Jumat, 26 Juli 2013

THE CONJURING : Old Fashioned Scares That Summon Your Fears


Quote:
Lorraine Warren: You have a lot of spirits in here, but there is one I'm most worried about because it is so hateful.

Nice-to-know:
Film yang didasarkan pada kejadian nyata di rumah keluarga Perron ini sudah direncanakan selama 20 tahun terakhir. Inisiasi datang dari Ed Warren yang memutar rekaman wawancaranya dengan Carolyn Perron kepada produser Tony DeRosa-Grund.

Cast:
Vera Farmiga sebagai Lorraine Warren
Patrick Wilson sebagai Ed Warren
Lili Taylor sebagai Carolyn Perron
Ron Livingston sebagai Roger Perron
Shanley Caswell sebagai Andrea
Hayley McFarland sebagai Nancy
Joey King sebagai Christine
Mackenzie Foy sebagai Cindy
Kyla Deaver sebagai April

Director:
Merupakan feature film keenam bagi James Wan yang memulai karir penyutradaraannya lewat Stygian (2000).

W For Words:
Sebutkan salah satu horor paling berkesan yang pernah anda tonton. Rasanya saya akan mendapatkan judul-judul seperti The Exorcist (1973), The Omen (1976) atau mungkin The Amityville Horror (1979). Semuanya harus diakui telah menjadi cult saat ini dimana berbagai versi remakenya bermunculan beberapa dekade kemudian. Kali ini Evergreen Media Group, New Line Cinema dan The Safran Company berupaya menghadirkan kembali horor bernuansa tahun 70an yang ditangani oleh sutradara muda jempolan generasi baru di genre yang sudah membesarkan namanya yaitu James Wan. Indeed, he’s Asian!

Tahun 1971, Carolyn dan Roger Parren pindah ke rumah lading di daerah terpencil Rhode Island bersama kelima putri mereka yaitu Andrea, Nancy, Christine, Cindy dan April. Suasana baru yang menenangkan tak lama kemudian berganti menjadi mimpi buruk ketika satu persatu anggota keluarga diteror oleh makhluk gaib yang lebih dulu mendiami rumah tersebut. Lewat referensi akhirnya Carolyn meminta bantuan pasangan suami istri cenayang Warren untuk membantu mereka hidup tenteram. Sejak pertama melangkahkan kaki, Ed dan Lorraine sudah merasakan kekuatan jahat yang amat kuat. Berhasilkah pengusiran tersebut dilakukan sebelum semuanya memburuk?

Skrip yang ditulis oleh duo Hayes,Chad dan Carey ini memang berdasarkan kisah nyata yang dituturkan langsung dari mulut Lorraine Warren dan Andrea Perron. Itulah sebabnya foto ataupun rekaman mereka turut dihadirkan sebagai bukti nyata kepada penonton baik melalui end credit title ataupun viral video film ini. Jika menilik materi sebetulnya nyaris tidak ada yang baru selain memaksimalkan trik-trik menakuti yang fresh dan terjaga kontinuitasnya dari awal sampai akhir. Background keluarga The Warrens dan The Perrons sendiri mendapati porsi memadai sehingga anda sulit untuk tidak peduli pada nasib mereka di sepanjang film.

Apabila ada yang berhak pertama kali mendapatkan kredit khusus adalah sang sutradara kelahiran Malaysia itu. Betapa tidak? Wan tampak sangat menguasai ‘panggung bermain’nya. Setting dibangun secara detil dimana setiap sudut dan ruang di seluruh area rumah mampu memberikan efek klastrofobik yang tidak menyenangkan. Permainan kamera dari John R. Leonetti selaku DOP sukses menampilkan trik yang smooth dengan angle yang juga variatif. Editing Kirk M. Morri juga terampil merajut scene demi scene sehingga jalinan kisahnya terasa padat dengan sedikit mengabaikan timeline yang berlaku
dimana sesungguhnya serentetan peristiwa terjadi dalam kurun waktu yang lebih panjang

Farmiga merupakan salah satu aktris favorit saya. Ia menokohkan Lorraine dengan sempurna dimana ikatan emosi antara ibu dan putrinya sendiri atau rasa peduli antara cenayang dan klien yang ditolongnya begitu terasa. Wilson juga efektif memerankan Ed yang logis dan percaya diri akan apa yang tengah dikerjakannya. Anda bisa jadi lupa pada sosok komedik Livingston yang mendominasi filmografinya karena tokoh Roger di tangannya cukup efektif meskipun terkesan satu dimensi. Acungan jempol patut dilayangkan pada Taylor yang amat cemerlang menjiwai karakter Caroline, seorang ibu rasional nan sensitif. Kelima aktris belia yang bermain sebagai anak-anak Perron juga mampu mencuri perhatian. Sama halnya dengan sang sherif dan asisten Ed yang mendapat screen time nya masing-masing.

The Conjuring memang berbeda dari horor modern yang lebih mengandalkan CGI ataupun efek visual demi menakuti penontonnya. Oleh karena itu citarasa horor lawas memang terjaga dimana tidak ada darah atau kesadisan sebagai gimmick pelengkap. Kekurangannya di mata saya adalah alurnya yang sedikit predictable dikarenakan hasil adaptasi dari kisah nyata, bukan fiksi seperti karya Wan sebelum dan sesudah yang satu ini. Walau demikian tensi yang terjaga dan terus meningkat hingga ending sudah cukup untuk mendirikan bulu kuduk anda secara konsisten di depan layar. Go see it with a bunch of friends for multiple pleasures!

Durasi:
112 menit

U.S. Box Office:
$57,512,249 till Jul 2013

Overall:
8.5 out of 10

Movie-meter:

Sabtu, 20 Juli 2013

MIRACLE IN CELL NO 7 : Sorrow Over ‘Fantasy’ Social Drama


Original title:
7beonbangui Seonmool.

Nice-to-know:
Pengambilan gambar berakhir pada tanggal 10 Oktober di Iksan, Jeollabuk-do, Korea Selatan dimana semua napi mempunyai misi mengeluarkan Yong-gu dari penjara untuk sementara waktu.

Cast:
Ryoo Seung-yong sebagai Yong-Goo
Jeong Man-shik sebagai Sin Bong-sik
Oh Dal-su sebagai So Yang-Ho
Park Shin-Hye sebagai Ye-Seung
Park Won-sang sebagai Choi Choon-Ho
Kal So-Won sebagai Ye-Seung
Kim Jung Tae sebagai Man-Bum

Kim Ki-cheon sebagai Seo
Jung Jin-young sebagai Jang Min-Hwan


Director:
Merupakan film keempat bagi Lee Hwan-kyung setelah Champ (2004).

W For Words:
Mungkin masih membekas dalam ingatan moviegoers akan dua film Hollywood berkelas Oscar yaitu The Green Mile (1999) dan I Am Sam (2001) meski sudah lebih dari satu dekade berlalu. Apa relevansinya dengan film Korea yang meraih banyak nominasi di ajang Baek Sang Art Awards ini? Jika anda tarik garis lurus maka didapatlah kisah ayah keterbelakangan mental bersama putri kecilnya dan juga seorang napi tak bersalah yang dipidana hukuman mati. Kombinasi yang kemudian dijamin akan menawan hati anda selama lebih dari dua jam durasinya. Tak percaya?

Pada tahun 1997, pria dengan mental terbelakang bernama Yong-gu dijebloskan ke penjara sambil menunggu kasus persidangan yang menjeratnya dengan pasal pembunuhan, penculikan dan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang juga putri seorang Komisaris polisi. Putrinya Ye-sung di luar dugaan berhasil menyusup ke sel atas bantuan bos Yang-ho dan krunya masing-masing Chun-ho, old Seo, Bong-shik, Man-beom. Tak tersisa waktu banyak bagi mereka untuk berjuang keras menyelamatkan Yong-gu dari dakwaan hukuman mati dalam pengawasan kepala polisi Min-hwan.

Skrip yang ditulis secara koperatif oleh Lee Hwan-Kyung, Kim Hwang-Sung dan Kim Young-Suk ini jika dicermati memang menyisakan banyak pertanyaan. Sebut saja kondisi penjara yang lebih bernuansakan rumah lengkap dengan selimut, meja makan hingga toilet. Atau bagaimana penjagaan ketat dengan segala ritualnya yang tidak lazim. Namun jika anda bisa menerima keganjilan tersebut, niscaya hati anda akan tertawan seperti yang sudah saya sebutkan di atas. Ya. Premis keadilan versus ketidakadilan akan selalu memikat untuk disimak dengan segala konsekuensi yang berlaku.

Sutradara Lee banyak bermain dengan elemen fantasy yang bertentangan dengan realitas. Setting penjara yang cerah dan hangat contohnya. Semuanya kian terasa indah karena sinematografi bergaya soft edges dari Kang Seung-gii. Belum lagi scoring music yang menyentuh dan sound design yang terasa pas di tiap suasana. Timing untuk melontarkan humor dan menghadirkan haru juga patut diacungi jempol karena sisi penokohan yang terbangun secara stabil serta adanya pergeseran karakteristik yang disesuaikan dengan konflik yang dihadapi.

Si kecil Kal So-Won jelas paling mencuri perhatian dengan keluguan menggemaskannya yang mengundang simpati. Upaya Ryoo Seung-yong menghidupkan sosok retarded dengan wajar juga pantas mendapatkan apresiasi tinggi. Chemistry keduanya sangat kuat di sepanjang film hingga membuat siapapun yang melihatnya akan tersentuh. Lima aktor kawakan Oh Dal-su, Jeong Man-shik, Park Won-sang, Kim Jung Tae dan Kim Ki-cheon bermain kompak dalam mendukung ayah anak yang innocent itu. Aktris populer Park Shin-Hye bagaikan icing on a cake, memberi sentuhan terakhir sebagai Ye-sung dewasa berhati teguh.

Miracle In Cell No 7 sejauh ini sudah menjadi film Korea terlaris ketiga sepanjang masa di belakang The Host (2006) dan The Thieves (2012). Rasanya di beberapa negara Asia lainnya akan mampu berbicara banyak mengingat begitu besar potensi word of mouth nya sebagai tearjerker yang manis sekaligus tragis. Tak usah malu untuk mengusap air mata yang terjun bebas di pipi anda kala menyaksikannya. Drama sosial yang disamarkan sebagai komedi ini jelas berpotensi tinggi menggugah sensitivitas anda dari lubuk hati terdalam sekalipun. Definitely one of Asian’ father-daughter flick not to be missed!

Durasi:
12
7 menit

Asian Box Office:
$
12.320.000 till Jul 2013

Overall:
8.5 out of 10

Movie-meter:

Rabu, 17 Juli 2013

BOOMERANG FAMILY : Dysfunctional Family That Poured Your Heart Out


Tagline:
Here comes The Boomerang Family who can’t act their age.

Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Invent Stone dan didistribusikan oleh CJ Entertainment ini sudah rilis di Korea pada tanggal 9 Mei 2013.

Cast:
Park Hae-il sebagai In-mo
Yoon Yeo-jeong sebagai Mom
Yun Je-mun sebagai Han-mo
Kong Hyo-jin sebagai Mi-yeon
Jin Ji-hee sebagai Min-kyeong


Director:
Merupakan film keenam bagi Song Hae-sung yang memulainya lewat Calla (1999).

W For Words:
Film Asia terkenal dengan ciri khas kekeluargaannya terutama sineas negeri ginseng yang begitu fasih memberikan sentuhan itu demi menjalin kedekatan secara emosional dengan penonton. Produksi Invent Stone ini masih menggunakan formula serupa, bahkan menjadikannya komoditi utama dalam bertutur. Karakter utamanya bahkan digambarkan sebagai seorang filmmaker. Menarik bukan? Banyak alasan bagi anda untuk menyaksikan film yang terpilih sebagai opening 2013 Korean Film Festival di Indonesia beberapa waktu lalu ini. 

Sutradara gagal In-mo bertekad mengakhiri hidupnya apalagi setelah ditinggalkan sang istri. Ibunya menawarkan tempat tinggal sementara di rumah masa kecilnya. In-mo setuju meski harus hidup berdampingan dengan kakaknya yang juga mantan gangster, Han-mo. Di luar dugaan, kakak perempuannya, Mi-yeon juga kembali dengan membawa putri remajanya, Min-gyeong untuk menetap sementara setelah bercerai untuk kedua kalinya. Reuni keluarga tersebut pun berubah menjadi ricuh tatkala kedewasaan masing-masing dipertaruhkan.

Skrip yang ditulis sendiri oleh Song Hae-sung ini dengan telaten ‘membedah’ karakteristik setiap tokohnya terlebih dahulu. Studi kasus dysfunctional family ini sebetulnya biasa terjadi di berbagai keluarga ini justru tetap menarik karena aspek manusiawi dan relevansinya. Song juga menggunakan setting sehari-hari untuk membangun frame yang konsisten dan tidak keluar jalur. Dialog yang quirky terbukti menjadi kekuatan utama sekaligus efektif mencuatkan sisi gelap yang kemudian sukses membuka tabir rahasia satu persatu seiring berjalannya durasi.

Akting yang solid dari keseluruhan cast rasanya membuat anda bingung untuk menetapkan keberpihakan. Yeo-jeong yang bijaksana sebagai ibu paruh baya kerap diposisikan sebagai penengah. Hae-il tampak pas sebagai si bungsu depresif In-mo yang eksentrik. Berbanding terbalik dengan Je-mun yang terlihat sangar sebagai si sulung Han-mo tapi sesungguhnya berjiwa besar. Hyo-jin yang terkesan matang sebagai Mi-yeon justru memperlihatkan kelabilannya yang menyebabkan putrinya Min-kyeong tumbuh dalam ketidakpastian, juga dimainkan dengan gemilang oleh Ji-hee. Beberapa supporting act juga berhasil memberikan warna tersendiri.
Boomerang Family adalah paket komplit sebuah komedi hitam yang tak jarang membuat anda berkaca. Kita memang pribadi tak sempurna yang kadang diperparah dengan lingkungan yang juga tidak kondusif. Lantas apakah harus menyerah dengan keadaan? Bukankah hidup kerap menawarkan begitu banyak rasa mulai dari suka hingga duka yang tetap harus disikapi dengan sebagaimana mestinya? Bersiaplah untuk tertawa sekaligus terharu menyaksikan kisah keluarga Korea yang juga tidak lupa menggugah selera anda dikarenakan sebagian besar kebersamaan dibagi di atas meja makan lengkap dengan hidangan khas.

Durasi:
112 menit

Overall:
8.5 out of 10

Movie-meter:

Sabtu, 13 Juli 2013

PACIFIC RIM : Witness The Big Battle Childhood Imagination


Tagline:
To fight monsters we created monsters.

Nice-to-know:
Kaiju dalam bahasa Jepang berarti monster aneh. Sedangkan Jaeger adalah kata dalam bahasa Jerman yang berarti pemburu.

Cast:
Charlie Hunnam sebagai Raleigh Becket
Idris Elba sebagai Stacker Pentecost
Rinko Kikuchi sebagai Mako Mori
Charlie Day sebagai Dr. Newton Geiszler
Burn Gorman sebagai Gottlieb
Max Martini sebagai Herc Hansen
Robert Kazinsky sebagai Chuck Hansen
Diego Klattenhoff sebagai Yancy Becket

Ron Perlman sebagai Hannibal Chau


Director:
Merupakan feature film kedelapan bagi Guillermo del Toro setelah Hellboy II : The Golden Army (2008).

W For Words:
Masih ingat dengan serial televisi Tokusatsu Jepang yang pertama muncul di tahun 1966 berjudul Ultraman yang kemudian diikuti dengan Kamen Rider di tahun 1971? Saya yakin beberapa di antara anda akan menganggukkan kepala. Persamaan keduanya adalah memerangi Kaiju, monster laut yang muncul ke permukaan dan mengancam peradaban manusia. Publik internasional mungkin lebih familiar dengan sebutan godzilla yang rencananya akan diremake tahun depan. Kini di tahun 2013, Warner Bros dan Legendary Pictures kembali mengangkat action fantasy bertema sama dengan citarasa Amerika. Penasaran? Yes, it’s one of the most awaited movie this year for sure!

Robot Jaegers sukses memerangi Kaiju pada suatu masa. Namun monster laut tersebut mulai berevolusi kecerdasan dan daya tahannya sehingga sekali lagi umat manusia terancam keselamatannya. Adalah pilot Jaegers, Raleigh Becket yang pensiun setelah kehilangan abangnya Yancy dalam satu pertempuran sampai bekerja mati-matian di sebuah konstruksi. Kedatangan Marshall Stacker Pentecost secara tiba-tiba bermaksud melatih Raleigh kembali mengendalikan Gipsy Danger sekaligus mencarikan tandem di bawah pengawasan Mako Mori. Mampukah ia mengemban misi tersebut sebelum kiamat melanda? 

Skrip yang ditulis oleh Travis Beacham dan Guillermo del Toro sendiri ini tergolong straightforward dengan timeline yang juga pendek, terlepas dari panggung bercerita yang sebetulnya luas. Pengenalan terhadap karakter-karakter inti dilakukan secara cepat dimana cuma tersisa sedikit waktu untuk membangun interaksi emosional di antara mereka. Andai ada itupun hanya Raleigh dan Mako yang tak jarang diakhiri dengan kesan terlalu dramatis. Tidak heran karena yang lebih ditonjolkan adalah pertarungan Jaegers dan Kaiju itu sendiri dengan segala kronik yang terjadi.

Setidaknya Del Toro di kursi sutradara berhasil memaksimalkan imajinasinya yang terkenal liar. Desain monster dan robot yang detil diyakini akan memerangkap kekaguman anda. Kedekatan dengan pelbagai referensi film Hollywood atau serial teve Jepang yang sudah-sudah memang tak bisa dipungkiri. Perkawinan original music dan sound design yang klop semakin menambah daya tarik film ini untuk disaksikan di bioskop berkelengkapan mutakhir. Meskipun 3D nya merupakan hasil konversi tetap memuaskan apalagi versi IMAX nya yang kian melipatgandakan sensasi menonton.

Elba dapat dianggap ‘pemimpin’ di sini dengan kualitas akting yang mumpuni. Pergerakan emosi tokoh Stacker dari awal sampai akhir dilakoninya dengan baik. Hunnam yang terbilang pendatang baru lebih menonjol jika berbagi layar dibandingkan tampil solo, termasuk chemistry nya yang cukup solid bersama Kikuchi yang menurut hemat saya hanya bermasalah di pengucapan dialog saja lebih karena kendala bahasa. Day dan Gorman mampu mencuri perhatian walaupun posisi mereka sebagai karakter pendamping dengan subplot tersendiri. Tak ketinggalan Perlman masih dengan nuansa Hellboy nya dalam karakter milyarder eksentrik.

Pacific Rim rasanya akan lebih ‘menjual’ di kawasan Asia yang notabene dekat dengan settingnya yaitu Samudera Pasifik. Secara keseluruhan kelasnya memang masih di atas film-film summer blockbuster sejenis, sebut saja salah satunya The Transformers. Kepiawaian Del Toro meramu sisi fantasy di dunia nyata adalah keunggulan pesona yang tak terbantahkan. That’s why we got such super fun pure entertainment. Definitely not-to-be-missed for anime fans who’ve always been dreaming to see some real battle between robots and monsters since their childhood. Be the witness over and over again!

Durasi:
131 menit

U.S. Box Office:
$37.285.325 till
Jul 2013

Overall:
8.5 out of 10

Movie-meter:

Sabtu, 06 Juli 2013

DESPICABLE ME 2 : Extra Love For Gru and Extended Minions

Quote:
Agnes: Are you really gonna save the world?
Gru: That's right, baby! Gru's back in the game with cool cars... gadgets... and weapons!

Nice-to-know:
Al Pacino
dan Javier Bardem sempat dikabarkan akan mengisi suara Eduardo sebelum batal dan digantikan oleh Benjamin Bratt.

Cast:
Steve Carell
 sebagai Gru
Kristen Wiig sebagai Lucy
Benjamin Bratt sebagai Eduardo / El Macho
Miranda Cosgrove sebagai Margo
Russell Brand sebagai Dr. Nefario
Steve Coogan sebagai Silas
Elsie Fisher sebagai Agnes
Dana Gaier sebagai
Edith

Director:
Pierre Coffin dan Chris Renaud melanjutkan kerjasama mereka setelah Despicable Me (2010) sukses meraup lebih dari 250 juta dollar di Amerika Serikat saja.

W For Words:
Bagi saya Despicable Me (2010) adalah salah satu animasi 3D terbaik yang pernah dibuat oleh Hollywood. Komposisi warna, gambar dan efek visualnya amat memanjakan mata, bahkan post-credit title nya pun masih ditunggu. Produksi Universal Illumination Pictures ini lantas sukses besar dalam mencuatkan ikon baru di dunia perfilman yaitu the minions, makhluk mungil berwarna kuning dengan seribu satu polah tingkahnya yang mampu mencuri perhatian penonton. Okay, enough with the introduction, who’s going to continue with this sequel?

Mantan penjahat super Gru tengah menikmati masa pensiunnya dengan mengurus ketiga gadis Margo, Edith dan Agnes. Bersama asistennya Dr. Nefario, ia mengembangkan usaha selai dan jelly di laboratorium rahasia dengan bantuan minions. Pada suatu hari, agen Anti Villain League bernama Lucy Wilde menyambanginya dan membawanya bertemu dengan kepala perserikatan Silas Ramsbottom. Tujuannya adalah membujuk Gru untuk menyelidiki hilangnya serum yang dapat mengubah makhluk apapun menjadi monster berkekuatan super.  Bersediakah Gru bertandem dengan Lucy?

Materi yang masih ditulis oleh Ken Daurio dan Cinco Paul ini memang tak lagi menitikberatkan pada petualangan Gru yang taktis dan cool seperti pendahulunya.  Kali ini ‘petualangan’ yang terbilang lebih manusiawi lebih ditekankan yakni aksinya sebagai single parent dan kiprahnya sebagai love chaser. Dua aspek itu kian terasa menutupi misi besar yang tengah dihadapinya. Tebaran elemen slapstik dan komedi satir baik lewat dialog ataupun bahasa tubuh nyaris di setiap bagian nyatanya masih cukup ampuh dalam menggalang tawa lepas penonton.

Carell masih konsisten memberikan aksen Rusia yang pas pada karakter Gru. Pujian patut dilayangkan pada Coogan, Bratt dan Arias yang begitu hidup menyuarakan Silas, Eduardo dan Antonio berturut-turut. Sedangkan Wiig yang dalam prekuelnya mengisi suara Miss Hattie berganti menjadi Lucy yang digambarkan berkepribadian unik dan menyenangkan. Istilah ‘lipstick taser’ mungkin akan terus tertanam di benak anda dalam waktu yang cukup lama. Selain itu masih ada Russell Brand, Ken Jeong, Miranda Cosgrove, Elsie Fisher, Dana Gaier dan lain-lain yang tak ketinggalan sumbangsihnya.

Salah satu daya tarik film jelas ada pada minions yang mendominasi durasinya termasuk digambarkan baik dan jahat sekaligus (tanpa bermaksud spoiler). Lihat bagaimana mereka mengejar ice cream, bersantai di pantai, bermain sambil bekerja dengan multilingual aksen. Saya menangkap ‘hana dul ses’ atau one two three dalam bahasa Korea, ‘masalah’ dalam bahasa Indonesia, gelato dalam bahasa Italia, ‘gan bei’ dalam bahasa Cina dan banyak lagi. Now you know why they got famous all over the world. Nantikan kejutan dari mereka di penghujung kisah yang akan membuat anda terpingkal-pingkal.

Coffin dan Renaud sebagai duo sutradara kreatif yang masih menonjol dalam aspek kedetailan desain visual ini tak lantas dituding sepenuhnya atas degradasi segi cerita karena mengikuti kemauan produser dalam upaya ‘menjual’ Despicable Me 2. Terbukti spin-off Minions rencananya akan mulai diproduksi tahun depan. Sementara itu nikmati saja terlebih dahulu sajian kisah Gru yang happy ending in the most ‘cheesy’ way ini. Who knows it will still entertain you. Don’t forget to see at least its 3D version. Worth your extra money especially get extra ‘love’ in here.

Durasi:
98 menit

U.S. Box Office:
$228.376.775 till
Jul 2013

Overall:
8 out of 10

Movie-meter: