XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Minggu, 29 Juli 2012

THE DOUBLE : Take Away Its Suspense Act From Beginning

Quotes:
Ben Geary: You're gonna "shoot her in the head"?
Paul Shepherdson: Just making a connection.

Nice-to-know:
Film yang diproduksi keroyokan oleh Hyde Park Entertainment, Agent Two, Brandt/Haas Productions, Imagenation Abu Dhabi FZ, Industry Entertainment ini rilis terbatas di Amerika Serikat.

Cast:
Richard Gere sebagai Paul Shepherdson
Topher Grace sebagai Ben Geary
Martin Sheen sebagai Tom Highland
Tamer Hassan sebagai Bozlovski
Odette Annable sebagai Natalie Geary
Stephen Moyer sebagai Brutus




Director:
Merupakan debut Michael Brandt yang selama ini dikenal sebagai penulis skrip ini.

W For Words:
Dari judulnya sudah bisa diperkirakan bahwa premisnya akan bercerita mengenai agen ganda, sebuah topik spy thriller yang telah berkali-kali diangkat sebelumnya. Mungkin tidak akan terlalu menarik bagi anda terlebih trailernya telah mengungkapkan banyak hal di dalamnya. Nilai jual film jelas ada pada duet aktor utamanya yaitu “senior-junior” Richard Gere dan Topher Grace dimana keduanya semakin selektif memilih peran sesuai jam terbang masing-masing. Tampuk sutradara diserahkan pada Michael Brandt yang pernah menulis untuk Wanted (2008).

Seorang senator tewas secara misterius oleh pembunuh berantai yang dikenal dengan nama Cassius. Agen C.I.A senior yang sesungguhnya telah pensiun, Paul Shepherdson dipanggil kembali oleh Tom Highland dan dipasangkan dengan debutan lapangan F.B.I. yaitu Ben Geary. Cassius sendiri diyakini sudah tewas tapi modus operandinya dalam menyayat leher korban membangkitkan kemungkinan tersebut. Terbiasa bekerja sendiri, Paul yang awalnya antipati terhadap Ben harus bekerjasama dengan lulusan Harvard itu dalam memecahkan misteri yang ada sebelum keadaan semakin memburuk.

Jika identitas Richard Gere sebagai double agent diungkapkan sejak lima belas menit pertama lantas apa lagi yang tersisa? Brandt yang berduet dengan Derek Haas dalam mengerjakan skripnya ternyata masih menyisakan beberapa twist di penghujung cerita. Pertanyaannya apakah hal tersebut masih penting dan tetap memancing rasa penasaran? Dalam proses menuju kesana, suguhan cat and mouse yang mengandalkan kecerdasan, ketangkasan dan pengalaman antara Gere maupun Grace berlangsung intens sehingga tak ayal membagi penonton dalam dua kubu.

Chemistry Gere dan Grace terbangun secara kurang maksimal dan semakin memburuk jelang epilog. Shepherdson di tangan Gere memang masih karismatik tetapi kita pernah melihatnya dalam peran sejenis yang jauh lebih variatif dalam menegaskan ambiguitas moral. Geary di tangan Grace terbilang intelek dan berkemauan keras serta digambarkan memiliki kehidupan berkeluarga yang sempurna, istri cantik dan putri kecilnya yang lucu. Selain mereka masih ada Sheen yang subtle, Yusman yang affectionate atau Moyer yang brutal sebagai napi di adegan pembukaan film.

Hiburan terbesar mungkin terjadi ketika Gere dengan cekatan menggorok leher korban-korbannya menggunakan kawat yang tersimpan di dalam jam tangannya. Selebihnya tidak banyak adegan aksi yang dibanggakan. Memang ada adegan kejar-kejaran mobil dan manusia tapi tergolong minim pengaruh terhadap adrenalin. Pertanyaan seputar berapa banyak agen Rusia yang bebas memasuki kawasan Amerika Serikat tanpa pengawasan atau relevansi hubungan C.I.A dan F.B.I dalam bekerjasama secara penuh dalam sebuah kasus kejahatan pun meninggalkan lubang yang terlalu banyak untuk dijelaskan.

Sejak awal The Double telah merampas kenikmatan kita menonton sebuah spy thriller yang penuh suspensi dan kejutan disana-sini. Plot tradisional yang dikembangkan setengah jadi ini pada akhirnya menyiksa penonton yang bingung mencari motif untuk bertahan duduk di bangku bioskop hingga ending yang terkesan dipaksakan mengusung patriotisme itu. Mudah ditebak apabila Paul alias Cassius mulai kesulitan menuntaskan tugasnya setelah mengenal lebih dekat kehidupan pribadi Ben. Elemen psikologi lah yang digunakan oleh sutradara Brandt untuk mempertahankan intensitasnya. Who have to die? Who will survive? It is up to you then, how to react in those circumstances.

Durasi:
98 menit

U.S. Box Office:
$137,921 till Oct 2011

Overall:
7 out of 10

Movie-meter:

Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Sabtu, 28 Juli 2012

PARANORMAL XPERIENCE 3D : Eye-Candy Casts But Not Enough Thrills


Original title:
XP3D

Nice-to-know:
Film yang diproduksi oleh Rodar y Rodar Cine y Televisión ini sudah dirilis di Spanyol pada tanggal 28 Desember 2011 yang lalu.

Cast:
Amaia Salamanca sebagai Angela
Maxi Iglesias sebagai Jose
Lucho Fernández sebagai Carlos
Úrsula Corberó sebagai Belén
Manuel de Blas sebagai Dr. Matarga
Alba Ribas sebagai Diana

Director:
Merupakan feature film pertama bagi Sergi Vizcaino yang sebelumnya menggarap film pendek dan serial televisi.

W For Words:
Belakangan ini, format 3D seakan menjadi tantangan tersendiri bagi filmmakers belahan dunia manapun. Semua tampak berlomba-lomba menjadi inisiator dalam mengikuti pakem tersebut, tanpa terkecuali Spanyol yang kali ini merilis thriller horor atas inisiatif duet produser The Orphanage (2010) yaitu Joaquin Padro dan Mar Targarona. Sepintas skrip yang ditulis oleh Daniel Padro memang tak menawarkan hal baru selain menempatkan beberapa pasang muda-mudi dan satu momok yang akan meneror mereka. Simple yet (might) predictable for crazy fans!

Seorang profesor eksentrik yang mengajar fakultas kedokteran membuka sejarah hitam yang melibatkan Dr. Matarga di pertambangan kuno. Angela, Jose, Carlos, Belen, Padre sepakat membuktikan teori paranormal tersebut di kota terbengkalai. Turut serta bersama mereka adalah Diana, saudari kandung Angela yang tumbuh di keluarga broken home. Padre berhasil menghipnotis Diana yang segera merasakan kehadiran dokter gila psikopat nan eksperimental itu. Satu persatu mimpi buruk mulai menjadi kenyataan dimana jalan keluar semakin menutup.

Sutradara Vizcaino patut diacungi jempol dalam menata kota mati tersebut sedemikian rupa demi menciptakan atmosfir mengerikan (siang hari sekalipun) di berbagai lokasi yang menarik, sebut saja gua, hutan, ruang eksperimen dll. Adegan-adegan kematian juga tersusun secara apik tanpa mengindahkan aspek gore dan spesial efek yang terlihat meyakinkan. Sayangnya embel-embel 3D tidak maksimal, saya mencatat hanya satu dua adegan yang benar-benar efektif bagi penonton, saat tusukan sepanjang dua puluh senti yang seakan diarahkan ke penonton dan cipratan darah yang amat mendadak itu.

Keenam tokoh utama diperkenalkan secara mendetail di paruh pertama film. Sedikit membosankan tetapi setidaknya mereka mampu bertukar dialog dengan believable untuk memancing perhatian penonton. Anda tidak sampai membenci apalagi mengharapkan mereka menemui ajalnya. Reaksi masing-masing ketika terancam bahaya atau sekadar ketakutan terbilang wajar. Sekuens flashback masa lalu Angela dan Diana cukup menarik sekaligus mempersiapkan balutan twist di penghujung yang rasanya tak akan susah diterka oleh audiens.

Paranormal Xperience 3D bukan film yang istimewa tapi jelas tidak seburuk yang dikatakan orang-orang. Penampilan Dokter Matarga sendiri tergolong menjanjikan dengan satu mata dan perlengkapan operasinya yang dijamin membuat anda bergidik. Sayangnya hampir tak ada satupun adegan yang benar-benar berhasil mencekam anda. Paling memorable bagi saya adalah adegan hipnotisnya yang kreatif itu. Keunggulan thriller horor Spanyol ini ada pada jajaran castnya yang good looking bagi semua orang yang menyaksikannya. Still quite fun ride if you don’t set any expectations high going forward!

Durasi:
86 menit

Overall:
7 out of 10

Movie-meter:

Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Rabu, 25 Juli 2012

THE THREE STOOGES : Unnecessary Tribute Works Less Humor


Quote:
Curly: Shame on you, Moe, you let your pride ruin everything for us and them kids.
Moe: How dare you accuse me of having pride?

Nice-to-know:
Pada cerita dikatakan bahwa panti asuhan dibangun pada tahun 1934, tahun yang sama The Three Stooges memulai episodenya untuk Columbia Pictures yang berlangsung sampai tahun 1958.

Cast:
Chris Diamantopoulos sebagai Moe
Sean Hayes sebagai Larry
Will Sasso sebagai Curly
Jane Lynch sebagai Mother Superior
Sofía Vergara sebagai Lydia
Jennifer Hudson sebagai Sister Rosemary
Craig Bierko sebagai Mac

Director:
Merupakan film ke-14 bagi Farrelly bersaudara yaitu Peter dan Bobby setelah terakhir Hall Pass (2011).

W For Words:
Sejak pertengahan tahun 1920an, The Three Stooges yang beranggotakan Moe, Larry dan Shemp telah menjelma menjadi ikon kekerasan slapstick yang telah memenangkan hati jutaan penggemarnya di seluruh dunia. Nyaris satu abad kemudian, sutradara Farrelly bersaudara yang sudah menelurkan berbagai komedi sukses sebelumnya nekad meremakenya melalui proses panjang selama bertahun-tahun. Tidak heran karena keduanya merupakan fans setia sejak dulu yang setidaknya ingin melakukan sesuatu sebagai dedikasi nyata.

Tumbuh di panti asuhan yang dikepalai Mother Superior, Moe, Larry dan Curly memang bukan penghuni favorit karena kebodohan dan kemalasannya. Namun ketiganya sepakat mengumpulkan dana US$830.000 untuk menyelamatkan panti dari kebangkrutan yaitu dengan menerima misi dari Lydia yang menginginkan suaminya mati demi menikahi kekasih gelapnya, Mac. Pekerjaan kotor yang seharusnya sederhana itu menjadi rumit tatkala Moe terdampar dalam program reality show televisi sedangkan Larry dan Curly kesulitan menjalankan rencana masing-masing. 
Menurut saya, Diamantopoulos memiliki interpretasi terbaik dibandingkan Sasso atau Hayes. Trio ini memang belum memiliki nama dibandingkan sederetan aktor beken yang awalnya sempat dikabarkan akan mengisi peran mulai dari Sean Penn, Benecio Del Toro dan Jim Carrey. Komedi situasi yang dilakoni ketiganya memang cenderung datar dimana humor fisik yang menyertainya juga terasa dipaksakan. Tak heran karena absurditas skrip yang dikembangkan duet sutradara plus Mike Cerrone ini tidak menawarkan intelejensi yang memadai. This is type of movie where you can’t rely on story whatsoever. 

Deretan aktor-aktris pendukung disini memberikan performa yang menarik. Bintang Glee, Jane Lynch memimpin para suster dengan karismatik. Mantan jebolan American idol, Jennifer Hudson kebagian peran suster Afro yang turut memperdengarkan suara emasnya. Atau komedian Larry David yang menokohkan suster Mary-Mengele yang selalu naas. Satu yang menjadi pertanyaan saya adalah tidak terlihat adanya perbedaan penampilan dari kesemua suster tersebut dari waktu ke waktu meskipun plot cerita sudah melompat belasan hingga puluhan tahun ke depan.
Tiga bagian dalam film ini seakan berada pada jalur menurun. Segmen panti asuhan di bagian pembuka mampu membangkitkan kenangan anda akan keajaiban film komedi klasik. Segmen dunia nyata di bagian pertengahan masih mampu menampilkan esensi kenaifan yang wajar. Segmen terakhir di pesta dan studio televisi malah berantakan dimana segala jawaban rekonsiliasi terasa dipaksakan dalam menyelesaikan semua konflik lengkap dengan dramatisasi disana-sini. Satu yang saya kagumi, kinerja Peter dan Bobb Farrelly yang menyuguhkan nuansa lawas dalam balutan jaman modern melalui setting-settingnya.

Pada akhirnya The Three Stooges akan dikembalikan pada intersepsi audiensnya sendiri, siapkah menerima suguhan pengocok tawa berlebihan yang tak jarang lebih mengarah pada aspek mengganggu. Saya tidak pernah menonton versi aslinya tapi berani mengakui untuk tidak menyukai film ini. Mungkin hanya satu dari seratus karikatural yang berhasil mengundang senyum pada wajah saya di sepanjang film. Sindiran terhadap The Kardashian Sisters dan penampilan ‘sexy devil’ Sofia Vergara lah yang membuat saya mampu bertahan hingga menit terakhir. Warning “Don’t try this yourself!” that especially delivered for the kids is given by Farrelly Brothers as a timeless signature.

Durasi:
92 menit

U.S. Box Office:
$ 44,053,042 till July 2012

Overall:
6.5 out of 10

Movie-meter:


Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Jumat, 20 Juli 2012

THE DARK KNIGHT RISES : Inspiring Bruce Wayne’s Fascinating Finale


Quotes:
Bruce Wayne: Why didn't you just kill me?
Bane: Your punishment must be more severe.

Nice-to-know:
Tiket untuk premiere film ini di teater IMAX New York terjual enam bulan di muka.

Cast:
Christian Bale sebagai Bruce Wayne / Batman
Tom Hardy sebagai Bane
Liam Neeson sebagai Ra's Al Ghul
Joseph Gordon-Levitt sebagai John Blake
Anne Hathaway sebagai Selina Kyle / Catwoman
Gary Oldman sebagai Jim Gordon
Morgan Freeman sebagai Lucius Fox
Marion Cotillard sebagai Miranda Tate
Michael Caine sebagai Alfred

Director:
Merupakan feature film ke-8 bagi Christopher Nolan yang memulainya sejak Following (1998).

W For Words:
Harus diakui, Christopher Nolan adalah seorang pria jenius yang telah mengubah sekaligus membawa franchise Batman ke tingkat yang lebih tinggi. Bukan hanya lewat satu film tetapi tiga sekaligus! Trilogi tematik yang kemudian ia ungkapkan sebagai “Ketakutan" untuk Batman Begins (2005), "Kekacauan” untuk The Dark Knight (2008) dan diakhiri dengan “Kesakitan” untuk installment ketiganya ini. Konsep yang menarik! Tidak hanya itu, TDK juga berhasil memboyong dua piala Oscar sekaligus menciptakan sejarah asal mula full IMAX filmmaking yang sebelumnya hanya angan-angan belaka bagi pembuat dan penikmat film manapun.

8 tahun berlalu setelah kematian misterius Harvey Dent, Gotham City telah kehilangan semangat Komisaris Jim Gordon dan juga sosok pahlawan Batman. Bruce Wayne lebih memilih untuk bersembunyi dalam kesedihan dan penyesalan yang sempat membuat pelayan setianya, Alfred putus asa. Kemunculan pencuri cantik Selina Kyle dikenal sebagai Catwoman yang diikuti dengan “The League of Shadows” pimpinan teroris keji Bane serta merta memanfaatkan teknologi canggih Wayne Enterprise menjadi senjata nuklir yang akan menghancurkan kota. Sekali lagi Batman harus bertempur habis-habisan demi menggagalkan rencana kelam tersebut.

Sebagai sutradara, Nolan mampu mempertajam visualisasi brilian yang memanjakan mata penontonnya, terasa berlipat-lipat lebih megah dalam format IMAX, melalui natural maupun built-up setting yang mencengangkan. Aksi demi aksinya juga tanpa henti sehingga ketegangan dapat terjaga di sepanjang durasinya yang maksi itu. Lupakan esensi cikal bakal standar superhero dalam BB, crime drama dalam TDK karena penutup trilogy ini lebih menekankan pada war drama antara penguasa dan rakyat yang berjalan di atas batas kebaikan versus kejahatan. Nolan Brothers dan David S. Goyer yang menulis skripnya memilih bahasan yang tak terlalu kelam dan berat untuk dicerna walaupun mempertahankan multi karakter yang lumayan kompleks jika ditelaah.

Tiga nama baru yang pantas mendapat kredit adalah Tom Hardy, Anne Hathaway dan Joseph Gordon-Levitt. Bane adalah villain yang patut ditakuti karena kekuatan fisik dan kekejaman aksinya dalam mengusung terorisme, Hardy cukup berhasil membawakannya meski hanya mengandalkan sorot mata, intonasi suara dan bahasa tubuhnya saja. Catwoman adalah penjahat yang tricky karena ketidak berpihakan yang didukung oleh kecerdasan otaknya, Hathaway memerankannya dengan wajar dan seksi tanpa harus terkesan menggoda. John Blake adalah polisi muda yang berjiwa besar dan berinisiatif tinggi dalam sistem hukum yang mengikatnya, Gordon-Levitt mampu menokohkannya dengan dewasa dan menarik walau cuma berkostum dan berkelengkapan standar.

Christian Bale memang lebih dituntut untuk berakting sebagai pribadi Bruce Wayne yang kompleks di luar topeng Batman yang biasa dikenakannya. Rasa kehilangan akan Rachel Dawes yang masih tersisa diperparah dengan rasa bersalah pada publik Gotham City karena merenggut imej penyelamat Harvey Dent. Kebangkitannya samasekali tidak mudah karena Bane menghempaskannya ke titik dimana ia harus memulai semuanya dari awal. Berbagai montage di pertengahan film memperlihatkan perjuangan keras Batman, pengenalan asal usul siapa Bane sebenarnya di samping persiapan twist yang sengaja disiapkan Nolan di akhir kisah. Jangan lupa bahwa tokoh-tokoh setia pendamping Bruce Wayne masih muncul yaitu Lucius Fox (Morgan Freeman), Jim Gordon (Gary Oldman), Alfred (Michael Caine).

The Dark Knight Rises adalah finale yang megah dan mengasyikkan sebagai salah satu summer blockbuster paling ditunggu tahun ini. Memang tidak luar biasa membekas dalam benak layaknya TDK tetapi tetap menahbiskannya secara utuh sebagai tiga episode “manusia kelelawar” terbaik yang pernah diutarakan dalam dunia perfilman. Bruce Wayne disini adalah sebuah inspirasi bagaimana seorang manusia harus hidup dan bangkit dari segala keterpurukan yang dihadapi. Bahwa setiap manusia dapat menyandang status pahlawan seberapa kecilpun usahanya menolong orang lain. Finally, we all should thank Nolan for his aspiring great writing and direction surely can enhance any movie-going experience, especially for superhero movies that most touted as mindless entertainments.

Durasi:
164 menit

Overall:
8.5 out of 10

Movie-meter:

Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Kamis, 19 Juli 2012

WHAT TO EXPECT WHEN YOU’RE EXPECTING : Expect Less For These Pre-parenthood Episodes


Quotes:
Wendy: I just wanted the glow. The one that they promise you on the cover of those magazines. Well, I'm calling it - pregnancy sucks. Making a human being is really hard. I have no control over my body or my emotions.  

Nice-to-know:
Film yang didasarkan pada buku populer panduan kehamilan yang telah terjual lebih dari 14,5 juta kopi selama tahun 2011.

Cast:
Cameron Diaz sebagai Jules
Jennifer Lopez sebagai Holly
Elizabeth Banks sebagai Wendy
Chace Crawford sebagai Marco
Brooklyn Decker sebagai Skyler
Ben Falcone sebagai Gary
Anna Kendrick sebagai Rosie
Matthew Morrison sebagai Evan
Dennis Quaid sebagai Ramsey
Chris Rock sebagai Vic
Rodrigo Santoro sebagai Alex
Joe Manganiello sebagai Davis

Director:
Merupakan film keempat bagi Kirk Jones setelah Everybody’s Fine (2009) yang mengharu-biru itu.

W For Words:
Masih ingat kesuksesan Knocked Up (2007) dari Judd Apatow yang bertemakan persiapan kehamilan? Skrip yang dikerjakan duet penulis, Shauna Cross dan Heather Hach berdasarkan adaptasi buku karangan Heidi Murkoff ini tak hanya membahas satu pasangan melainkan lima sekaligus! Formula tema “dewasa” dikombinasikan dengan komedi yang belakangan terbukti sukses di pasaran Amrik apalagi dukungan ensemble cast yang tenar. Bukankah semua momen penting dalam hidup bisa ditertawakan karena relevansi yang begitu dekat dengan kehidupan kita sehari-hari?

Pasangan dansa selebritis, Jules-Evan yang terkenal dengan gaya hidup sehat harus dikejutkan dengan kehamilan setelah berkencan selama beberapa bulan. Mantan pasangan masa SMU, Marco-Rosie yang sepakat kencan semalam justru dikaruniai kehamilan tak diinginkan. Fotografer bayi, Holly dan suami keras kepala Alex melulu gagal dalam terapi kehamilan hingga berniat mengadopsi bayi Ethiopia. Penasihat kehamilan Wendy mengalaminya sendiri saat berhenti berusaha bersama suaminya Gary Cooper yang kerap bersaing dengan ayah kandungnya, Ramsey Cooper yang baru menikahi gadis yang tiga puluh tahun lebih muda, Skyler.

Sutradara Jones berupaya keras menyeimbangkan unsur komedi satir sosial yang muncul dari sulitnya persiapan menjadi orangtua dengan elemen drama menyentuh yang timbul dari berharganya pengorbanan yang dilakukan untuk mencapai tahapan itu. Bukan hanya itu, sudut pandang antara pria dan wanita yang equal juga merupakan tantangan tersendiri untuk mengirimkan pesan yang universal bagi penontonnya. Dua konsistensi yang menurut saya masih hit and miss di sepanjang durasinya mengingat tingkat kesulitan yang cukup tinggi untuk tidak mengorbankan salah satunya.

Tiga nama yang paling memikat bagi saya kali ini adalah Elizabeth Banks, Anna Kendrick dan Ben Falcone. Lihat bagaimana emosionalnya tokoh Wendy ketika mendapati video pengaruh hormonnya ditonton jutaan orang di Youtube? Atau ngototnya tokoh Gary tatkala berhadapan dengan sang ayah yang selalu selangkah lebih maju? Atau mindernya tokoh Rosie yang merasa tidak menarik dan tidak pantas mendapat tempat di dunia ideal? Sedangkan pasangan yang mengajarkan banyak hal sekaligus adalah Holly dan Alex dimana kejujuran dan keikhlasan mereka memerlukan proses panjang yang tak jarang menggantungkan harapan pada bantuan orang lain.

Momen teraneh dalam film adalah sewaktu gerombolan ayah yakni Vic, Gabe, Craig dan Patel sering iri pada Davis yang selalu fit dan commitment-free seakan menjadi sindiran tersendiri bagi pria-pria berkeluarga. Rumput memang selalu tampak lebih hijau di sebelah jika kita tak cukup jauh menelaah. Pergeseran dari satu frame ke frame yang lain secara simultan mungkin mengingatkan anda pada apa yang dilakukan Garry Marshall dalam New Year’s Eve (2011) tapi sayangnya tidak dinamis dan terlalu banyak kesamaan yang bernada kebetulan dimana semua wanita tersebut melahirkan di malam yang sama pada rumah sakit yang sama pula? Maybe they called this: intertwining.

What To Expect When You’re Expecting tampak terlalu memaksakan diri untuk muat dalam kemasan komedi romantis dimana subplotnya sendiri terlalu variatif dengan multi-karakter yang dimensional. Segi humor yang disajikan cenderung garing dan membosankan. Beruntung masih ada berbagai momen menyentuh yang mampu menyelamatkan kualitas film yang samasekali tidak sulit ditebak arahnya ini. At one point I actually thought of heartbreaking end. Tontonan yang diperuntukkan sebagai gambaran akan sesuatu yang anda (akan) alami atau sekadar membayangkan saja. See it only if you wanna know about pregnancy and pre-parenthood process with lesser expectations.

Durasi:
110 menit

U.S. Box Office:
$40,420,546 till July 2012

Overall:
7.5 out of 10

Movie-meter:

Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent