XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Minggu, 24 Februari 2013

KAI PO CHE : Moving Portrait of Meaningful Friendship


Quotes:
Brothers.. .For life.

Nice-to-know:
Adaptasi novel berjudul The Three Mistakes of My Life dari Chetan Bhagat.

Cast:
Amrita Puri sebagai Vidya
Sushant Singh Rajput sebagai Ishaan
Amit Sadh sebagai Omi
Raj Kumar Yadav sebagai Govind

Director:
Merupakan film ketiga bagi Abhishek Kapoor setelah Rock On!! (2008).

W For Words:
Seberapa banyak kita melakukan kesalahan dalam hidup? Jawabannya mungkin tak terhingga. Sama halnya dengan film produksi UTV Motion Pictures ini yang menyorot garis besar ambisi, cinta dan mimpi dalam balutan persahabatan antara tiga pemuda dengan karakteristik yang berbeda-beda. Mungkin ingatan anda akan melayang pada 3 Idiots (2009) tapi yang membedakannya adalah tidak ada Aamir Khan atau satupun nama besar di sini. Semua didominasi oleh wajah-wajah baru yang menyuguhkan akting terbaik mereka.

Tiga sahabat yang tinggal di Ahmedabad merajut impian bersama yaitu membuka toko olahraga dengan fasilitas pelatihan. Ishaan yang pernah menjadi pemain cricket berjumpa dengan bocah 9 tahun bertalenta, Ali. Govind yang paling cerdas kerap mencermati siklus keuangan. Omi mengandalkan pamannya yang juga tokoh politik sebagai investor tetap. Lambat laun usaha mereka menampakkan hasil terlepas dari jatuh bangun dalam prosesnya. Namun insiden gempa bumi dan kerusuhan Gujarat yang terjadi mengubah segalanya.
Skrip yang dikerjakan oleh kuartet Pubali Chaudhari, Supratik Sen, Abhishek Kapoor, Chetan Bhagat ini betul-betul terasa membumi dengan mengambil potret kehidupan warga kelas menengah India sebagai settingnya. Bagaimana setiap karakter yang terlibat meski terlihat sederhana tetap mewakili kompleksitas nyata keadaan negara tersebut mulai dari tingkat sosial ekonomi yang rendah hingga kondisi politik yang carut marut. Tak lupa beberapa peristiwa historis juga diangkat bukan melulu gimmick melainkan unsur penguat konflik yang ada.

Govind Patel mewakili kaum kapitalis, Omkar Shastri Rajkumar menyoroti kepentingan politik, Ishaan Bhatt mencerminkan kawula muda pemimpi. These characters will represent each of you! Tell you what, Raj Kumar Yadav, Amit Sadh, Sushant Singh Rajput terlepas dari embel-embel ‘pendatang baru’ di belakang nama masing-masing sukses menampilkan akting luar biasa. Penjiwaan yang begitu kuat membuat penonton mampu menangkap setiap kegelisahan yang bergejolak di antara mereka. Persahabatan yang berjalan dari awal sampai akhir pun terkesan believable.

Kerja keras sutradara Abhishek Kapoor yang sempat kesulitan mencari cast yang mau terlibat dalam film ini terbayar sudah. Narasinya yang unpredictable akan menjaga rasa penasaran anda untuk menerka kemana arah film melaju lengkap dengan sinematografi memukau dari berbagai aspek. Kinerja art director, make-up artist, costume designer dalam mewujudkan props ‘sungguhan’ kian mengukuhkan nuansa Gujarat dan India secara global. Jangan lupakan musik Amit Trivedi yang megah itu termasuk satu track berjudul “Manja” yang dinyanyikan ketiga aktor utamanya.

Kai Po Che akan membuat anda merasakan selama menonton dimana rasa itu masih akan tertinggal setelahnya. Bingkai persahabatan indah yang menggulirkan begitu banyak makna dalam prosesnya. Bagaimana tolak ukur dalam hidup terkadang menjadi obsesi setiap orang, keuntungan, kekayaan, kekuasaan, kesuksesan, ketenaran kerap kali mempunyai harga yang harus dibayar mahal. Jika demikian air mata dan penyesalan sekalipun tidak dapat mengubah segalanya. It’s a mainstream film with coming-of-age approach. Bittersweet yet satisfying.

Durasi:
125
menit

U.S. Box Office:
$552.765 till Feb 2013

Overall:
8 out of 10 

Movie-meter:

Minggu, 10 Februari 2013

MAMA : Horror With Heart and Fright


Quotes:
Dr. Dreyfuss' Secretary: A ghost is an emotion bent out of shape, condemned to repeat itself time and time again.


Nice-to-know:
Saat Annabel mendengar Victoria dan Lilly masih bermain, dia pergi ke kamar mereka untuk mengatakan bahwa hari sudah larut dan waktunya tidur tetapi nyatanya jendela menunjukkan siang hari. Kejadian ini berlangsung tiga kali..

Cast:
Jessica Chastain sebagai Annabel
Nikolaj Coster-Waldau sebagai Lucas / Jeffrey
Megan Charpentier sebagai Victoria
Isabelle Nélisse sebagai Lilly
Daniel Kash sebagai Dr. Dreyfuss
Javier Botet sebagai Mamal

Director:
Merupakan debut penyutradaraan feature film bagi Andrés Muschietti.

W For Words:
Jika anda cermati
, horor kreasi seorang Guillermo del Toro yang kali ini bertindak sebagai produser eksekutif selalu mengedepankan tokoh wanita dan anak. Lihat saja The Orphanage (2006) dan Don't Be Afraid Of The Dark (2010). Menilik premisnya, yang satu ini rasanya masih mengusung 'identitas' yang sama. Namun apakah hasil akhirnya akan serupa? Nanti dulu! Satu yang selalu saya kagumi adalah kesetiaan del Toro mempertahankan pakem horor tradisional yang tetap bisa dinikmati oleh penonton modern sekalipun.

Sebelum menyaksikan yang satu ini, ada baiknya anda menengok film pendek berdurasi 3 menit dari Andres Muschietti sebagai pemanasan. Skrip yang ditulisnya sendiri bersama saudarinya, Barbara Muschietti dan Neil Cross untuk debut film panjangnya ini tergolong berhasil mengeksplorasi ketakutan tanpa harus meninggalkan kekuatan konflik orangtua dan anak. Tiga sosok dewasa yaitu Annabel, Lucas dan Dr. Dreyfuss serta dua gadis cilik Victoria dan Lilly masing-masing diperkaya dengan karakterisasi kompleks yang menarik untuk dieksploitasi satu persatu.
Alkisah Victoria dan Lilly dilarikan ke sebuah pondok di hutan oleh ayah mereka yang berlaku tak waras hingga membantai rekan kerja dan istrinya sendiri. Entah bagaimana dua gadis cilik itu mampu bertahan hidup selama 5 tahun sampai ditemukan paman mereka, Lucas. Terapi demi terapi perlahan memulihkan kondisi Victoria dan Lilly yang berada di bawah pengawasan langsung Dr. Dreyfuss. Lucas lantas mengasuh keduanya di rumah hibahan bersama kekasihnya Annabel. Lambat laun, Annabel menyadari ada sosok lain yang selama ini menjaga Victoria dan Lilly kemanapun mereka pergi.

Muschietti sebagai sutradara sukses membangun creepy moments yang bernuansa klastrofobik lewat dua set rumah dan segala isinya dimana sisi artistik tertata begitu rapi. Production value yang pantas diapresiasi tinggi melihat detail yang begitu diperhatikan. Timing setiap adegannya pun terbilang apalagi ditambah penempatan sound yang tepat dijamin akan membuat anda semakin mengkeret di kursi masing-masing. Sosok mama dengan bantuan CGI itu memang mengerikan di awal karena gerak-geriknya yang tak tertuga tetapi semakin diungkap seiring bergulirnya cerita malah kian kehilangan tajinya.

Para wanita di film ini menunjukkan kelasnya. Pertama, Chastain dengan penampilan gothic eksentrik mampu bertransformasi dari rocker cuek menjadi ibu penuh perhatian. Kedua, Charpentier yang seakan terjebak dalam memori masa lalu sebelum dan sesudah tragedi nyatanya dapat menyadari keadaan yang sesungguhnya. Lihat bagaimana sebuah kacamata mengubah visinya 180 derajat. Ketiga, Nelisse yang lebih mirip sebagai hewan liar itu benar-benar terlihat polos. Momen saat ia berontak dalam pelukan Annabel cukup menyentuh bagi saya.

Mama memulainya dengan begitu sempurna lewat potongan-potongan gambar dan cerita yang belum tersusun rapi. Namun memasuki paruh kedua dimana puzzle sudah mulai terbentuk nyata, horor ini terasa sedikit kehilangan gregetnya. Ending yang agak overlong demi mengejar aspek ketakutan dan keharuan sekaligus malah menurunkan mood saya. Meski demikian, kualitas keseluruhannya masih di atas film-film bergenre sejenis yang beredar beberapa tahun terakhir. Setidaknya Mama memiliki hati daripada sekadar menebar teror yang membuat anda memekik.

Durasi:
100 menit

U.S. Box Office:
$68.273.535 till Feb 2013

Overall:
8 out of 10

Movie-meter:

Jumat, 08 Februari 2013

A GOOD DAY TO DIE HARD : A Bad Way To Stay Alive


Quotes:
John McClane: Need a hug?

John McClane Jr.: We're not a hugging family.
John McClane: Damn straight!


Nice-to-know:
Seri Die Hard pertama yang disyut dengan kamera film Fuji. Empat sebelumnya menggunakan Kodak.

Cast:
Bruce Willis sebagai John McClane
Jai Courtney sebagai Jack McClane
Sebastian Koch sebagai Komarov
Mary Elizabeth Winstead sebagai Lucy
Yuliya Snigir sebagai Irina
Radivoje Bukvic sebagai Alik
Cole Hauser sebagai Collins
Sergei Kolesnikov sebagai Chagarin

Director:
Merupakan feature film kelima bagi John Moore setelah terakhir Max Payne (2008).

W For Words:
Jika icon action baru di Hollywood hanya bertahan melalui satu atau dua judul film saja maka yang dapat dilakukan produser adalah memberi kepercayaan kembali pada icon lawas sebut saja Sylvester Stallone, Arnold Schwarzenegger dan Bruce Willis. Nama terakhir (sekaligus yang termuda) ini memang mencuat sejak Die Hard (1988) yang diikuti oleh Die Hard 2 : Die Harder (1990), Die Hard With A Vengeance (1995) dan Live Free or Die Hard (2007). Lebih dari lima tahun kemudian, muncullah seri kelimanya yang secara mengejutkan rilis di bulan Februari alias bukan summer period! Are you kidding me?

Detektif John McClane terbang ke Moscow dengan satu tujuan, membawa pulang putranya Jack yang dituduh melakukan pembunuhan. Padahal Jack adalah anggota CIA yang tengah menjalankan misi mendekati tahanan politik, Yuri Komarov yang memiliki berkas tersembunyi yang akan memberatkan politikus Chagarin. John yang tidak mengetahui keadaan sebenarnya nyaris menimbulkan kekacauan ketika mengejar Jack di jalan raya. Pada akhirnya ayah dan anak yang tidak akur ini harus bertandem untuk membereskan segalanya. 

Penulis skrip Skip Woods memang masih setia dengan karakter original John McClane rekaan Roderick Thorp tapi entah mengapa saya merasa semua tokoh dalam seri ini teramat satu dimensi alias dangkal. Hubungan ayah-anak John dan Jack yang seharusnya menjadi highlight tersendiri pun gagal memunculkan chemistry yang believable. Sebagian di antaranya bahkan dibantu oleh dialog termasuk keinginan John agar Jack memanggilnya ayah, dari awal sampai akhir! Sosok antagonis yang biasanya menjadi nilai jual franchise pun tidak sampai benar-benar mencuat ke permukaan. Lantas apa yang tersisa selain konflik linier yang juga tak terlalu istimewa itu?

Sutradara Moore berupaya menutupi setiap kekurangan plot ceritanya dengan bombardir adegan aksi sejak menit pertama. Sayangnya semua kecanggihan spesial efek itu hanya membuat saya menahan nafas sesekali tapi tak mampu memuaskan segenap indera. Bagaimana penghancuran puluhan mobil di jalan raya selama paruh pertama film itu jadi begitu mengganggu karena seorang detektif senior sekelas John McClane bertingkah laku begitu konyol ketika menguber puteranya sendiri. Jelas bukan modal yang meyakinkan saya untuk memberi rekomendasi positif.

Terlepas dari faktor usia yang semakin senja, setidaknya Willis masih meyakinkan sebagai bad ass hero John McClane. Ia tidak sendiri karena McClane Jr alias Jack juga sama tangguhnya. Courtney yang mencuat lewat serial Spartacus sudah memiliki postur yang mendukung tapi belum mampu menyaingi kharisma Willis disini. Penampilan Koch yang biasanya kuat dan berwatak menjadi lemah karena ketipisan karakternya. Pun begitu dengan Snigir sebagai Irina atau Kolesnikov sebagai Chagarin yang tak lebih selain mempertebal nuansa Russian dalam film ini.

Dengan segala kekurangannya, Die Hard ini masih berharap meraih keuntungan maksimal dengan sepinya persaingan film awal tahun. Perlu diketahui bahwa versi IMAX nya hanya memikat pada pertarungan akhir di dalam gedung. Selebihnya, regular version is more than enough. Pecinta action movies rasanya masih dapat terpuaskan. Namun penggemar franchise Die Hard besar kemungkunan akan kecewa dan beranggapan bahwa seri ini adalah yang terlemah dari keseluruhan. Tetap penasaran menyaksikan kegilaan bukan hanya satu tetapi dua McClane yang sama-sama ‘susah mati’ tersebut?

Durasi:
97 menit

Overall:
7 out of 10

Movie-meter: