Tagline:
Hunting humans in the cold Icelandic waters.
Storyline:
Sekelompok turis asing dari berbagai negara yaitu Jepang, Amerika, Perancis menikmati perjalanan menonton paus di Iceland. Sayangnya di tengah perjalanan, perahu mereka rusak dan harus diangkut oleh kapal penangkap laut sampai daratan. Perbedaan bahasa antara satu sama lain membuat munculnya konflik kultural. Di sisi lain keluarga pemilik kapal penangkap paus tersebut rupanya punya rencana lain bagi para penumpang dadakan tersebut. Sebuah mimpi buruk pun dimulai, bertahan hidup atau mati mengenaskan!
Nice-to-know:
Gunnar Hansen memerankan Kapten Pétur tetapi setelah paska produksi suaranya didubbing.
Cast:
Pihla Viitala sebagai Annette
Nae sebagai Endo
Terence Anderson sebagai Leon
Miranda Hennessy sebagai Marie-Anne
Aymen Hamdouchi sebagai Jean Francois
Carlos Takeshi sebagai Nobuyoshi
Miwa Yanagizawa sebagai Yuko
Halldóra Geirharðsdóttir sebagai Helga
Snorri Engilbertsson sebagai Anton
Gunnar Hansen sebagai Captain Pétur
Director:
Júlíus Kemp pertama kali menggarap film lewat Wallpaper: An Erotic Love Story (1992). Kali ini adalah karya ketiganya.
Comment:
Saya menyaksikan film ini pada iNAFF10 dan sold out hanya beberapa hari setelah pre-opening tickets sale. Sebuah pertanda yang baik? Mungkin saja. Apalagi film ini memperlihatkan poster klasik dengan nuansa merah hitam putih sekaligus menjual nama Gunnar Hansen yang terkenal lewat The Texas Chainsaw Massacre tetapi kita akan melihatnya disini sebagai pria biasa.
Thriller ini mengambil setting di Reyjavik, di atas sebuah kapal penangkap paus yang terombang-ambing di lautan beku tertutup lapisan es. Aha, lagi-lagi sebuah film Skandinavia yang mengambil unsur es ataupun salju sebagai latar belakangnya. Mudah diduga!
Beruntung plot ceritanya cukup orisinil terutama lebih karena cast internasional yang dihadirkannya lengkap dengan bahasanya masing-masing. Kita akan melihat keluarga Jepang yaitu suami istri dan putrinya. Juga ada pria Perancis yang congkak dan senang mabuk. Lalu ada tiga wanita Amerika yang sombong dan sinis. Belum lagi pria kulit hitam yang mendampingi dua gadis Kaukasia yang awalnya tidak saling mengenal. Kesemuanya berganti-ganti memandu layar sehingga kerapkali penonton bingung akan siapa yang sebenarnya menjadi fokus utama? Atau boleh juga memunculkan pertanyaan klise dalam film sejenis, siapa yang bertahan hidup pada akhirnya? Tentunya anda boleh menebak-nebak sejak menit pertama bergulir.
Reykjavik Whale Watching Massacre seakan setia pada pakem slasher thriller jaman dulu, lengkap dengan berbagai unsur black humor di dalamnya. Sutradara Kemp cukup konsisten melakukan tugasnya sehingga film ini mudah dinikmati dan kebanyakan audiens tidak akan bisa menebak caranya mengakhiri film ini. Sayang sekali Blitzmegaplex tidak melengkapinya dengan teks Indonesia, terlebih karena bermacam-macam bahasa yang dipakai, sedikit mengganggu penonton dalam menangkap isi keseluruhan. Namun beberapa adegan sadis dengan cipratan darah rasanya akan cukup memuaskan pecinta genre ini.
Durasi:
90 menit
Overall:
7 out of 10
Movie-meter:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent
wah...kalau ka kurang begitu suka sama film ini... selain karena tidak adanya subtitle juga karena adanya banyak tokoh yang sebenarnya saya nggak tahu fokusnya bakalan kemana bingung...coba kalau fokus terhadap satu orang pasti film ini bakalan bagus... adegan-adegan pembantaiannya pun kurang begitu sadis, masih sedikit malu2.. hehehe, yang ka suka dari sini sih cuma si cewek jepang itu..
BalasHapus