjudul Dongri to Dubai: Six Decades of the Mumbai Mafia karangan wartawan S Hussain Zaidi ini tergolong menggunakan pendekatan yang mirip dengan apa yang dilakukan Quentin Tarantino yang biasanya menjual seks dan kekerasan sekaligus. Namun tidak dibarengi dengan aspek kebrutalan yang memorable meski porsinya cukup dominan. Endingnya pun terkesan antiklimaks setelah serangkaian peristiwa ‘epik’ yang mengarah kesana. Overall still has international taste to score well in box office section but not in rating part.

Durasi:
1
55 menit

Asian Box Office:
Rs 30.7 crore first week in India

Overall:
7 out of 10

Movie-meter: